:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Simfoni di Dalam Diri
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh Gede Prama

Ada sebuah institusi sosial yang menyelamatkan peradaban dalam waktu lama sedang mengalami keruntuhan. Institusi itu bernama keluarga. Disebut menyelamatkan peradaban karena di keluarga kita lahir, bertumbuh, menjadi tua, dan akhirnya mati. Lebih dari itu, di keluarga juga sebagian besar kekurangan disempurnakan.

Bersamaan dengan runtuhnya bangunan keluarga (melalui perceraian, menurunnya respek masyarakat, dan semakin minimnya tokoh yang menjadi contoh dalam hal ini), di mana-mana kehidupan ditandai oleh lingkungan yang semakin panas.

Di kantor panas oleh perebutan kekuasaan, di jalan panas oleh kemacetan, bahkan sebagian tempat ibadah pun sudah mulai kehilangan kesejukan. Sejumlah media cetak, radio, dan televisi hanya memberitakan sesuatu yang panas. Yang sejuk-sejuk tidak termasuk dalam klasifikasi berita. Jadi, tidak terbayang panasnya wajah peradaban. Di satu sisi cuaca di luar memanas, di lain sisi keluarga mulai kehilangan atap yang menyejukkan.

Lahan penerimaan

Ketika sayur-sayuran ditanam kemudian gagal bertumbuh segar, manusia otomatis mencari sebabnya pada kekeliruan-kekeliruan kita sendiri. Namun, begitu berhadapan dengan orang lain, terlalu sering dalam kehidupan, manusia mencari kesalahannya pada orang lain. Bukan mencari kekeliruan-kekeliruan yang kita lakukan, sebagaimana ketika berhadapan dengan tetumbuhan.

Diterangi cahaya pemahaman seperti ini, tidak elok bila menimpakan seluruh kekeliruan kepada Descartes yang mengultuskan ”aku” mulai ratusan tahun lalu, pada kapitalisme yang membuat semuanya jadi materialistik. Serupa dengan logika sayuran tadi, mari kita cari sebab-sebab dalam diri yang membuat semua ini terjadi.

Bila diandaikan dengan daun kelapa yang bergoyang, goncangan kehidupan manusia sekarang memang jauh lebih keras. Bahayanya, sudah tambah berguncang kemudian berpegangan pada sesuatu yang bergoyang kencang.

Di dalam diri, manusia labil oleh ketersinggungan, kemarahan, kecemburuan. Pada saat yang sama, nyaris semua hal luar (termasuk rumah dan keluarga) mengalami guncangan-guncangan. Oleh karena itulah, membangun rumah dan keluarga yang sejuk menjadi sebuah isu penting pada zaman ini.

Sebagaimana rumah sesungguhnya, kekokohannya bergantung pada seberapa kuat fondasinya. Bila boleh jujur, kenapa fondasi banyak rumah keluarga demikian keropos, karena dimulai dengan keserakahan hanya mau kelebihan, menolak kekurangan. Belajar dari sinilah, maka penting menata ulang rumah keluarga dengan belajar saling menerima kekurangan.

Rumah mana pun akan indah menawan bila setiap kali pulang ke rumah kita saling menyirami. Seperti pohon yang kekeringan di musim kemarau (konflik di kantor, macet di jalan), demikianlah keadaan emosi tatkala pulang ke rumah. Betapa indahnya kemudian bila kita saling menyirami di rumah (baca: menerima kekurangan). Inilah bibit-bibit cinta yang menawan. Cinta yang mekar dari kesadaran bahwa semua punya kekurangan, semua membutuhkan siraman-siraman.

Mengalir bersama simfoni

Sulit membayangkan mekarnya bunga-bunga cinta kalau hubungan dimulai dengan harapan orang harus sempurna. Sebagaimana alam yang memeluk dualitas sama mesranya (musim hujan rumput menghijau, musim kemarau bunga-bunga bermekaran), cinta baru mulai tumbuh dalam totalitas. Dalam kelebihan ada kekurangan, dalam kekurangan ada kelebihan (love as a totality).

Kebanyakan kecelakaan kehidupan (perceraian, peperangan, perkelahian, kerusuhan) berasal dari mau kelebihan tidak mau kekurangan. Bila ada seribu laki-laki berkumpul, kemudian ditanya siapa yang mau menerima kecantikan dan kebaikan istri, kemungkinan besar semua orang akan angkat tangan. Namun, bila ditanya, siapa yang mau menerima (maaf) kecerewetan dan kekerasan istri, jika ada yang menaikkan tangan, dengan mudah dituduh kurang waras. Atau sekurang-kurangnya dicurigai menjadi ketua dewan pembina ISTI (ikatan suami terinjak-injak istri).

Di tengah hamparan bahan-bahan kosmik seperti ini, suatu sore seorang putri bertanya kepada papanya tentang rumah (home), terutama setelah lama ia lelah mencari. Dengan tersenyum papanya berbisik, ”Home is not a place. It is a journey. Those who totally flow with the journey, they’re at home already.” Rumah indah kehidupan bukanlah tempat, ia adalah perjalanan itu sendiri. Siapa yang mengalir penuh harmoni dengan keseharian, ia sudah sampai di rumah.

Seperti belum jelas dengan jawaban tadi, putri ini bertanya lagi, apa cahaya penerangnya agar rumah ditemukan? Dengan lembut papanya berbisik, ”The light is not outside. It is within your love. Those who are full of love see light everywhere.” Cahaya penerangnya tidak di luar. Ia tersembunyi dalam keseharian yang penuh cinta. Siapa saja yang melangkah dengan penuh cinta, perjalanannya terang benderang.

Lebih dari sekadar terang, sebagaimana pengalaman para master, kehidupan menjadi seperti simfoni indah yang dibentuk berbagai alat musik. Benar-salah, sukses-gagal, semuanya mengukir keindahan.

Ada yang bertanya, bila ada simfoni di dalam diri, lantas siapa dirigennya? Bertanya tentu tidak dilarang. Namun, yang perlu diwaspadai, siapa yang menunggangi pertanyaan. Kerap ada keraguan, kadang ada ketakutan, ada waktunya pertanyaan didorong keingintahuan, sering pertanyaan ditunggangi kecurigaan. Keraguan, ketakutan, apalagi kecurigaan, hanyalah tanda bahwa seseorang masih jauh dari rumah. Keingintahuan adalah pikiran yang lapar. Dalam banyak kehidupan, pikiran lapar adalah awal keguncangan-keguncangan.

Jadi, bisa dimaklumi bila para guru yang sudah lama tinggal di rumah, menyatu dengan rumah, hanya mengenal dua bahasa, silent and smile. Senyuman pertanda persahabatan dengan kehidupan. Keheningan tanda tidak ada lagi yang diragukan.

Mungkin itu sebabnya Zenkei Shibayama memberi judul karyanya A Flower does not talk. Bunga mekar dalam keheningan, layu dalam keheningan. Bisa jadi ini juga alasan tatkala murid-muridnya berselisih paham, Buddha Gautama memilih berdiam diri di hutan bersahabatkan gajah dan pepohonan. Perhatikan apa yang ditulis Rumi dalam Masnavi: The wages of religion are love, inner rapture. Upah buat mereka yang tekun berjalan ke dalam adalah cinta, rasa terpesona dari dalam yang tidak terucapkan.

Inilah simfoni di dalam diri. Simfoni yang membuat batin beristirahat sempurna dalam hening. Apa yang ditakuti manusia sebagai kematian, ia sesederhana daun jatuh dari rantingya.

Oleh: Gede Prama Bekerja di Jakarta; Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara
Sumber: Kompas, Sabtu, 7 Juni 2008

Labels:

posted by .:: me ::. @ 7:13:00 PM   0 comments

Melepaskan Sakit Hati
<$BlogDateHeaderDate$>
"No one can make you jealous, angry, vengeful, or greedy – unless you let him. – Tak seorangpun membuat Anda cemburu, marah, mendendam, atau rakus – kecuali Anda mengijinkannya." ~ Napoleon Hill

Dalam pergaulan sehari-hari wajar jika kita tidak selalu bersanding dengan kemesraan bersama teman-teman maupun keluarga, kerabat, kolega bisnis, dan lain sebagainya. Ada kalanya terjadi benturan kecil atau besar. Tak jarang kita juga bertemu dengan orang-orang yang bersikap negatif, misalnya senang menghina, ikut campur urusan pribadi, memotong pembicaraan, merusak kebahagiaan, menghancurkan impian, senang menertawakan merendahkan, dan lain sebagainya. Benturan-benturan maupun sikap negatif tersebut dapat menimbulkan sakit hati yang luar biasa.

Tidak semua orang di antara kita berjiwa besar untuk melepaskan sakit hati tersebut. Meskipun demikian, usahakan untuk melepaskan sakit itu secepat mungkin sebelum meracuni jiwa kita. Pengalaman di sepanjang hidup saya memberikan pelajaran berharga bahwa memelihara sakit hati hanya menimbulkan kerugian dan kesulitan belaka.

Sebuah kisah berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran yang lebih jelas betapa tidak enaknya menyimpan rasa sakit hati. Dikisahkan tentang seorang guru yang memberikan tugas cukup unik kepada para anak didiknya untuk mata pelajaran budi pekerti. Hari itu siswanya di kelas 3 SD diminta untuk memasukkan kentang ke dalam sebuah kantong plastik, sesuai dengan jumlah orang yang tidak disukai. Jika siswa membenci banyak orang, maka semakin banyak pula kentang yang ia masukkan ke dalam plastiknya.

Tugas selanjutnya adalah para siswa diwajibkan membawa kentang-kentang tersebut ke mana pun mereka pergi selama satu minggu. Hari pertama, kedua dan ketiga para siswa masih belum banyak mengeluh. Tetapi menginjak hari ke-4 sampai hari ke-6, hampir seluruh siswa itu mengeluh, karena merasa sangat tersiksa membawa beban yang cukup berat apalagi kentang-kentang itu mulai membusuk dan berbau. Setelah satu minggu barulah kentang-kentang itu dilepaskan, murid-murid itu pun merasa sangat lega.

Kisah tersebut mengisyaratkan alangkah ruginya menyimpan rasa sakit hati terus-menerus. Salah satunya mungkin sakit hati itu menyebabkan tubuh kita menjadi cepat letih dan sakit. Selanjutnya, menyimpan rasa sakit hati dapat menghambat upaya kita mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan usaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Sebaliknya, bila kita berbesar hati melepaskan sakit hati itu maka kita akan lebih mudah memetik manfaat darinya. Meskipun usaha itu tidak mudah, tetapi selama Anda berkemauan maka tidak akan ada yang sulit. Semoga beberapa tip berikut ini memudahkan usaha Anda melepaskan diri dari rasa sakit hati.

Berbicara tentang upaya melepaskan diri dari sakit hati tentunya kita harus terlebih dahulu menjernihkan hati kita agar dapat memandang persoalan dengan jernih pula. Koreksilah diri sendiri, bersihkan hati dari kotoran temasuk iri, dengki, sirik, pelit, culas, dan lain sebagainya. Pastikan bukan diri Anda sebenarnya yang keliru atau terlalu sensitif, sehingga orang lain berbuat sesuatu yang wajar saja tetapi bagi Anda sudah menyakitkan hati.

Bila hati nurani sudah dapat memastikan tidak ada yang salah dalam diri Anda, maka cara yang dapat Anda tempuh untuk melepaskan sakit adalah tersenyum tulus dan selalu menampilkan wajah ceria untuk melepaskan sakit hati terhadap orang yang sudah menyakiti hati Anda. Karena tanpa mereka sadari sebenarnya sikap buruk mereka justru mengasah hati nurani Anda semakin tajam. Anda sudah merasakan betapa tidak enaknya dihina, dihasut, difitnah, dimanfaatkan, dan lain sebagainya, sehingga Anda tidak akan berani melakukan sikap buruk yang sama. Secara tidak langsung mereka sudah menyebabkan kebaikan-kebaikan di dalam hati nurani Anda semakin indah terpancar dalam sikap maupun perbuatan Anda.

Berusahalah bersikap manis sebagai bentuk terima kasih kepada orang yang sudah menyebabkan Anda sakit hati. Bagaimanapun juga, mereka sudah menginspirasi Anda untuk mendidik diri sendiri maupun keturunan Anda untuk tidak melakukan sikap serupa. Sehingga, diri Anda maupun keturunan Anda nanti lebih terkontrol untuk tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti orang lain.

Tanamkan dalam pikiran Anda bahwa orang-orang yang sudah menyakiti hati Anda itu memiliki andil yang sangat besar membesarkan tekad dan kemampuan Anda. Mereka sudah membuat Anda memiliki pribadi yang kuat dan sabar. Sehingga, Anda tidak mudah goyah menghadapi situasi sesulit apa pun dalam upaya mengejar cita-cita dan menjadi orang yang hebat.

Ini pengalaman pribadi ketika saya bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia belasan tahun yang lalu. Seseorang sudah berbuat culas, sehingga karier dan investasi yang saya bangun dengan susah payah hancur lebur tak bersisa dalam sekejap mata. Terus terang waktu itu saya sangat terpukul dan sakit hati atas perbuatannya.

Cukup lama saya menyimpan rasa sakit hati pada atasan saya tersebut. Tetapi kemudian, saya berpikir alangkah bodohnya membiarkan kebencian merasuki pikiran saya. Susah payah saya merasakan sakitnya hati, sedangkan dia tidak ikut merasakan penderitaan saya.

Sejak saat itu saya bertekad untuk melupakan semua kenangan buruk dengan menumpahkan seluruh kekesalan pada selembar kertas lalu membakarnya. Saya bertekad bahwa kebencian saya harus lenyap seperti hancurnya kertas itu dimakan api. Memori akan perlakuan buruk itu saya jadikan semangat untuk memperbaiki keadaan, membangun usaha sampai akhirnya saya memiliki bisnis seperti sekarang ini.

Saya ingin menyimpulkan bahwa solusi paling tepat untuk melepaskan sakit hati sebenarnya hanyalah mengubah api kebencian itu menjadi api semangat untuk berbenah diri. Lepaskanlah sakit hati agar langkah Anda semakin ringan untuk mengejar impian yang lebih besar dan berarti dalam hidup Anda. Melepaskan sakit hati memungkinkan Anda menjadi manusia lebih baik dan hebat.

Sumber: Melepaskan Sakit Hati oleh Andrew Ho, seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku bestseller.

Labels:

posted by .:: me ::. @ 8:54:00 AM   0 comments
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog