|
Kisah Pedati |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Laju mobilku terpaksa melambat, karena di depanku ada pedati (orang setempat menyebutnya cikar) yang ditarik oleh sapi. Pedati tersebut membawa bambu petung (bambu jenis besar) yang memenuhi isi gerobak, sampai-sampai sang kusir mengendarai laju pedati dikolong sambil berbaring diantara roda-roda, begitulah sulitnya mencari rupiah sehingga melupakan keamanan berkendara. Pedati itu aku jumpai di kota Mojokerto-Jawa Timur, menurut informasi bambu tersebut akan di kirim ke Ibukota Jawa Timur. Jauhnya jarak antara Mojokerto – Surabaya bukanlah halangan bagi sang kusir untuk mengais rejeki halal. "Alon-alon asal kelakon" biar lambat asal sampai tujuan ucap sang kusir.
Di Jakarta tidak seperti di Surabaya, pengiriman bambu biasanya menggunakan getek, caranya bambu-bambu dirakit menjadi getek. Pemandangan seperti itu bisa disaksikan di kali Ciliwung, yang mengirimkan bambu dari Bogor atau Depok.
Pedati di dunia spiritual; Pedati adalah lambang ahlak yang bertujuan untuk merubah transformasi jiwa, dari yang dikungkung dengan nafsu amarah menjadi berahlak mulia. Perumpamaannya, pedati itu adalah tubuh manusia, maka nafsu dilambangkan dengan sapi sebagai pendorongnya. Sang Kusir adalah lambang akal fikiran yang bertugas untuk mengarahkan ke suatu tujuan, sementara itu hati adalah penumpangnya, yang memiliki tujuan dalam hidup ini. Untuk menggapai-Nya, maka antara indra, nafsu dan akal perlu bekerja sama yang harmoni.
Ibarat pedati, pelan-pelan akan sampai tujuan, demikian juga perjalanan hidup kita yang pelan-pelan dimakan waktu dan perubahan, kelak tak bisa dipungkiri akan berakhir juga kembali ke hadiratNya. Antara Sapi (pendorong), dengan Sang Kusir, berikut tumpangannya akan merasakan misi yang sama - yang satu – yaitu keharmonian. Dengan mengekang nafsu (amarah), memaksakannya dan mengembalikannya ke batas yang seharusnya, akan menghasilkan sifat : Berani, dermawan, suka menolong, sabar, mengekang nafsu, sabar, penyantun, pemaaf, cerdik, berjiwa besar dan lain-lain.
Sudah banyak alat-alat kosmetik untuk wajah, tapi tidak ada alat kosmetik untuk hati, selayaknya kita perlakukan sama antara hati dengan wajah. Wajah yang senantiasa dilihat oleh mahluk hidup dan hati yang dilihat oleh Tuhan. Wajar sekali kalau hati kita sekali-kali dilirik, diberi kosmetik 'milk-cleanser' dengan sifat kedermawanan, pemaaf, dan "heart-tonic" kesabaran dan lain-lain, sehingga bersemayam kedamaian di sana.
Pedati masih jalan gontai, tapi jalan Mojokerto-Surabaya itu lurus, sehingga sang kusir sambil berbaring tetap menjalankan kendaraanya. Kendaraan di depan sudah mulai kosong, saatnya aku menyalip menuju Kota Pahlawan. Sopirku, berseloroh katanya biasanya sang kusir juga tiduran, sapi-sapi penarik itu sudah tahu jalan mana yang dituju. Yang ini kebenarannya aku masih ragu untuk mempercayainya... |
posted by .:: me ::. @ 7:03:00 AM |
|
|
|
:: My Profile :: |
... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...
Join me on
Friendster!
|
:: Wisdom :: |
|
:: Recent Post :: |
|
:: Archives :: |
|
:: Menu :: |
|
:: LETTO Fans Blog :: |
|
:: NIDJIholic Blog :: |
Click Slide Show
|
:: Friends :: |
|
:: Games :: |
| |