:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Taman Tempat Memendam Rindu (Gede Prama)
<$BlogDateHeaderDate$>
SETIAP kali ada pergeseran musim, terutama dari musim kemarau ke musim hujan, mendadak sontak ada kegembiraan yang muncul.
Setiap mata yang dibekali kejernihan, setiap telinga yang bersahabat dengan kepekaan, setiap rasa yang sering bersahabat dengan getaran-getaran semesta, melihat munculnya kegembiraan ketika musim hujan datang.
Kegembiraan ini memang tidak disertai oleh tepuk tangan, tidak diikuti suara musik, apalagi pemberian piala.
Sekali lagi, hampir tidak ada hiruk pikuk di sana.
Yang ada hanyalah ungkapan-ungkapan kegembiraan sebagai cermin rasa syukur yang mendalam.

Perhatikan pohon apa saja. Lengkap dengan akar, batang, daun, bunga sampai dengan buah.
Wajahnya berbeda ketika musim hujan datang.
Bahkan dibandingkan dengan pohon yang disiram tangan manusia tiga kali sehari pun, berbeda penampakannya.
Tidak saja daun dan bunganya yang bertambah banyak, melainkan kualitas ekspresi daun dan bunganya juga berbeda.
Tidak saja akar yang memeluk tanah yang tampak gembira, bahkan tanah tempat banyak sekali hal berasal juga seperti menampakkan wajah-wajah gembira.
Sehingga dalam totalitas, ketika musim hujan tiba, seperti ada yang bersuara di taman sana.

Ada yang menyebutnya suara rindu, ada yang mengiranya sebagai ungkapan rasa syukur, ada yang mengatakan kalau itu sebentuk perayaan.
Entahlah, yang jelas alam yang berumur jauh lebih panjang dari manusia sebenarnya menghadirkan makna jauh lebih banyak dari sekadar alasan keberadaan fisik manusia.
Memang benar, hampir semua input kehidupan manusia datang dari alam.
Makanan, minuman, dan bahkan pemikiran manusia pun sebagian lebih berasal atau terinspirasi dari alam.
Disinari cahaya-cahaya pemahaman seperti ini, ada sahabat yang berbisik: alam ada lebih dari sekadar alasan phisical survival.
Alam juga menjadi petunjuk jalan yang meyakinan ketika manusia mau pulang.
Tersentak oleh bisikan sahabat kejernihan terakhir, ada sepasang mata yang mencermati, bagian mana dari alam yang bisa menjadi petunjuk
jalan manusia untuk pulang.
Pohonkah, batukah, tanahkah, langitkah, matahari, atau malah binatang.
Karena semuanya memiliki bahasa yang berbeda dengan manusia, tentu saja semuanya tidak bisa memberi jawaban dalam bahasa manusia.
Sebagian lebih dari jejaring semesta bahkan hanya mengenal bahasa hening dan diam tanpa penghakiman.
Seperti mau berbisik: hening dan diam tanpa penghakiman itulah jalan-jalan menghantar manusia pulang.

Ikhlas
Sebutlah guru kejernihan yang bernama pohon.
Ia tidak pernah berhenti berjalan dengan sebuah bahasa: ikhlas! Hujan datang, musim kering yang panas, tanah yang subur, tanah yang kerontang, bahkan di depan manusia yang mau menghabisi, atau bahkan di depan kematian pun
modalnya sama: ikhlas!
Bunga juga serupa. Begitu tugasnya menebar bau wangi selesai, ia layu kemudian jatuh ke tanah untuk melakukan tugas berikutnya sebagai pupuk. Air apalagi.
Sejauh apa pun jalan yang harus ia tempuh, tugasnya berjalan tetap ia lakukan sepenuh hati.
Lebih-lebih tanah yang kerap disebut Ibu Pertiwi.
Ia hanya mengenal sebuah bahasa: memberi. Tidak ada protes tentang hasil di sana, wacana, apalagi perlawanan.
Yang ada hanyalah ketekunan melakukan semua tugas-tugas kehidupan.
Sekali lagi seperti mau berbisik, lakukan tugas-tugas kehidupan dengan tekun.
Biarkan hasilnya ditentukan sepenuhnya oleh yang punya hidup.

Taman Kehidupan
Ini soal taman di pekarangan rumah, sebenarnya ada taman yang lebih besar dan megah: kehidupan.
Serupa dengan taman sebenarnya, kehidupan juga mengenal perubahan dan perayaan.
Perubahannya tidak perlu diceritakan karena sudah terlalu jelas.
Namun perayaannya, inilah bedanya dengan taman.
Taman melakukan perayaan hampir setiap hari di setiap perubahan.
Taman kehidupan manusia baru ada perayaan kalau perubahan 'sesuai' dengan kriteria-kriteria di kepala.
Taman tidak mengenal kompetisi, baik untuk alasan pertumbuhan ataupun alasan lain.
Tidak ada satu pun batang pohon yang sikut menyikut di taman.
Sedangkan taman kehidupan memerlukan kompetisi.
Terutama karena alasan pertumbuhan.
Seolah-olah tanpa kompetisi pasti tidak ada pertumbuhan.
Belajar dari taman kehidupan yang sudah mulai demikian panas dan sumpeknya oleh perang, konflik, permusuhan, dan perceraian.
Ada sahabat-sahabat di pojokan tertentu taman kehidupan berfikir lain: in the garden of mystics, there is no I, she or he. There is only we and
us. Seeing our selves as islands is the cause of our inability to find the fullest experience of life.
Setidaknya itu yang ditulis Wayne W. Dyer dalam Wisdom of The Ages.

Di taman kehidupan, memang tidak ada pulau. Yang ada hanyalah jejaring kebersatuan yang saling kait-mengait.
Siapa saja yang mendirikan pulau 'saya' di sana, ia pasti mengalami kesulitan untuk mengalami hidup yang penuh.
Persis seperti setetes air. Setetes air memang bisa melakukan hal yang teramat sedikit.
Jangankan menghanyutkan sesuatu, mengobati rasa haus pun jauh dari cukup.
Cuma, ketika setetes air tadi bersatu dengan samudera, ia memiliki kekuatan yang amat dahsyat.
Hal yang sama terjadi dalam setiap kehidupan yang menjadi satu dengan kebersatuan.
Ia sedahsyat samudera!
Dalam keadaan demikian, bisa dimaklumi kalau ada yang menyebut taman kehidupan dengan sebutan taman tempat memendam rindu.
Rindunya setetes air bersatu dengan samudera.

Dalam bahasa Wayne W. Dyer: the single quality that defines mysticism is the idea of oneness. Ada sahabat yang pernah datang ke taman tempat memendam rindu?

Oleh Gede Prama

Labels:

posted by .:: me ::. @ 5:18:00 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog