:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Penjara sebagai Pertolongan Terendah
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Emha Ainun Nadjib

Lia Aminudin akan masuk bui lagi. Saya bersangka baik ia tidak berniat jahat dengan “Jibril, Ruhul Kudus, Kerajaan Sorga, Imam Mahdi”-nya. Mungkin ia orang yang khilaf, tetapi tidak memiliki alat di dalam dirinya untuk memahami kekhilafannya.

Namun, software untuk memahami kekhilafannya itu juga mungkin tidak terdapat di luar dirinya: pada sistem nilai masyarakat dan hukum negaranya. Kita terkurung dalam kelemahan kolektif yang membuat kita bersikap over-defensif, amat mudah merasa terancam, bahkan ”sekadar” oleh Lia Aminudin dengan beberapa puluh pengikutnya.

Kita tidak terbiasa dengan demokrasi ilmu, pencakrawalaan wacana, ketangguhan mental sosial. Tak ada kematangan filosofi hukum, kedewasaan budaya, dan kedalaman nurani keagamaan, untuk sanggup meletakkan Lia beserta pengikutnya sebagai sesama hamba Allah yang perlu saling menemani.

Apa pun nama dan formulanya: partner dialog, dinamika ijtihad (jihad intelektual) maupun mujahadah (jihad spiritual) di tengah hamparan ilmu Allah yang amat sangat luas. Mungkin seseorang bisa bertanya kepadanya, ”Yang Ibu merasa jengkel sehingga ingin menghapuskan itu agama ataukah institusi agama?”

Ilmu dan peradaban diperluas oleh informasi dari agama dan pasal-pasal hukum adalah jalan terakhir dan terendah kualitasnya. Penjara adalah metode yang paling tidak bermutu untuk mencintai dan menemani masalah sesama manusia.

10-8-2 dan kontra-hidayah

Sekitar 15 tahun silam, Lia menemui saya. Ia sedang sibuk berdagang bunga kering. Ia merasa mendapat anugerah dari Allah, diizinkan bisa menyembuhkan banyak orang dari berbagai macam penyakit.

Kurang tepat sebenarnya menemui saya untuk menanyakan hal-hal tentang anugerah itu: apa benar dari Allah, bagaimana menyikapinya, apa yang harus dilakukan dan sebagainya. Saya tidak punya kredibilitas untuk mampu menjawab itu. Tetapi, wajib hormat tamu, saya jawab sekenanya. Allah yang bikin tamu datang, Ia juga yang siapkan fasilitas pelayanan.

Saya jawab, Allah kasih hidayah kepada siapa saja yang Ia maui. Ia titipkan berkah kepada orang yang rendah di pandangan kita, Ia simpan rahasia petunjuk-Nya kepada orang yang kita benci atau kita remehkan. Kita berlaku biasa-biasa saja, tidak tinggi tidak rendah, tidak hebat tidak konyol.

Waspada dan muthmainnah (tenteram) saja secara nurani, intelektual maupun spiritual. ”Mbak, kalau ke dalam jiwamu masuk pendaran 10 gelombang, kita waspadai bahwa yang dari Allah mungkin hanya 2, sedangkan yang 8 adalah godaan, antagonisme informasi atau kontra-hidayah, mungkin dari dajjal, jin, iblis atau energi liar yang bukan amr-nya Allah. Jadi Mbak Lia tolong hati-hati, jangan setiap yang muncul dianggap berasal dari Tuhan….”

Presidium jin Gunung Kawi

Kemudian ia dipinjami Allah kemampuan menolong banyak orang dari penyakitnya, termasuk penyair besar Rendra. Ia ke Padang Bulan, Jombang, seusai acara banyak anggota jemaah antre diobati olehnya. Paginya saya antar menyisir sebuah hutan di daerah timur Jatim. Setiap akan makan atau minum, ia bilang bahwa ia harus bertanya kepada Jibril sebaiknya makan di warung apa. Saya mengakomodasi keadaan itu dengan kesabaran yang saya ulur-ulur. Jibril terkadang milih rawon terkadang nasi padang.

Sepanjang Jombang-Bondowoso-Malang, ia memoderatori tantangan Jibril kepada saya untuk lomba puisi. Jibril bikin puisi, Mbak Lia menuturkannya, kemudian saya pun bikin puisi balasan, lantas Jibril balas lagi dan saya juga tancap lagi. Demikian seterusnya sampai berpuluh-puluh puisi. Kadar kepenyairan Jibril lumayan juga.

Malam, kami tiba di Gunung Kawi. Naik. Di suatu tempat ia berantem ama empat jin, Presidium Kepemimpinan Jin Gunung Kawi. Banting-membanting. Berguling-guling. Saya standby saja. Sepanjang ia tak terkena bahaya fisik serius, saya biarkan saja. Kalau sampai nanti jinnya ngawur dan ia terluka atau pingsan: sudah pasti saya tidak tinggal diam, saya pasti bertindak dengan teriak ”Tolooong! Tolooong!” dan mencari Polsek terdekat.

Bereslah Indonesia

Setelah itu kami belum pernah berjumpa lagi. Berita-berita tentang dia membahana. Masyarakat hanya punya pengetahuan dan bahasa tunggal: Lia meresahkan masyarakat. Pemerintah juga tak kalah liniernya: Lia tersangka dengan tuduhan penodaan agama dan penghasutan. Media massa juga tidak memiliki peta untuk mengerti narasumber yang compatible untuk kasus semacam ini. Kesamaan dari ketiganya adalah tidak ada yang ”menemani”, atau ”menyelamatkan”-nya.

Ia sempat kirim >small 2small 0

Kalau Imam Mahdi datang, yang terjadi pasti revolusi solusi, perubahan ultraradikal menuju perbaikan yang ajaib. Dengan Maryam, ibundanya Rasul Cinta, redalah segala kebrutalan politik, ekonomi, dan budaya. Bahkan, bisa seperti pegadaian nasional: mengatasi masalah tanpa masalah. ”Tetapi, kalau perubahan itu tak terjadi, berarti bukan Jibril, Maryam, dan Imam Mahdi lho Mbak…”

Dan, last but not least, kalau Malaikat Jibril yang berkiprah di Indonesia: Polri jangan coba-coba berurusan dengan beliau. Rumah penjara jangan bangga mengurungnya. Karena Jibril itu makhluk nonmateri, bahkan bukan sekadar makhluk-frekuensi: Jibril adalah sebagian output dari Ilmu Cahaya yang dahsyat, yang Einstein keserempet sedikit—meski beliau mandek tak sampai ke Ufuk Penghabisan, Sidratul Muntaha, di mana ”Cahaya Terpuji” (Nur Muhammad) terpaksa meninggalkannya untuk bertatap wajah langsung dengan Tuhan.

Jibril tak bisa dikurung di Cipinang, bahkan tak juga bisa dihadang oleh hukum ruang dan waktu. Tetapi, sekurang-kurangnya, jika ia masuk bui lagi, bersama napi lain bisa bikin Majlis Ta’lim khusus mempelajari sejarah dan epistemologi: dilacak dengan saksama apa sih sebenarnya ”wahyu”, bedanya apa dengan hidayah, ilham, ma’unah, fadhilah, karomah. Apa gerangan ”mukjizat”, ”Ruh al-Quddus”, ”Adn”, ”Din”, ”Agama”, dan sebagainya. Supaya kalau ada rasa manis hinggap di lidah, tidak langsung bilang itu gula.

Emha Ainun Nadjib Budayawan
Kompas, Sabtu, 20 Desember 2008

Labels:

posted by .:: me ::. @ 11:20:00 AM   0 comments

Penyembuhan, Perdamaian, Pencerahan
Oleh: Gede Prama

Kasih Ibu kepada beta/Tak terhingga sepanjang masa/Hanya memberi tak akan kembali/ Bagai sang surya menyinari dunia

Langkah PBB mengadakan dialog antaragama (13/11/2008) patut dihargai. Membuat 70 kepala negara menandatangani deklarasi perdamaian tentu sebuah prestasi. Namun, membuat deklarasi menjadi aksi, itu lain lagi sebab deklarasi dan aksi tidak selalu sejalan.

Hanya dua pekan seusai penandatanganan deklarasi perdamaian (27/11/2008), senjata teroris mencabut nyawa manusia di Mumbai, India. Kemarahan bak mesin kekerasan yang mengalahkan segalanya. Pada titik ini, mungkin bijaksana belajar mengonstruksi perdamaian dengan fondasi penyembuhan.

Penyembuhan holistik

Banyak guru sepakat, kekotoran batin (keserakahan, kemarahan, dan ketidaktahuan) itulah penyakit sesungguhnya. Maka, dalam tataran rendah, seseorang disebut sembuh secara spiritual bila sadar bahayanya kekotoran batin. Kesadaran, itulah penjaganya. Pada tingkatan sedang, seseorang mulai lapar berbuat baik. Pada tingkat tinggi, dualitas kebaikan kejahatan terlampaui. Semua datang dan pulang ke tempat yang sama sehingga tidak ada lagi hal luar yang membuat batin mudah membakar.

Maka, mudah dimengerti bila Martin Luther King Jr mengemukakan, ”Happiness depended on healing the whole situation.” Atau Pema Chodron: To be healed, everyone has to be healed. Dengan kata lain, penyembuhan holistik lebih mungkin terjadi saat manusia sadar dirinya tidak terpisah dengan yang lain.

Di Timur, kata yang banyak dikagumi adalah bodhi (bangun). Bangun dari ilusi jika ada diri yang terpisah. Karena batin belum bangun, lalu ada orang bertindak jahat.

Selain kesadaran dan kesabaran, penting mengajarkan pemahaman jika semuanya serba terhubung. Matinya kupu-kupu di Bali memengaruhi suasana hati manusia di Vancouver. Fisikawan Fritjof Capra menyebutnya the hidden connections. Antropolog sosial Gregory Bateson merumuskan sebagai the pattern that connects. Ia yang paham akan hal ini, jangankan membunuh manusia, menginjak rumput pun harus minta maaf.

Penggembala domba

Dalam peta dunia yang ditandai berlimpahnya kekerasan, kehidupan memerlukan banyak penyembuh. Ada tiga tipe penyembuh: raja, kapten kapal, dan penggembala domba.

Dalam tipe raja, seseorang bisa menyembuhkan jika sudah tersembuhkan. Dalam pola kapten kapal, kita berlayar bersama, sampai di tanah penyembuhan bersama. Dalam kehidupan penggembala domba, ia harus yakin kalau semua domba bisa makan, baru kemudian gembala makan bagi dirinya.

Pola penggembala domba adalah yang paling mulia, sekaligus paling mungkin dilakukan banyak orang. Tidak perlu tersembuhkan dulu hanya untuk melakukan apa yang ditugaskan kehidupan sebaik-baiknya.

Yang punya taman menata tamannya sehijau dan seindah mungkin, ada sejumlah kupu, semut, cacing, kodok, dan tidak terhitung makhluk yang hidup di sana. Yang punya media (surat kabar, radio, dan televisi) menggunakannya untuk menyejukkan hati banyak orang. Yang punya jabatan (presiden, gubernur, bupati, dan lainnya) menggunakan jabatan untuk mengurangi kemiskinan. Yang punya anak menyayangi anaknya. Inilah sebagian contoh nyata bagaimana menjadi penggembala domba.

Ia yang menyediakan hidupnya untuk penyembuhan pihak lain suatu saat tidak saja ikut sembuh dan damai, tetapi juga mengalami ultimate healing (pencerahan). Meminjam bahasa orang bijaksana: ”dalam memberi, manusia tersembuhkan”. Dengan demikian, orang biasa juga bisa membuat sesuatu yang berbeda dengan membuat dirinya terhubung melalui pemberian dan perhatian.

Seorang kawan di Barat berpesan, ”The most significant step one can make toward global peace is to soften our heart”. Membuat hati menjadi lembut, itulah peran terbesar yang bisa diberikan pada perdamaian global. Hasilnya, manusia bisa terhubung dengan bagian kehidupan yang teduh sekaligus menyentuh.

Mirip kepompong yang keluar dari rumahnya, lalu terbang menjadi kupu-kupu seperti sudah memiliki semua yang ada di alam, demikian juga manusia yang tekun menjadi penggembala domba. Keberaniannya keluar dari rumah kecil keakuan (diri yang terpisah), lalu membuatnya keluar terbang memasuki alam pencerahan. Tidak saja sembuh, damai, dan tercerahkan, tetapi seperti kupu-kupu, semua yang ada di alam menjadi ”miliknya”.

Mirip lagu anak-anak di awal. Ia yang tercerahkan menjadi ibu bagi semua. Serta sadar makhluk hidup penyebab pencerahan. Saat mereka mengganggu, sebenarnya sedang mengajarkan kesabaran. Saat mereka menderita, sebenarnya sedang membangkitkan welas asih kita. Duka mereka duka kita. Ikut berduka atas tragedi kemanusiaan di Mumbai, India.

Gede Prama Bekerja di Jakarta, Tinggal di Bali Utara
Kompas, Sabtu, 20 Desember 2008

Labels:

posted by .:: me ::. @ 8:28:00 AM   0 comments

Perjuangan Hidup
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh Andrie Wongso

Dikisahkan, ada seekor anjing yang masih muda dan terkenal dengan keangkuhannya. Dia merasa dirinya gagah, berani, gesit, dan cepat dalam berlari serta pandai dalam memburu mangsa sasarannya.

Suatu siang yang terik, si anjing yang terbangun dari tidur nyenaknya memutuskan hari ini dia ingin berburu dan menyantap binatang kesukaannya yakni seekor kelinci putih yang masih muda. Hem...air liurnya segera menetes membayangkan nikmatnya daging hasil buruannya. Saat berlari-lari kecil untuk memulai hari perburuannya, tidak lama kemudian, dia melihat seekor tikus berlari melintas di depannya. Dengan iseng, dikejarnya si tikus, ditangkap dengan kuku kakinya yang tajam, tikus yang ketakutan dipermainkan dengan gembira dan setelah puas bermain, si tikus pun dilepas diiringi suara raungan si anjing untuk menakut-nakutinya.

Setelah melihat tikus yang lari ketakutan, ekor si anjing kembali melambai santai. Dia melanjutkan perjalannya sambil mewaspadai setiap gerakan di sekelilingnya, tekadnya kuat untuk mencari kelinci walaupun perutnya terasa makin melilit karena kelaparan. Setelah cukup lama waktu berlalu, akhirnya dia berhasil menemukan si kelinci dan segera terjadilah kejar kejaran yang seru di antara mereka.

Kelinci yang ketakutan mengerahkan segenap tenaga dan kekuatannya berusaha menyelamatkan diri. Tanpa mempedulikan lagi segala rasa sakit akibat luka-luka di sekujur tubuhnya akibat dari menerjang dan menerobos setiap semak berduri yang dilaluinya. Hingga tiba-tiba dilihatnya sebuah lubang di tepi tebing segera dilemparkan tubuhnya masuk ke lubang gelap itu. Si anjing yang kehilangan jejak sibuk menggonggong dan mengais di sekitar lubang tetapi tubuh dan kakinya tidak cukup panjang untuk meraih kelinci di dalam lubang.

Di saat yang bersamaan, anjing melihat seekor ayam di sekitar situ. Dengan segera ditangkap dan dijadikanlah mangsa. Anjing yang kelaparan tidak lagi memperdulikan apa yang menjadi makanannya. Seekor anjing tua yang menyaksikan semua ulah si anjing muda menertawakannya. "Hahaha.... Anak muda jika semua penghuni hutan tahu, apakah Kamu tidak malu? Kesombongan dan kehebatan larimu ternyata dikalahkan oleh kelinci. Taukah Kau, kenapa seekor kelinci bisa mengalahkanmu?" Sambil tertunduk malu si anjing muda menggelengkan kepala, "Karena kelinci berlari demi mempertahankan hidupnya. Sedangkan Kamu berlari untuk sekedar mengejar kesenangan dan memenuhi rasa laparmu. Kalian sama-sama berlari tetapi mempunyai motivasi yang sangat berbeda. Maka tidak heran si kelinci berhasil lolos dari kejaranmu karena kelinci berjuang untuk hidupnya."

Pembaca yang budiman,
Seperti saat kelinci di hadapan pada kondisi terpepet dikejar oleh anjing dengan segenap tenaga si kelinci berjuang penuh totalitas sehingga bisa lolos dari kematian. Demikian pula perjuangan manusia di kehidupan ini, sering kita dihadapkan pada kondisi terjepit, stagnan, mundur. Kalau mental kita tidak kuat maka cenderung berhenti berusaha akhirnya yang ada tinggal depresi dan keputusaasaan yang berkepanjangan.

Dalam menghadapi krisis apa pun sedapat mungkin kita harus tanggap, responsif, proaktif, dan berani menghadapi kenyataan itu. Dengan determinasi yang tinggi dan keberanian, kita akan mampu keluar dari krisis dan sekaligus tampil sebagai pemenang.

Labels:

posted by .:: me ::. @ 9:23:00 PM   0 comments
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog