:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Mengolah Kebakaran Menjadi Keteduhan
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Gede Prama
Kompas, Sabtu, 13 September 2008

Teriakan ”kebakaran, kebakaran” merupakan ekspresi panik tiap manusia yang rumahnya terbakar.

Hal serupa juga terjadi dalam peradaban manusia. Di mana- mana terjadi kebakaran. Jangankan pengusaha dan politisi yang dari asalnya sudah dibakar uang dan kekuasaan, para intelektual, seniman, bahkan dalam beragama pun banyak manusia terbakar. Jangankan negara berkembang yang baru mengenal pendidikan dan demokrasi, AS yang duduk lama sebagai guru dunia mengalami ribuan kasus pelecehan agama setiap tahun.

Akibatnya, sejarah seperti bergerak dari satu kebakaran ke kebakaran lain. Bunda Theresa punya pendapat menarik, The problem of the world is that we draw too narrow line on our concept of family. Tidak saja dalam konsep keluarga manusia mengalami penyempitan dan kepicikan, nyaris dalam segala hal terjadi penyempitan dan kepicikan. Dulu, hubungan sepupu itu dekat. Kini, banyak orang yang bersaudara kandung pun menjadi jauh. Dulu, begitu mudah membuat keputusan untuk kepentingan bersama. Kini, yang sederhana pun dibikin rumit. Akibatnya, terlalu banyak titik api dalam kehidupan manusia.

Api menjadi air

Salah satu perlambang alam yang membawa kesejukan adalah air yang secara kimiawi dirumuskan, H20. Hidrogen adalah bahan yang mudah terbakar. 0ksigen adalah yang memungkinkan kebakaran terjadi. Uniknya, ketika dua bahan sama-sama dekat api ini tepat diramu, ia menjadi air yang sejuk, teduh, dan lembut.

Ini memberi inspirasi, lingkungan boleh penuh kebakaran, zaman boleh berputar putaran yang banyak apinya, tetapi bila semua diolah secara tepat, manusia bisa mengalami hidup penuh keteduhan, kesejukan. Perhatikan banyak manusia yang tekun berlatih di jalan spiritual (zikir, kontemplasi, yoga, meditasi, dan lain-lain) sebelum berlatih banyak yang hidupnya terbakar. Namun, bahan-bahan kehidupan yang membakar itu diolah dengan latihan spiritual, banyak yang hidupnya menjadi teduh, sejuk, dan lembut.

Pema Chodron dalam When Things Fall Apart adalah contoh indah. Setelah 20 tahun lebih sebagai ibu rumah tangga, tiba-tiba hidupnya terbakar perceraian. Kebakaran ini membawanya berkenalan dengan meditasi. Di pusat-pusat meditasi umumnya, tangga pertama adalah etika dan tata susila. Ketekunan latihan yang dibimbing etika menghantar seseorang mengalami konsentrasi (semadi). Ia yang sering mengalami konsentrasi, suatu saat dibukakan pintu sejuk kebijaksanaan. Dalam pengalaman Pema Chodron, tak saja hidupnya menjadi sejuk dan lembut, bahkan diakui sebagai salah satu meditation master.

Thich Nhat Hanh dalam retretnya pernah cerita sampah dan bunga. Manusia yang terbakar punya ciri sama: serakah mau bunga, mencampakkan sampah. Menerima teman membuang musuh. Teman ibarat bunga, musuh ibarat sampah. Bunga yang tidak terawat baik besok jadi sampah. Sampah (asal bisa merawatnya) akan menjadi bunga.

Cara terbaik mengolah sampah kehidupan menjadi bunga indah kehidupan adalah dengan menerapkan etika dan tata susila. Hentikan kejahatan, perbanyak kebajikan, murnikan pikiran. Tidak kebetulan jika kemudian kata sila dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang membuat seseorang menjadi sejuk dan lembut.

Tidak sedikit guru yang menyebut ini sebagai jantung spiritualitas: bersihkan batin dari segala kekotoran (keserakahan, kemarahan, kebencian), lalu lihat dan rasakan sendiri bagaimana pintu keteduhan terbuka.

Memberi itu menyejukkan

Menyusul berita perampokan disertai pembunuhan di Jawa Tengah, seorang guru di Mendut ditanya muridnya apakah beliau mengenal korban perampokan. Guru ini menjawab dengan lembut, ”Sakit fisik (sebagaimana dialami korban perampokan) menimbulkan rasa kasihan. Sakit mental (sebagai sebab seseorang merampok) menimbulkan kebencian. Rasa kasihan maupun kebencian, keduanya kekotoran batin. Pancarkan sinar kasih pada keduanya.” Inilah ciri manusia yang sudah bisa mengolah kebakaran menjadi keteduhan: tidak serakah memilih baik di atas buruk, lalu memancarkan sinar kasih kepada siapa saja.

Dalam pemahaman seperti ini, masalah akan datang, godaan juga berkunjung, tetapi yang penting adalah bagaimana mengolahnya. Thich Nhat Hanh mengajarkan, saat hidup penuh bunga (baca: kaya, dipuja), jangan lupa semua bunga akan jadi sampah. Bila hidup penuh sampah (baca: cacian, hujatan), ingatlah untuk mengolahnya menjadi bunga.

Di tangan manusia yang cermat, sampah diolah menjadi bunga. Tak setitik debu pun tidak berguna. Larry Rosenberg memberi judul karyanya Living in the light of death. Dalam batin jenis ini, kematian pun menjadi cahaya penerang perjalanan. Perhatikan kesimpulan Larry Rosenberg: ”The awakened mind is the mind that is intimate with all things”. Batin tercerahkan adalah batin yang bersahabat dengan semua, termasuk dengan kematian.

Seorang wartawati AS yang bertugas ke Israel berjumpa dengan orang yang berdoa menghadap tembok pada pagi-sore tanpa henti setiap hari. Saat ditanya sudah berapa lama berdoa seperti ini, ia menjawab lebih dari 25 tahun. Saat ditanya hasilnya, ia bergumam: ”ada yang berdoa saja dunia seperti ini, tidak terbayang wajah kehidupan bila tidak ada yang berdoa”. Inilah wajah lain batin yang sejuk: berdoa untuk keselamatan semua.

Sejumlah sahabat bertanya, ada apa di Bali sehingga mudah menimbulkan kedamaian. Sebagaimana diajarkan tetua di Bali, hidup adalah persembahan. Untuk itu, mengerti tidak mengerti, berbuah tidak berbuah, ribuan orang Bali melakukan persembahan setiap hari. Tidak hanya sesajen sebagai persembahan, bertani, menari, memukul gamelan, semua adalah persembahan.

Dalam klasifikasi sederhana, persembahan luar (outer offering) adalah sesajen. Persembahan dalam (inner offering) adalah pikiran, kata-kata, dan tindakan yang teduh. Persembahan terdalam (innermost offering) hanya boleh diceritakan di antara para guru. Yang boleh dibuka hanya batin jadi teduh. Charlotte Joko Beck dalam Nothing Special menyimpulkan: practice is giving. Memberikan itu menyejukkan. Itu sebabnya manusia berlatih berbahagia dalam memberikan.

Gede Prama Bekerja di Jakarta, Tinggal di Desa Tajun Bali Utara

Labels:

posted by .:: me ::. @ 7:28:00 AM   0 comments

Kerja Adalah Kehormatan
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Andrie Wongso

Seorang eksekutif muda sedang beristirahat siang di sebuah kafe terbuka. Sambil sibuk mengetik di laptopnya, saat itu seorang gadis kecil yang membawa beberapa tangkai bunga menghampirinya.

”Om beli bunga Om.”
”Tidak Dik, saya tidak butuh,” ujar eksekutif muda itu tetap sibuk dengan laptopnya.
”Satu saja Om, kan bunganya bisa untuk kekasih atau istri Om,” rayu si gadis kecil.
Setengah kesal dengan nada tinggi karena merasa terganggu keasikannya si pemuda berkata, ”Adik kecil tidak melihat Om sedang sibuk? Kapan-kapan ya kalo Om butuh Om akan beli bunga dari kamu.”

Mendengar ucapan si pemuda, gadis kecil itu pun kemudian beralih ke orang-orang yang lalu lalang di sekitar kafe itu. Setelah menyelesaikan istirahat siangnya, si pemuda segera beranjak dari kafe itu. Saat berjalan keluar ia berjumpa lagi dengan si gadis kecil penjual bunga yang kembali mendekatinya. ”Sudah selesai kerja Om, sekarang beli bunga ini dong Om, murah kok satu tangkai saja.” Bercampur antara jengkel dan kasihan si pemuda mengeluarkan sejumlah uang dari sakunya.

”Ini uang 2000 rupiah buat kamu. Om tidak mau bunganya, anggap saja ini sedekah untuk kamu,” ujar si pemuda sambil mengangsurkan uangnya kepada si gadis kecil. Uang itu diambilnya, tetapi bukan untuk disimpan, melainkan ia berikan kepada pengemis tua yang kebetulan lewat di sekitar sana.

Pemuda itu keheranan dan sedikit tersinggung. ”Kenapa uang tadi tidak kamu ambil, malah kamu berikan kepada pengemis?” Dengan keluguannya si gadis kecil menjawab, ”Maaf Om, saya sudah berjanji dengan ibu saya bahwa saya harus menjual bunga-bunga ini dan bukan mendapatkan uang dari meminta-minta. Ibu saya selalu berpesan walaupun tidak punya uang kita tidak bolah menjadi pengemis.”

Pemuda itu tertegun, betapa ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari seorang anak kecil bahwa kerja adalah sebuah kehormatan, meski hasil tidak seberapa tetapi keringat yang menetes dari hasil kerja keras adalah sebuah kebanggaan. Si pemuda itu pun akhirnya mengeluarkan dompetnya dan membeli semua bunga-bunga itu, bukan karena kasihan, tapi karena semangat kerja dan keyakinan si anak kecil yang memberinya pelajaran berharga hari itu.

Tidak jarang kita menghargai pekerjaan sebatas pada uang atau upah yang diterima. Kerja akan bernilai lebih jika itu menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun peran dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh akan memberi nilai kepada manusia itu sendiri. Dengan begitu, setiap tetes keringat yang mengucur akan menjadi sebuah kehormatan yang pantas kita perjuangan.

Labels:

posted by .:: me ::. @ 3:19:00 PM   0 comments

Bersyukur dan Berjuang
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Andrie Wongso

Alkisah, di beranda belakang sebuah rumah mewah, tampak seorang anak sedang berbincang dengan ayahnya. "Ayah, nenek dulu pernah bercerita kepadaku bahwa kakek dan nenek waktu masih muda sangat miskin, tidak punya uang sehingga tidak bisa terus menyekolahkan ayah. Ayah pun harus bekerja membantu berjualan kue ke pasar-pasar."Apa betul begitu, Yah?" tanya sang anak.

Sang ayah kemudian bertanya, "Memang begitulah keadaannya, Nak. Mengapa kau tanyakan hal itu anakku?"

Si anak menjawab, "Aku membayangkan saja ngeri, Yah. Lantas, apakah Ayah pernah menyesali masa lalu yang serba kekurangan, sekolah rendah dan susah begitu?"

Sambil mengelus sayang putranya, ayah menjawab, "Tidak Nak, ayah tidak pernah menyesalinya dan tidak akan mau menukar dengan apa pun masa lalu itu. Bahkan, ayah mensyukurinya. Karena, kalau tidak ada penderitaan seperti itu, mungkin ayah tidak akan punya semangat untuk belajar dan bekerja, berjuang, dan belajar lagi, hingga bisa berhasil seperti saat ini."

Mendapat jawaban demikian, si anak melanjutkan pertanyaannya, "Kalau begitu, aku tidak mungkin sukses seperti Ayah, dong?"

Heran dengan pemikiran anaknya, sang ayah kembali bertanya, "Kenapa kau berpikir tidak bisa sukses seperti ayah?"

"Lho, kata Ayah tadi, penderitaan masa lalu yang serba susahlah yang membuat Ayah berhasil. Padahal, aku dilahirkan dalam keluarga mampu, kan ayahku orang sukses," ujar si anak sambil menatap bangga ayahnya. "Ayah tidak sekolah tinggi, sedangkan Ayah menyuruhku kalau bisa sekolah sampai S2 dan menguasai 3 bahasa, Inggris, Mandarin, dan IT. Kalau aku ingin sukses seperti Ayah kan nggak bisa, dong. Kan aku nggak susah seperti Ayah dulu?"

Mengetahui pemikiran sang anak, ayah pun tertawa. "Hahaha, memang kamu mau jadi anak orang miskin dan jualan kue?" canda ayah.

Digoda sang ayah, si anak menjawab, "Yaaaah, kan udah nggak bisa memilih. Tapi kayaknya kalau bisa memilih pun, aku memilih seperti sekarang saja deh. Enak sih, punya papa mama baik dan mampu seperti papa mamaku hehehe."

Sang ayah lantas melanjutkan perkataannya, "Karena itulah, kamu harus bersyukur tidak perlu susah seperti ayah dulu. Yang jelas, siapa orangtua kita dan bagaimana keadaan masa lalu itu, kaya atau miskin, kita tidak bisa memilih, ya kan? Maka, ayah tidak pernah menyesali masa lalu. Malah bersyukur pada masa lalu yang penuh dengan penderitaan, dari sana ayah belajar hanya penderitaan hidup yang dapat mengajarkan pada manusia akan arti keindahan dan nilai kehidupan. Yang jelas, di kehidupan ini ada hukum perubahan yang berlaku. Kita bisa merubah keadaan jika kita mau belajar, berusaha, dan berjuang habis-habisan. Tuhan memberi kita segala kemampuan itu, gunakan sebaik-baiknya. Dimulai dari keadaan kita saat ini, entah miskin atau kaya. Niscaya, semua usaha kita diberkati dan kamu pun bisa sukses melebihi ayah saat ini. Ingat, teruslah berdoa serta berusaha. Belajar dan bekerjalah lebih keras dan giat. Maka, cita-citamu akan tercapai."

Pembaca yang budiman,
Pikiran manusia tidak mungkin mampu menggali dan mengetahui rahasia kebesaran Tuhan. karena itu, sebagai manusia (puk nen sien cek) kita tidak bisa memilih mau lahir di keluarga kaya atau miskin. Kita juga tak bisa memilih lahir di negara barat atau di timur dan lain sebagainya.

Maka, jika kita lahir di keluarga yang kaya, kita harus mampu mensyukuri dengan hidup penuh semangat dan bersahaja. Sebaliknya, jika kita terlahir di keluarga yang kurang mampu, kita pun harus tetap menyukurinya sambil terus belajar dan berikhtiar lebih keras untuk memperoleh kehidupan lebih baik. Sebab, selama kita bisa bekerja dengan baik benar dan halal, Tuhan pasti akan membantu kita! Ingat, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, tanpa orang itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri.

Labels:

posted by .:: me ::. @ 11:23:00 PM   0 comments
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog