:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Berjumpa Cinta Di Mana-Mana
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Gede Prama

Cerita manusia adalah cerita derita, demikian bisik seorang kawan. Di Pakistan, belum lama Bhenazir Bhutto menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, lehernya sudah ditembus peluru sampai tewas. Di Kamboja, pendeta Buddha berkelahi dengan polisi. Amerika Serikat yang menjadi tauladan dunia menjadi penghalang kesepakatan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Gempa, tsunami, kelaparan, mengunjungi semua pojokan bumi.

Di negeri ini serupa. Banyak pemilihan kepala daerah berakhir rusuh. Kekerasan di kalangan remaja amat mengkhawatirkan. Di Bali, kadang kekerasan muncul bahkan ketika upacara dilaksanakan.

Membaca tanda-tanda seperti ini, ada yang mengeluh, bila demikian bukankah hidup manusia sama dengan neraka? Entahlah, yang jelas wajah kehidupan yang terlihat tergantung pada siapa diri kita di dalam. Bila di dalamnya cinta, manusia berjumpa cinta di mana-mana. Jika di dalamnya kebencian, manusia menemukan kebencian di mana-mana.

Membangun rumah cinta

Dilihat dari segi bahan, manusia berbahankan cinta. 0rang tua berpelukan penuh cinta ketika manusia dibikin. Disusui Ibu penuh dengan pelukan cinta. Banyak ayah yang tidak jadi memasukkan makanan ke mulut, hanya karena mau berbagi cinta dengan anak. Makanan dan minuman manusia datang dari alam yang berlimpah cinta. Ada yang mengandaikan kehidupan sebagai hujan cinta yang tidak pernah berhenti. Cuman sebagian memayungi dirinya dengan keangkuhan, sehingga badannya kering dari hujan cinta. Dengah bahan seperti itu, bila outputnya kebencian, mungkin kita perlu merenungkan prosesnya.

Perilaku kehidupan serupa matahari. Bila sudah waktunya terbit, ia terbit. Jika saatnya terbenam, ia terbenam. Dan di dalam pikiran yang dipenuhi rasa cinta, matahari akan disebut menerangi, memberi energi. Dalam pikiran yang penuh keluhan, ia diberi judul panas, sumber kekeringan, awal paceklik.

Berdiri di atas kesadaran seperti inilah kemudian banyak guru sepakat, fondasi awal membangun rumah cinta adalah pikiran yang terawasi secara rapi. Ketika senang diawasi, tatkala sedih juga diawasi. Persoalan dengan banyak manusia, terlalu melekat dengan hal-hal yang menyenangkan, menolak yang menjengkelkan, bosan dengan hal-hal biasa. Karena yang menyenangkan berpasangan dengan hal-hal yang menjengkelkan (seperti malam berpasangan dengan siang), maka berputarlah kehidupan dalam siklus tanpa akhir: senang, sedih, bosan dan seterusnya. Inilah awal dari banyak kelelahan emosi.

Sadar dengan akibat kelelahan inilah, kemudian sejumlah orang mengakhiri siklus terakhir hanya dengan mengamatinya. Being a compassionate witness, demikian saran seorang penulis meditasi. Lihat emosi dan pikiran yang naik turun seperti seorang nenek penuh cinta sedang melihat cucu-cucunya berlari ke sana ke mari. Semuanya sudah, sedang dan akan baik-baik saja. Atau lihat keseharian yang digerakkan senang, sedih, bosan seperti melihat aliran air di sungai. Kesenangan mengalir berlalu, kesedihan mengalir berlalu.

Di atas siklus yang terawasi rapi ini, kemudian dibangun tiang-tiang keseharian yang banyak membantu. ‘Bila tidak bisa membantu cukup jangan menyakiti’, demikian pesan sejuk seorang Lama. Atap rumah cinta kemudian bernama kaya karena rasa berkecukupan. Dalam bahasa seorang bapak yang amat mencintai anaknya: ‘dalam rasa berkecukupanlah letak kekayaan teragung’. Sebagai hasilnya, terbangunlah rumah-rumah cinta yang sejuk dan teduh.

Agar rumahnya tidak pengap, ia memerlukan pintu dan jendela. Pintunya bernama deep listening. Jendelanya berupa loving speech. Sebagaimana sudah menjadi rahasia banyak terapis, kesediaan untuk mendengarkan adalah sebuah penyegar banyak kepengapan jiwa di zaman ini. Tidak sedikit pasien yang sudah mendapatkan sebagian penyembuhan hanya dengan didengarkan. Dan bila harus berbicara, berbicaralah dengan bahasa-bahasa cinta.

Seorang sahabat dengan kata-kata yang berkarisma, pernah ditanya kenapa kata-katanya demikian berkarisma. Dengan tangkas ia menjawab, gunakan kata-kata hanya untuk membantu bukan untuk menyakiti. Kombinasi antara kesediaan mendengar dengan kata-kata yang penuh cinta inilah yang membuat rumah cinta dipenuhi udara segar.

Meminjam hasil kontemplasi orang suci, bila ada waktu merenung renungkanlah kekurangan-kekurangan Anda. Jika ada waktu berbicara bicarakanlah kelebihan-kelebihan orang lain. Mendengar penjelasan seperti ini, ada yang bertanya, kalau demikian apa itu cinta?. The Book of Mirdad menulis: ‘cintamu adalah dirimu yang sesungguhnya’. Dengan kata lain, di luar cinta adalah kepalsuan-kepalsuan. Laksanakan cinta, kemudian lihat bagaimana ia membuka keindahan dirinya. Kata-kata hanya penghalang pemahaman.

Rumah cinta berjalan

Di pulau Okinawa Jepang, pernah ada guru karate yang disegani. Di suatu latihan, muridnya bertanya apakah karate itu?. Dengan tersenyum ia menjawab: ‘karate means keep smiling in all situations‘. Karate berarti tersenyum di semua keadaan. Dan tentu muridnya bingung. Hanya karena segan, kemudian ia diam.

Sepulang latihan, murid ini menemui tentara Amerika mabuk yang mau membuat keributan di jalan. Murid karate ini panas. Begitu siap berkelahi, tiba-tiba gurunya muncul dengan penuh senyuman menyambut tentara-tentara tadi: ’selamat datang di Okinawa, Anda pasti sudah menikmati keindahan Okinawa’. Dan selanjutnya tidak saja perkelahian bisa dihindarkan, persahabatan dengan tentara Amerika juga berjalan baik-baik saja.

Ini mungkin yang disebut dengan rumah cinta berjalan. Ia menjadi contoh nyata cerita di awal: ‘bila di dalamnya cinta, maka manusia berjumpa cinta di mana-mana’. Berkaitan dengan momentum pergantian tahun, kebanyakan orang bertanya seberapa tua umur sekarang. Jarang yang mau bertanya, seberapa indah rumah cinta sekarang.

Melalui tatapan mata suami, kesetiaan isteri, rasa hormat putera/puteri, perlakuan atasan, senyuman tetangga, jabat tangan bawahan, bantuan teman atau keluarga, senyuman orang-orang yang pernah menyakiti, kita sedang melihat rumah cinta kita. Adakah ia lebih baik atau lebih buruk dari tahun lalu?. Perhatikan apa yang ditulis Thich Nhat Hanh dalam The diamond that cuts through illusion: ‘If you die with compassion in mind, you are a torch lightening our path‘. Ia yang meninggal dengan cinta kasih, menjadi lilin penerang banyak perjalanan. Mungkin ini yang membuat Yesus Kristus tidak pernah berhenti menerangi banyak sekali perjalanan.


Labels:

posted by .:: me ::. @ 8:14:00 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog