|
Hidup Jangan Tertidur! |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu Anda lakukan adalah menjadi SADAR. Inti kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran. Banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan ''tertidur.'' Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan ''tertidur.''
Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis. Anda tahu di mana menyimpan uang. Anda pun tahu persis nomor pin Anda. Dan Andapun menyerahkan uang Anda pada orang tidak dikenal. Anda tahu, tapi tidak sadar. Karena itu, Anda bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.
Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Anda tahu berolah raga penting untuk kesehatan, tapi Anda tidak juga melakukannya. Anda tahu memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi Anda menikmatinya. Anda tahu berselingkuh dapat menghancurkan keluarga, tapi Anda tidak dapat menahan godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!
Ada dua hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Pertama, peristiwa-peristiwa pahit dan musibah. Musibah sebenarnya adalah ''rahmat terselubung'' karena dapat membuat kita bangun dan sadar. Anda baru sadar pentingnya kesehatan kalau Anda sakit. Anda baru sadar pentingnya olahraga kalau kadar kolesterol Anda mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Anda baru sadar nikmatnya bekerja kalau Anda di-PHK. Seorang wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya terkena narkoba. Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa ia baru menyadari bahayanya judi setelah hartanya habis.
Kematian mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita. Banyak tokoh terkenal meninggal begitu saja. Mereka sedang sibuk memperjualbelikan kekuasaan, saling menjegal, berjuang meraih jabatan, lalu tiba-tiba saja meninggal. Bayangkan kalau Anda sedang menonton film di bioskop. Pertunjukan sedang berlangsung seru ketika tiba-tiba listrik padam. Petugas bioskop berkata, ''Silakan Anda pulang, pertunjukan sudah selesai!'' Anda protes, bahkan ingin menunggu sampai listrik hidup kembali. Tapi, si penjaga hanya berkata tegas, ''Pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan pernah hidup kembali.''
Itulah analogi sederhana dari kematian. Kematian orang yang kita kenal, apalagi kerabat dekat kita sering menyadarkan kita pada arti hidup ini. Kematian menyadarkan kita pada betapa singkatnya hidup ini, betapa seringnya kita meributkan hal-hal sepele, dan betapa bodohnya kita menimbun kekayaan yang tidak sempat kita nikmati.
Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk menjadi bangun kita harus sadar mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi. Untuk itu kita perlu sering mengambil jarak dari kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.
Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin, ''Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.'' Manusia bukanlah ''makhluk bumi'' melainkan ''makhluk langit.'' Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan ''rumah'' untuk mencari ''rumah'' yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut meninggal dunia. Jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati. Yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri.
Coba Anda resapi paragraf diatas dalam-dalam. Badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau Anda menyadari hal ini, Anda tidak akan menjadi manusia yang ngoyo dan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya.Bila Anda sudah mencapai semua kebutuhan tersebut, itu sudah cukup! Buat apa sibuk mengumpul-ngumpulkan kekayaan -- apalagi dengan menyalahgunakan jabatan -- kalau hasilnya tidak dapat Anda nikmati selama-lamanya. Apalagi Anda sudah merusak jiwa Anda sendiri dengan berlaku curang dan korup. Padahal, jiwa inilah milik kita yang abadi.
Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit tersebut agar kita sadar? Jawabnya: ya! Tapi kalau Anda merasa cara tersebut terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah: Belajarlah MENDENGARKAN. Dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain. Bukalah mata dan hati Anda untuk mengerti, mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma Anda. Sayang, banyak orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya. Orang yang seperti ini masih tertidur dan belum sepenuhnya bangun.
oleh Arvan Pradiansyah, penulis buku You Are A Leader!
|
posted by .:: me ::. @ 1:17:00 PM
|
|
|
Akhiri Dengan Kebiasaan Bersyukur |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Pernahkah Anda memberikan sesuatu kepada orang lain, membantu orang lain dan kemudian mereka yang menerimanya mengucapkan terimakasih kepada Anda ? Bagaimana perasaan Anda sewaktu dapat memberikan sesuatu kepada orang lain, menolong orang lain yang memerlukan bantuan dan mereka mengucapkan terimakasih atas bantuan Anda ? Perasaan Anda tentu senang dan bahagia, bukan.? Meskipun sekedar ucapan terimakasih, namun itu dapat menyempurnakan kebahagiaan Anda dalam memberikan sesuatu. Demikian sisi perasaan dari sang pemberi dengan ungkapan terimakasih dari yang diberinya.
Sadarkah kita, bahwa hidup ini adalah pemberian Allah Tuhan Yang Memiliki Kehidupan ? Hidup ini bukan kehendak kita, tetapi kehendak Allah SWT. Maka berdirilah kita dalam kehidupan dunia ini sebagai "objek" penerima kehidupan dengan segala karunia yang diberikanNya. Berdirilah pada posisi diri kita sebagai "hamba" atau "abdi" dari Allah Yang Maha Kuasa terhadap hidup kita.
Menyadari posisi diri kita, pikirkanlah kembali apa yang sudah diberikan Allah Tuhan Yang Maha Pemberi kepada diri kita ?. Pikirkan kembali, begitu banyaknya kenikmatan dan anugerah istimewa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Renungkan kembali apa yang ada dalam diri kita saat ini, betapa banyak yang sudah kita miliki. - Kesehatan badan kita dan keluarga kita - Sandang pangan yang sudah kita nikmati selama ini - Kehidupan yang tenang, damai dan bahagia selama ini - Betapa sangat bernilainya memiliki kedua mata yang mampu melihat dunia - Betapa berharganya memiliki kedua kaki yang berfungsi menopang beban tubuh kita
Betapa sangat istimewanya karunia kecerdasan akal dan pikiran yang sehat. Dengan kekuatan kecerdasan akal dan pikiran yang sehat ini, manusia mampu menjalani hidup dengan berbagai dinamikanya. Menjelajahi dunia dengan pengetahuan, menembus ruang angkasa dan kedalaman lautan dengan kecerdasannya. Apakah kita mengira bahwa semua hal itu begitu sepele dan sederhana, sehingga dengan mudah mengabaikannya ? Apakah kita merasa semua itu sangatlah tidak berarti dibandingkan dengan sesuatu yang kita kejar dan belum kita miliki selama ini ?
Pikirkan, apakah kita mau menukar kedua mata dengan harta berlimpah, misalnya. Ataukah kita rela menjual pendengaran dengan emas permata, menggadaikan kesehatan dengan istana yang menjulang tinggi ?. Maukah kita menukar kedua tangan dan kaki dengan mobil mewah, sementara kita buntung ? Atau bersediakah kita memiliki harta segunung, tetapi akal dan pikiran tidak sehat, alias tidak waras ? Begitulah sebenarnya, kita ini telah hidup berada dalam kenikmatan yang pasti tidak akan rela melepaskannya hanya demi harta, kekayaan, jabatan, kenikmatan dunia dan sesuatu yang belum kita miliki.
Maka pantaslah kalau kemudian kita senantiasa mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Sang Pemberi Kehidupan. Pantaslah kalau kemudian kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Pemberi. Bersyukur, berarti menghargai karunia yang diberikanNYA, mengembangkan anugerah berupa potensi diri dan menggunakannya untuk mensejahterakan diri dan orang lain. Kesadaran bersyukur akan pemberian Allah dapat membuka mata hati kita, membuka pikiran kita menjadi fokus pada memberi dan kesediaan untuk berbagi, bukannya fokus pada menunggu dan mengharap sesuatu yang belum ada.
Akhiri Dengan Kebiasaan Bersyukur merupakan kerendahan hati, mengakui mengakui adanya karunia dari Allah Yang Maha Memiliki Kehidupan, bukan dari lainnya. Apakah posisi kita saat ini sebagai pengusaha, sebagai karyawan, sebagai pegawai, direktur, manager, orang sukses, orang kaya, pemimpin, rakyat biasa, atau siapa saja, pantas mengakhir setiap langkah dalam kehiduapn sehari-hari dengan bersyukur. Apa yang sudah kita dapatkan dalam berbisnis, dalam bekerja, dalam berusaha, pada hakekatnya datangnya dari Allah. Mungkin saja penyebabnya dari sahabat, keluarga, saudara, teman bekerja, berdagang, berbisnis, atau lainnya. Semua itu hanyalah perantara.
Maka senantiasa Akhiri Dengan Kebiasaan Bersyukur, ini artinya kita mengembalikan kehidupan kita kepada Sang Pemberi Kehidupan. Menyadari semuanya adalah pemberian Allah Sang Maha Pemberi. Kebiasaan ini akan mempengaruhi keikhlasan hati dan lisan untuk menyanjung Dzat Yang Maha Agung. Kemudian anggota badan kita akan menggunakan segala karunia tersebut untuk kehidupan sesuai dengan kehendak Allah Sang Pemberi Kehidupan.
Mengakhiri Dengan Kebiasaan Bersyukur, tidak berarti mematikan semangat dan motivasi untuk maju dan meraih prestasi kehidupan yang lebih tinggi. Namun kesadaran seperti ini akan menjadikan kita tidak serakah serta mengabaikan anugerah dan karunia yang sudah kita miliki. Kesadaran seperti ini, menjadikan kita mampu menikmati setiap tahapan proses kehidupan menuju tujuan dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan.
Kebiasaan Bersyukur adalah manifestasi dari aplikasi ucapan "hamdallah", sebagaimana diajarkan dalam kehidupan keagamaan kita. Dalam setiap gerak langkah kehidupan, dalam setiap apa yang kita dapatkan, dalam setiap apa yang telah kita lakukan, senantiasa akhiri dengan ucapan, "Segala Puji Dan Syukur Hanya Kepada Allah SWT". Karena sesungguhnya semuanya adalah milik Allah Tuhan Yang Maha Memiliki dan akan kembali kepadaNYA. Jadikanlah hal ini kebiasaan Anda, maka rasakan keberhasilan yang sesungguhnya, “the ultimate meaning” atau makna tertinggi kehidupan, yakni merasakan kebahagiaan dalam rasa syukur kepada Tuhan.
Sumber: Akhiri Dengan Kebiasaan Bersyukur Oleh Eko Jalu Santoso, Penulis Buku "Life Revolution"
|
posted by .:: me ::. @ 7:14:00 AM
|
|
|
Katak dan Susu |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Sebuah kisah antara dua ekor katak dan 2 kaleng susu, ketika itu Bosi sepulang dari sekolah tanpa sengaja menemukan dua kaleng susu yang masih penuh. Dalam perjalan pulang itu pula melewati pematang sawah yang banyak dengan katak yang asik sedang berenang, terbayang dalam pikiran Bosi gimana senang nya yah seandainya katak itu sekali-kali berenang dalam susu. Tanpa berpikir panjang Bosi menangkap dua ekor katak, satu katak di masukan dalam satu kaleng susu. Dan kaleng-kaleng itu ditutup lagi serta di tempatkan di tempat yang aman.
Katak dalam kaleng satu sangat senang dengan kolam susu, namun dia berpikir bisa nggak aku bertahan dengan susu ini,dia hanya mencoba menghabiskan susu itu untuk menyelamatkan diri. Namun semua itu sia-sia, karena si katak tidak sanggup menghabiskan susunya, dan dia tidak mau berusaha lagi dengan jalan yang lain.
Kemudian katak dalam kaleng satunya juga mersa sangat senang dengan susunya, dia pun berusaha mengahabiskan susu itu, namun dia pun tak sanggup. kemudian di berpikir bagaimana cara untuk bertahan hidup dengan susu tersebut, akhirnya dia berusaha untuk berenang dan berenang trus, dengan bantuan panas dari luar. Akhirnya semua susu tersebut mampu menjadi keju, dan sikatak bertenger di atas keju.
Dan pada siangnya kemudian si Bosi teringat dengan kaleng susu dan katak tersebut, di berfikir semua katak itu telah mati. Lalu di bukanya satu-satu kaleng susu, kaleng pertama di dapatinya si katak telah mati, sedangkan kaleng susu satunya begitu di buka, katak satunya langsung loncot keluar dan masih hidup. Betapa terkejutnya si Bosi, dan di mulai berfikir apa yang mampu membuat katak itu mampu bertahan hidup.
Segala sesuatu menjadi mungkin apa bila kita mau terus berusaha-dan berusaha dan tidak pernah merasa putus asa.
|
posted by .:: me ::. @ 6:51:00 AM
|
|
|
Kekuatan Keberanian |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Hidup adalah perjuangan! Entah kapan dan siapa yang memulai mengucapkan kata-kata tersebut diatas, yang jelas semua dari kita tidak hanya sering kali mendengar, tidak hanya sering kali membaca, namun sengaja atau tidak, mengerti atau tidak, menyadari atau tidak, kita sendiri telah mengalami dan merasakan bahwa memang "Hidup adalah perjuangan".
Berbagai macam perjuangan telah kita jalani antara lain perjuangan dalam mengatasi setiap kelemahan dan kesulitan yang selalu hadir di tengah kehidupan ini dan perjuangan dalam merealisasikan cita-cita yang didambakan. Untuk bisa tampil sebagai pemenang dan sukses di setiap perjuangan ini, sudah tentu kita harus memiliki berbagai macam faktor sebagai kekuatan yang dapat diandalkan. Diantara sekian banyak faktor sebagai penunjang, ada satu faktor yang mutlak kita miliki yaitu:
KEBERANIAN Catatan sejarah telah membuktikan, begitu banyak prestasi spektakuler di segala bidang tercipta di dunia ini karena faktor KEBERANIAN. Baik prestasi yang diciptakan oleh para ilmuwan, olahragawan, tokoh politik, wiraswastawan, profesional dll. Sebaliknya begitu banyak orang mengalami kegagalan karena kurangnya keberanian, mungkin mereka mempunyai ide cemerlang, namun karena takut gagal dan takut untuk mencoba, akhirnya semua ide menjadi layu dan mati. Di lain pihak, orang lain bisa sukses karena mereka lebih berani dengan bergerak lebih cepat! Maka bila ingin lebih berkembang dan sukses, sudah pasti harus mempunyai KEBERANIAN. Keberanian untuk mencoba, keberanian untuk memperjuangkan apa yang di cita-citakan.
Kekuatan keberanian "Keberanian" merupakan aset yang sangat berharga bagi pribadi kita. Keberanian bisa menjadikan sesuatu yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin. Keberanian bisa mejadikan sikap negatif menjadi positif, loyo menjadi semangat, takut jadi berani, pesimis menjadi optimis, miskin menjadi kaya, gagal menjadi sukses.
Dengan menyadari akan besarnya kontribusi KEKUATAN KEBERANIAN bagi kita, mari pastikan untuk memanfaatkan KEBERANIAN semaksimalnya dengan:
Berani menentukan cita-cita yang tinggi Berani bangkit lagi dari kegagalan Berani belajar dari kelemahan dan kesalahan Berani membayar harga untuk keberhasilan Berani memastikan untuk berjuang sampai sukses!!! Salam sukses luar biasa!!
:: andrie wongso ::
|
posted by .:: me ::. @ 5:35:00 PM
|
|
|
Bergerak..! |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
"Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan)."
Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru Saya, "ChaNge".Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-isengSaya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Di tengah-tengah ratusan orangyang tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu. "Silahkan, siapa yangmau boleh ambil," ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan kemuka audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.
Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius.Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat kedepan. Ia lalu kembali ke kursinya. Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.
Saya ulangi pesan Saya, "Silahkan ambil, silahkan ambil." Ia menatap wajah Saya, dan Saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihatkeberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat Saya, dan Ia pun merampas uang kertas itu dari tangan Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, "Kembalikan, kembalikan!"Saya mengatakan, "Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya."
Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.100.000. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:
"Saya pikir Bapak cuma main-main ............" "Nanti uangnya toh diambil lagi." "Malu-maluin aja." "Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!" "Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu ....." "Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya...." "Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas....." "Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang........." "Saya, kan duduk jauh di belakang..."dan seterusnya.
Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity(kesempatan), tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah.
Saya jadi ingat dengan ucapan seorang teman yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa didaerah Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya. Sedih melihat seorang sarjana yang punya masa depan baik terkerangkeng dalam jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras. Saya sampai tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia adalah pasien yang paling waras. Ia bisa menilai "gila" nya orang di sana satu persatu dan berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya memang tampak agak merah.
Waktu Saya tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, ia pun protes. "Gilaaja....ini kan gara-gara saudara-saudara Saya tidak mau mengurus Saya. Saya ini tidak gila. Mereka itu semua sakit.....". Lantas, apa yang kamu maksud"sakit"?"
"Orang 'sakit' (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan Saya selalu berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke hari.....,"katanyapenuh semangat" Saya pun mengangguk-angguk.
Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya,Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman Saya tadi, kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari kehari, Jadi omong kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.
Dulu,menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak yang berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak terkendali, dan perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi perubahan itu sendiri, yaitu perubahan yang menjadikan hidup lebih baik.Perubahan akan gagal kalau pemimpin-pemimpinnya hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan destruktif.
Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan seterusnya.
Get Started. Get into the game. Get into the playing field, Now. Just do it!.
Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang yang bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan Cuma membuat peraturan saja. Makanya tranformasi harus bersifat kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa menyentuh manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju. Manusia pemenang adalah manusia yang responsif.
Seperti kata Jack Canfield, yang menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners dengan losers adalah "Winners take action.they simply get up and do what has to be done.".
Selamat bergerak! Oleh: Rhenald Kasali |
posted by .:: me ::. @ 11:57:00 AM
|
|
|
Menjadi Majikan Bagi Nasib Diri Sendiri |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
"Miskin dan kaya adalah nasib " ini adalah mitos yang berlaku di dalam masyarakat, khususnya di negara berkembang. Tak terkecuali di negara kita, Indonesia.
Kita sering mendengar, bahkan mungkin termasuk di antara kita pernah berucap; miskin sudah merupakan nasib kita. Bagaimanapun kita bekerja keras, nasib tidak mungkin berubah, karena ini sudah suratan takdir. Sebaliknya, kalau nasib kita sudah ditentukan dari "sononya" kaya, maka usaha apa pun, bahkan kerja "seenaknya"pun bisa menjadikan kita sukses dan kaya.
Entah sudah berapa abad umur mitos seperti ini, sadar atau tidak, sudah diterima secara dogmatis di dalam masyarakat kita. Ditambah dengan mitos-mitos modern yang destruktif, seperti; bila kita berpendidikan rendah, hanya lulusan SMA/SMP/ SD, ( bahkan S1, namun merasa hanya lulusan universitas lokal), maka spontan yang timbul di benak kita adalah kita sulit maju, sulit sukses dan kaya.
Dengan rendahnya persepsi terhadap diri sendiri seperti ini, jelas kita telah terkena penyakit mitos yang menyesatkan. Hal ini akan mempengaruhi sikap mental dalam praktek di kehidupan nyata, sehingga menghasilkan kualitas hidup "ala kadarnya" atau sekedar hidup. Jika mitos seperti ini terus menerus dipercaya dan sampai memasuki pikiran bawah sadar kita, maka mitos seperti itu akan melahirkan "nasib gagal", dan kalau mitos negatif seperti itu dimiliki oleh mayoritas masyarakat kita, lalu bagaimana mungkin kita bisa mengentaskan kemiskinan untuk menuju pada cita cita bangsa , yaitu; masyarakat adil-makmur dan sejahtera.
Kemiskinan sering kali merupakan penyakit dari pikiran dan hasil dari ketidaktahuan kita tentang prinsip hukum kesuksesan yang berlaku. Bila kita mampu berpikir bahwa kita bisa sukses dan mau belajar, serta menjalankan prinsip-pinsip hukum kesuksesan, mau membina karakteristik positif, yaitu; punya tujuan yang jelas untuk dicapai,disiplin, mau kerja keras, ulet, siap berjuang dan semangat belajar, maka pasti akan terbuka kemungkinan-kemungkinan atau aktifitas-aktifitas produktif yang dapat merubah nasib gagal menjadi sukses. Miskin menjadi kaya!
Bangun karakter sukses!Seperti pepatah dalam bahasa Inggris "character is destiny", kharakter adalah nasib.
Hancurkan mitos "miskin adalah nasib saya " Tidak peduli bagaimanapun Anda hari ini, dari keturunan siapa, berwarna kulit apa, atau apa latar belakang pendidikan Anda. Ingat, Anda punya hak untuk sukses!!!
Jadilah majikan bagi nasib diri sendiri kita adalah penentu masa depan kita sendiri! Seperti filosofi yang lahir dari kristalisasi perjuangan sepanjang kehidupan saya, yang telah terbukti yakni : Success is my right ! sukses adalah hak saya! atau arti panjangnya : Kesuksesan bukan milik orang-orang tertentu. Sukses milik Anda, milik saya, dan milik siapa saja yang benar-benar menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dengan sepenuh hati.
Dengan semangat dan sikap mental sukses adalah hak saya ! serta siap berjuang habis-habisan , saya yakin nasib kita pasti berubah lebih baik, karena Tuhan tidak akan tinggal diam untuk membantu kita!
:: andrie wongso ::
|
posted by .:: me ::. @ 5:04:00 PM
|
|
|
Salon yang Mempercantik Jiwa (Gede Prama) |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Menyusul derasnya jumlah bencana yang menghadang di depan mata —dari tsunami, gunung meletus, bom teroris, lumpur panas, banjir, hingga tanah longsor lengkap dengan jumlah korbannya yang tidak terhitung— tidak sedikit manusia yang bertanya: apakah Tuhan sedang marah?
Sebuah pertanyaan sederhana, sekaligus menjadi warna dominan banyak wacana. Dan sebagaimana biasa, jawaban pun terbelah dua, ada yang menjawab positif, ada yang menjawab negatif.
Di Timur telah lama terdengar pendapat, jika Tuhan penari, maka alam adalah tarian-Nya. Jika demikian, adakah alam yang murka di mata pikiran manusia mencerminkan kemarahan Tuhan? Wajah Tuhan Entahlah, yang jelas pertanyaan terakhir mengingatkan pada cerita seorang sahabat pastor tentang seorang ibu yang permennya dicuri putranya, Rio. Melihat putranya mencuri, ibu ini bertanya, "Rio, tidakkah kamu melihat Tuhan ketika mencuri permen Mama?" Dengan polos Rio menjawab, "Lihat Ma!"
Mendengar jawaban ini, ibunya tambah marah, dan diikuti pertanyaan yang lebih emosi, "Tuhan bilang apa sama kamu Rio?" Dasar anak polos, Rio menjawab jujur, "Boleh ambil dua!" Tentu saja ini cerita yang terbuka dari penafsiran. Dari salah satu sudut pandang terlihat, wajah Tuhan di kepala kita teramat tergantung pada kebersihan batin kita masing-masing. Dalam batin bersih seorang anak polos dan jujur seperti Rio, Tuhan berwajah pemaaf dan pemurah. Dalam batin yang mudah emosi dan curiga seperti Mama Rio, wajah Tuhan menjadi pemarah dan penghukum. Hal serupa juga terjadi dalam cara Indonesia memandang bencana.
Tanpa menggunakan kerangka baik-buruk, benar-salah, suci-kotor, tinggi-rendah, banyak guru mengajarkan bahwa manusia berada pada tingkat pertumbuhan masing-masing. Di mana pun tingkatannya, semua punya tugas yang sama, bertumbuh!
Tidak disarankan yang sudah sampai tingkatan SMU, misalnya, kemudian menghina yang baru sampai SD. Tidak juga disarankan kalau yang baru sampai SMP kemudian minder berlebihan kepada mereka yang sudah sampai perguruan tinggi. Semuanya bertumbuh. Tidak ada jaminan yang kini SMA pasti lebih cepat sampai dibandingkan dengan yang sekarang baru SD misalnya.
Empat pertumbuhan Dengan spirit seperti ini, izinkan tulisan ini membagi pertumbuhan dalam empat pertumbuhan jiwa.
Pertama, mereka yang menjadi pedagang kehidupan dan pedagang doa. Jangankan dengan Tuhan, dengan siapa saja ia berdagang. Kalau permohonan tercapai, maka Tuhan berwajah baik. Kalau tidak dipenuhi, apalagi dihadang bencana, Tuhan disebut marah. Dan dalam pandangan kelompok ini, bencana tidak lain hanya Tuhan yang murka kepada ulah manusia. Tidak salah tentunya, karena ini bagian dari proses pertumbuhan.
Kelompok kedua adalah pencinta tingkat remaja. Ciri kelompok ini adalah rasa memiliki yang tinggi. Tidak boleh ada orang lain, hanya dia yang boleh dekat dan dicintai Tuhan. Cinta bagi kelompok ini tidak ada pilihan lain kecuali menyayangi, memaafkan, membebaskan. Tidak dibolehkan ada ekspresi dari cinta Tuhan selain menyayangi, memaafkan, dan membebaskan. Begitu ada wajah cinta yang lain (lebih-lebih berwajah bencana), maka mudah ditebak ke mana kehidupan bergerak: benci tapi rindu!. Ini asal muasal pertanyaan sejumlah sahabat yang luka ketika bencana, kemudian bertanya, Tuhan, masihkah Engkau menyayangiku?
Kelompok ketiga adalah pencinta tingkat dewasa. Cinta tidak lagi diikuti kebencian. Cinta adalah cinta. Ia tidak berlawankan kebencian. Lebih dari itu, berbeda dengan kelompok kedua yang menempatkan dicintai lebih indah dibandingkan dengan mencintai, pada tingkat ini terbalik: mencintai lebih indah dibandingkan dicintai. Karena itu, bencana, bagi jiwa yang sudah sampai di sini tidak ditempatkan sebagai hukuman, melainkan masukan tentang segi-segi di dalam diri yang perlu diperbaiki. Dengan kata lain, bencana adalah vitamin bagi bertumbuhnya jiwa.
Kelompok keempat adalah jiwa yang tidak lagi mencari apa-apa. Bukan karena marah apalagi frustrasi. Sekali lagi bukan. Namun, karena melalui rasa berkecukupan, ikhlas, dan syukur yang mendalam kemudian dibimbing, kalau semuanya sudah sempurna. Sehat sempurna, sakit juga sempurna. Bukankah sakit yang mengajari menghargai kesehatan secara baik? Sukses sempurna, gagal juga sempurna. Bukankah kegagalan membimbing kita pada puncak kehidupan yang bernama tahu diri? Kehidupan sempurna, kematian juga sempurna. Bukankah kematian adalah mitra makna kehidupan yang membukakan pengertian kehidupan yang jauh lebih dalam? Kaya sempurna, miskin juga sempurna. Bukankah kemiskinan adalah pendidikan untuk tidak sombong dan senantiasa rendah hati? Dengan demikian, dalam jiwa-jiwa yang sudah sampai di sini, tidak ada kamus bencana. Apa pun yang terjadi diberi judul sama, sempurna! 0rang Buddha menyebut ini nirwana. Sebagian sahabat Islam dan Nasrani menyebutnya surga sebelum kematian. Sebagian orang Hindu menyebutnya maha-samadhi. Dalam bahasa Konfusius, "Bila bertemu orang baik, teladanilah. Jika bertemu orang jahat, periksalah pikiran Anda sendiri".
Pertumbuhan jiwa Kembali ke cerita awal tentang bencana dan Tuhan yang sedang marah, pilihan sikap yang diambil memang cermin pertumbuhan jiwa masing-masing. Seperti disebut sebelumnya, semuanya sedang bertumbuh. Penghakiman terhadap orang lain hanya menghambat pertumbuhan kita sendiri. Menyebut diri lebih baik, menempatkan orang kurang baik, hanya kesibukan ego yang meracuni pertumbuhan jiwa kemudian.
Dan bagi siapa saja yang sudah tumbuh menjadi pencinta tingkat dewasa, lebih-lebih sudah menjadi jiwa yang tidak lagi mencari, Indonesia tidak lagi berwajah negara bencana. Indonesia adalah salon yang mempercantik jiwa. Tanpa cobaan, bukankah kehidupan hanya berputar-putar di luar dan mudah terasa hambar?
Bukankah dalam cobaan, dalam godaan, dalam guncangan, semua jiwa sedang digerakkan masuk ke dalam? Bukankah hanya di dalam sini jiwa bisa dibuat indah dan cantik?
Seperti seorang wanita yang segar bugar keluar dari ruang olahraga, bukankah kesediaan untuk lelah sebentar (baca: digoda bencana sebentar) yang membuatnya jadi bugar? Maafkanlah tulisan ini ditutup dengan pertanyaan.
(Gede Prama)
Labels: Gede Prama |
posted by .:: me ::. @ 7:13:00 AM
|
|
|
Mengakui Kesalahan Dengan Rendah Hati |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
"Saya melakukan dua kesalahan. Pertama ketika start dan kedua ketika tergelincir. Saya tidak tahu mengapa bisa tergelincir. Namun, ketika mengalami kecelakaan, hal itu merupakan sebuah kesalahan," demikian ujar Valentino Rossi ketika mengalami kekalahan dalam perebutan gelar juara dunia MotoGP pada seri terakhir musim 2006.
Saya terkesan dengan ucapan Valentino Rossi ini. Dunia dan penggemar MotoGP pasti tidak asing dengan sosok seorang Valentino Rossi, juara dunia kelas utama balap motor dunia sejak tahun 2001 hingga tahuan 2005 atau 5 tahun berturut-turut. Apa yang diungkapkan oleh Rossi dalam menyikapi kekalahannya hingga gelar Juara dunia untuk periode musim 2006 ini lepas darinya, sungguh mencerminkan sosok seseorang yang memiliki jiwa besar. Rossi telah mengakui dirinya telah melakukan sebuah kesalahan besar. Bukan hanya itu Rossi juga mengakui Nicky Haiden pantas menjadi juara dunia karena merupakan pembalap terbaik di musim ini.
Apa yang dapat kita petik dari cerita ini ? Ketika kita mengalami sebuah kekalahan, mengalami sebuah kesalahan, menerima sebuah kegagalan dalam kehidupan ini, terimalah dengan besar hati. Seberapapun pahitnya sebuah kekalahan, terimalah dengan jiwa besar. Seberapapun sakitnya menerima kegagalan, terimalah dengan besar hati. Seberapapun besarnya sebuah kesalahan yang telah kita lakukan, akuilah dengan rendah hati.
Kesalahan, kegagalan dan kekalahan adalah manusiawi. Setiap orang, tidak terkecuali seorang juara dunia sekaliber Valentino Rossi sekalipun pasti pernah menerima kekalahan, melakukan kesalahan dan menerima kegagalan. Namun yang membedakan antara mereka yang memiliki mental juara dan orang gagal adalah, mereka para juara dunia dapat menerima kekalahan dengan besar hati. Mereka para juara dunia dapat mengakui kesalahan dengan rendah hati. Dan mereka para juara dunia dapat menerima kegagalan sebagai bagian dari proses keberhasilan. Intinya mereka tidak pernah berputus asa untuk bangkit lagi dari kesalahan, kekalahan dan kegagalanya.
|
posted by .:: me ::. @ 7:06:00 AM
|
|
|
|
:: My Profile :: |
... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...
Join me on
Friendster!
|
:: Wisdom :: |
|
:: Recent Post :: |
|
:: Archives :: |
|
:: Menu :: |
|
:: LETTO Fans Blog :: |
|
:: NIDJIholic Blog :: |
Click Slide Show
|
:: Friends :: |
|
:: Games :: |
| |