:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Pakde & Payungnya
<$BlogDateHeaderDate$>
PANGGIL saja Pakde. Usia 86 tahun, tapi tubuh seperti 60-an tahun. Perawakan sedang, gigi masih sanggup mengunyah jagung, dan rambut belum putih walau tak mengenal hair tonic.
Alamiah. ''Saya masih suka nyangkul, wong petani,'' katanya.
Keseharian dia memang di kebun kopi, jagung, dan kebun singkong.

Kini, dia menetap di Lampung Utara. Ia hijrah dari Jakarta 40 tahun lalu. Alasannya, ''Jakarta dijejali oleh orang yang penuh rekayasa.'' Semua hal dipolitisir. Mulut sulit dipegang karena hati tidak pernah tulus. Tak sedikit yang senang mengagung-agungkan diri, dan seolah diri sendiri paling benar, serta gila pujian. Padahal, bagusnya hati itu bukan karena harta, bukan pakaian, juga bukan dari rupa. Banyak orang ingin mengangkangi apa saja. Serba berpamrih. Sementara itu, etika bersopan santun makin minim.

''Bahkan, pembantu pun lebih galak ketimbang juragan,'' ujar istri Pakde.
Sepertinya, semua orang tercipta untuk mudah sinis.
Kesimpulan dia, ''Jakarta menyenangkan tapi tidak membuat diri tenteram.'' Pakde mengamini. Namun, secara umum, Pakde menyimpulkan bahwa manusia di bumi ini bukannya berlomba untuk jadi pinter, melainkan malah minteri, membodohi orang lain.
Selain itu, mereka mulai cenderung mengotak-ngotak, termasuk pengelompokan agama dan suku. Buntutnya, hati dan otak tercemar kebusukan.Segala ihwal sepertinya menjurus pada penyesatan. Dan, yang muncul di otak adalah pemenuhan nafsu duniawi.

''Itu pendapat saya, yang cuma berpendidikan kelas II sekolah rakyat,'' ujar Pakde.
Ia dilarang melanjutkan sekolah karena, ''Saya bukan dari keluarga ningrat atau pamong.''Di mata Pakde, kini banyak orang yang berkesadaran rumongso biso (merasa bisa) dan bukannya biso rumongso (bisa merasakan). Akibatnya, biarpun rakyat lapar dan ratusan balita kurang gizi, hati tidak tergerak, dan malah sibuk menggendutkan perut sendiri. Maka, tak berlebihan jika Pakde menyebut, ''Jakarta sudah terkontaminasi.''

Dan, karena itu, dia hijrah. Awalnya jadi kuli angkut di Pelabuhan Panjang, lalu bertani.
Waktu itu, bumi Lampung masih langka penduduk. Tanah tinggal mematok sesuai kesanggupan mengolah. Belasan hektare lahan dikuasai, diolah, dan ditanami. Pakde merintis kampung baru. Waktu itu, para pendatang yang baru krekel-krekel menyambung hidup dibuatkan rumah oleh dia. Soal makan? ''Asal mau makan seadanya, silakan tinggal bersama saya,'' kata Pakde.
Menu tetapnya: singkong atau jagung plus lauk daun singkong.Ternyata, tanah olahan itu tak sepi dari masalah. Lahan seluas 200 hektere lebih yang digarap warga bertahun-tahun diakui sebagai milik yayasan pensiunan pejabat. Maka, kala rakyat memanen hasil kebun mereka, serombongan aparat bersenjata merampasnya. Tembakan dihamburkan ke udara. Warga kalang kabut, ketakutan, dan ngumpet. Timah panas memang suka cari sasaran. Melihat kesewenang-wenangan ini, hati Pakde kemropok.

Ini bukan zaman penindasan yang main kuasa dan senjata. ''Kalian ini mau merampok hasil kebun rakyat atau memasalahkan tanah,'' gertak Pakde. Tiada yang menyahut.Maka, lanjut Pakde, ''Jika mau merampas hasil bumi rakyat, tembak dulu saya.'' Ia siap jadi tumbal. Tapi, jika mau menyoal tanah, pengadilan tempatnya. Memang, keabsahan siapa pemilik lahan tersebut tengah digulirkan di pengadilan. Aparat ciut. Mereka meninggalkan hasil kebun yang dirampas. Akhirnya, di pengadilan, rakyat dimenangkan.

Wong cilik pun bisa gemuyu. Sebagai ungkapan terima kasih, Pakde akan dibuatkan rumah. Namun dia menolak. Alasannya, perjuangan memenangkan sengketa -tanpa pengacara- itu dilakukan secara ikhlas.Justru setelah kemenangan itu, rumah dan kebun Pakde dibagi-bagikan pada masyarakat yang membutuhkan. Dulu, di Jakarta pun tanah dia ditinggal begitu saja, prung, tanpa penyesalan. ''Saya memang tidak punya harta, tapi memiliki dunia,'' katanya.Itulah Pakde. Ia melangkah lebih berdasar nurani, kendati keluarga merasa disusahkan.

Saat hijrah ke Lampung Utara, misalnya, dia hanya berbekal Rp 50.000. Padahal, anak bungsunya yang kini di kelas II SMP masih berusia dua bulan. Sehari-hari, anak-istri hanya diberi makan singkong. ''Yang mengherankan, kok, bisa sehat,'' ujar istri Pakde.Menjadi sehat itu, kata Pakde, ''Ada di dalam diri sendiri.'' Pikiran dan nalar harus diupayakan lurus, senang, dan jangan neko-neko. Selain itu, ''Kalau tidak punya, ya, mencari. Tidak punya beras, ya,nyari beras. Tidak punya lauk, ya, cari lauk. Manusia dibekali otak dan kemauan untuk digerakkan,'' katanya.

Namun prinsip hidup yang tidak terlupakan yang merupakan amanah kakek Pakde, yang mangkat pada usia di atas 150 tahun, adalah, ''Kamu harus bisa jadi 'payung'.
Yang butuh pertolongan, tolonglah. Jika ada yang sakit, obatilah. Hidup itu untuk mengasihi. Jangan mementingkan ego sendiri. Ingat, di dunia itu sak dermo mampir ngombe, hanya sementara!''

Untuk memahami hidup itu, kata Pakde, ''Kita harus bisa membaca diri. Kita dihidupkan oleh siapa? Dan, mutlak nanti akan pulang kepada-Nya,entah kapan. Tapi, sudah cukup 'bekal' apa belum? Selain itu, saya mau nanya, 'jalan pulang' itu lewat mana, supaya tidak kesasar. Ibarat rumah, pasti ada pintunya,'' kata Pakde seperti berteka-teki.

Saya diam, merenung, tafakur, namun belum juga menemukan jawaban. Mungkin saya perlu menjadi ''payung'' agar bisa ikut mamayu hayuning bawana, memperelok keindahan dunia.
Atau, jangan-jangan tidak perlu dijawab, karena Allah lebih dekat dari urat leher kita masing-masing.

posted by .:: me ::. @ 6:58:00 AM  
1 Comments:
  • At 22/5/06 11:33, Anonymous Anonymous said…

    Your site is on top of my favourites - Great work I like it.
    »

     
Post a Comment
<< Home
 
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog