|
Untuk Apakah Keberanian itu? |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Keberanian adalah kesediaan untuk melakukan yang 'meskipun'. Saya tidak menggunakan kata kekuatan', tetapi 'kesediaan'; karena:
Bagi orang yang kuat - kekuatan adalah sesuatu yang biasa, dan bagi orang yang ikhlas - kesediaan adalah juga sesuatu yang wajar. Hanya bagi orang yang lemah - kekuatan itu mengagumkan; dan hanya bagi orang yang masih menghitung - keikhlasan itu mengherankan.
Dengannya -
Anda hanya sekuat kesediaan Anda untuk melakukan yang wajarnya tidak akan dilakukan oleh orang lain.
Seorang yang berani, bersedia melakukan sesuatu yang penting bagi kecemerlangan hidupnya, ...
meskipun dia belum berpengalaman meskipun dia tidak memiliki uang untuk itu meskipun banyak orang meragukan kesempatan keberhasilannya meskipun telah banyak orang gagal dalam upaya yang sama meskipun sama sekali tidak ada jaminan meskipun sebetulnya dia sangat ketakutan dan meskipun lebih mungkin baginya untuk gagal.
Keberanian adalah kesediaan untuk melakukan yang 'meskipun'.
Dengannya,
keberanian tidak ada hubungannya dengan kepandaian, pendidikan, umur, kematangan, pengalaman, perhitungan, feasibility study, analysis and projections, jaminan, ramalan dukun, nasib dan peruntungan, agama, keyakinan, ras atau suku, tahyul, harta dan modal, bank guarantee, katabelece, relasi, koneksi, mertua yang kaya, dukungan, persetujuan, bantuan, bakat, ketampanan dan kecantikan, nama besar, warisan, wangsit, wisik, mimpi baik atau buruk, infotainment, denger-denger, demam, kesurupan, kedutan, atau geringgingan.
Keberanian - tidak ada hubungannya dengan itu semua.
Mohon Anda yakini, Keberanian adalah kesediaan untuk melakukan yang 'meskipun'. .....................
source: mario teguhLabels: Mario Teguh |
posted by .:: me ::. @ 1:29:00 PM
|
|
|
Samurai Dalam Hening |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Seorang murid junior sedang berjalan pulang setelah selesai berceramah di sebuah kuil di desa. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang murid senior, murid senior itu bertanya padanya, "Mengapa kamu berani memberikan ceramah kepada begitu banyak orang di kuil? Apa kamu yakin perkataanmu sudah benar? Kamu kan masih junior. Apa ilmu kamu sudah cukup? "
Sepanjang perjalanannya ke kuil, murid junior memikirkan teguran seniornya. Di kuil, ia menemui gurunya dan menanyakan apakah ia telah melakukan hal yang kurang baik dengan berceramah di kuil di desa. "Guru, apakah saya telah melakukan hal yang salah? " Gurunya menjawab, " Selama kau melakukannya dengan mindfulness maka hal itu benar adanya… asalkan mindfulness…" Murid junior bingung dan tidak mengerti akan jawaban gurunya. Kebingungan terpancar dari wajahnya. Melihat wajah bingung murid juniornya itu, guru berkata, “Berjalanlah ke utara maka kau akan tahu apa itu mindfulness.” Lalu gurunya kembali duduk bermeditasi.
Murid junior pun menuruti nasehat gurunya. Ia berjalan ke utara, itu artinya ia harus berjalan menuju kota. Di tengah jalan ia melihat sebuah dojo yang pintunya terbuka setengah. Di dalamnya ada dua orang samurai yang sedang duduk berhadapan. Wajah mereka sangat serius dan tanpa kata-kata. Suasananya sangat hening. Yang terdengar cuma suara kayu terbakar dari tungku masak poci teh yang berada di tengah-tengah kedua samurai itu.
Murid junior mengintip dari balik pintu. Lalu salah seorang samurai berkata dalam kemarahan pada samurai hening dihadapannya, ia menunjuk-nunjukkan tangannya, “Kau telah membunuh kakakku! Kau telah membunuh kakakku!” Ternyata kakaknya tewas dalam pertempuran melawan pasukan samurai hening itu. “Kau telah membunuh kakakku! Aku akan membalaskan dendamnya! Kau telah membunuh kakakku!”, samurai dalam kemarahan itu terus-menerus meneriaki samurai hening. Sangat mengesankan, samurai hening itu tetap diam tanpa bereaksi. Hanya sesekali wajahnya berkerut menunjukkan emosi yang ingin keluar tapi tidak beberapa lama wajahnya menjadi hening kembali.
Setelah beberapa saat, samurai hening itu berdiri, ia berkata dengan sangat tenang, “Sudah selesai?” Lalu ia berjalan ke dalam. “Kau telah membunuh kakakku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan terhadap rasa kehilangan ini. Aku tahu ia telah kalah dalam pertempuran. Ia telah kalah dalam pertempuran”, samurai dalam kemarahan itu menangis sambil memukul-mukulkan tangannya ke lantai. Kesedihan sangat terpancar dari dirinya. Setelah tenang, samurai dalam kemarahan itu berjalan keluar dojo dengan sebelumnya membungkuk hormat dan ia berkata kepada dirinya sendiri, “Kak, kau dikalahkan oleh orang yang hebat. Ia dikalahkan oleh orang yang hebat.”
Melihat semua itu, murid junior mengerti tentang mindfulness. Samurai dalam hening mengajarkannya tentang mindfulness. Samurai hening itu tetap diam dan hanya mengamati semua emosi yang muncul dari dalam dirinya dan membiarkannya musnah tanpa perlu mengeluarkan reaksi. Tujuan dari samurai dalam hening itu adalah hanya mendengarkan luapan emosi kemarahan samurai dalam kemarahan. Ia tahu luapan emosi samurai dalam kemarahan hanya perlu diungkapkan dan ia mendengarkannya tanpa perlu memberikan reaksi dan dengan demikian emosi itu pun akan musnah dengan sendirinya. Samurai dalam hening telah menetapkan tujuan dan ia tidak membiarkan emosi mengeluarkannya dari tujuan itu. Ia duduk mendengarkan luapan emosi samurai dalam kemarahan itu dengan penuh kesadaran.
Mindfulness adalah menentukan tujuan, tetap berada di dalam tujuan itu, menyadari semua fenomena yang muncul dan membiarkannya musnah kembali tanpa harus larut didalamnya. Mindfulness membuat kita tetap berada dalam tujuan dengan menyadari semua emosi yang muncul dan membiarkannya musnah supaya kita tetap berada dalam tujuan.
Lalu murid junior langsung berlari pulang dan menemui gurunya. “Guru, saya telah mengerti! Saya telah mengerti!” Ternyata gurunya sedang di dalam toilet, dan di pintu toilet tergantung tulisan, “Sedang dalam mindfulness.” Murid junior mengerti, bahwa apapun yang dilakukan dalam mindfulness hasilnya akan lebih baik karena dilakukan dengan berkesadaran penuh.
Mindfulness seperti radar yang mengamati semua fenomena yang muncul dalam perjalanan kita mencapai tujuan. Dengan mindfulness menjaga kita untuk selalu berada di right track dan dia akan memberikan sinyal bila kesombongan, kebencian, keserakahan, kemalasan, dll mulai muncul supaya kita tidak meneruskannya menjadi reaksi dan supaya kita tetap ingat akan tujuan kita.
Oleh : Nathalia Sunaidi - Penulis buku, Hipnoterapis, Therapist |
posted by .:: me ::. @ 6:21:00 AM
|
|
|
Kurir Istimewa |
|
Suasana hari Jumat di sebuah kantor, tampak sebagian karyawan kurang bersemangat. Hal ini disebabkan karena sudah dekat waktunya para pegawai libur akhir pekan.
Hari itu, office boy kantor tersebut, tiba-tiba tidak masuk kerja. Padahal, ada kebutuhan mendesak untuk mengirim sejumlah dokumen penting ke relasi di luar kota, yang biasanya dikerjakan oleh si office boy tersebut. Demi menghemat waktu, maka kantor itu memutuskan menggunakan jasa kurir untuk mengirim dokumen penting tersebut.
Tak lama menunggu, nampak seseorang dari perusahaan jasa kurir yang ditugaskan datang untuk mengambil dokumen itu. Namun, sungguh pemandangan yang mengagetkan. Kurir yang datang adalah seorang yang cacat. Ia tidak mempunyai kaki. Kedua penyangga tubuhnya buntung hingga sebatas lutut. Untuk berjalan, ia menggunakan bantuan papan yang diberi roda kecil untuk menopang tubuhnya. Dengan papan itu, ia bisa berjalan sambil mengayunkan tangan. Papan itu juga berfungsi untuk menaruh barang yang akan dikirimkan oleh pelanggan jasa kurir tempatnya bekerja.
Melihat kondisi sang kurir, orang-orang di kantor itu spontan keheranan. Ada yang merasa kasihan, namun ada pula yang mengungkapkan kejengkelannya. Jengkel pada perusahaan kurir, mengapa orang cacat yang dikirim untuk tugas seperti itu. Namun, mereka juga merasa kasihan melihat perjuangan si cacat karena harus bersusah payah demi hidupnya.
Tapi, rasa kasihan itu segera berubah menjadi rasa kagum sekaligus hormat. Rasa itu muncul ketika salah satu pegawai menawarkan bantuan untuk mengambilkan dokumen yang akan dikirim yang kebetulan masih berada di lantai dua. “Mas, tunggu disini saja, biar saya yang ke atas menggambilkan dokumennya untuk Mas…. Kasihan kan, mas harus mengambil ke lantai dua,” sebut pegawai itu. “Jangan ..jangan Pak. Biar saya sendiri yang mengambil ke atas. Sudah biasa kok. Tak perlu merepotkan Bapak. Tapi, terima kasih atas kebaikannya,” jawab kurir itu. “Nggak kok…tidak apa-apa. Tidak merepotkan. Mas tunggu di sini saja, sebentar lagi saya ambilkan ke atas...,” sergah si pegawai. “Maaf Pak. Bukan saya tidak mau dibantu. Tapi ini sudah tugas saya, dan saya juga sudah biasa kok. Lagipula, kalau setiap orang membantu saya, malah saya nanti jadi pemalas dan tidak bisa berbuat apa-apa karena terbiasa menggantungkan diri pada bantuan orang lain,” sebutnya lugu, tanpa bermaksud mengada-ada. Setelah itu, tak lama ia pun segera memulai aksinya mengayunkan tangan dengan lincah, mendorong tubuhnya menaiki tangga satu persatu.
Pegawai yang menyaksikan kejadian itu pun terdiam dalam kekaguman. Orang cacat itu telah memberi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Meskipun cacat, dia tidak ingin dikasihani. Meski punya kekurangan, dia memiliki semangat juang yang luar biasa untuk bekerja dan mandiri.
Kejadian itu, sungguh membuat sebagian pegawai yang tadinya bermalas-malasan merasa malu. Sebab, mereka yang bertubuh normal merasa kalah semangatnya dengan orang yang bertubuh cacat. Maka, semua pekerja di kantor itu pun segera bergegas untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya, kali ini dengan semangat yang menggebu-gebu.
" Pada kondisi dan hal-hal tertentu, mungkin kita membutuhkan bantuan orang lain. Bahkan, kita tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain. Sebab, kehidupan di antara manusia merupakan hidup saling ketergantungan satu sama lain.
Namun, kita akan menjadi lemah kalau kita hidup hanya dengan menunggu, apalagi menggantungkan belas kasihan orang lain. Ingat!
Jati diri manusia ditandai dengan keberanian bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
Maka, bagaimanapun dan apapun kondisi kita saat ini, kita harus mampu belajar dan membangun sikap mental kemandirian. Dengan begitu, keberadaan kita di dunia ini akan mempunyai nilai tersendiri."
Andrie WongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 6:11:00 AM
|
|
|
Percaya Diri? Arogan? Minder? |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Percaya diri (self confidence) adalah sikap yang menunjukkan seseorang yakin akan suatu produk atau jasa. Tidak hanya produk atau jasa, juga yakin akan suatu sistem yang bermanfaat untuk masyarakat luas. Dapat dikatakan, percaya diri adalah sikap yakin terhadap sesuatu.
Seseorang dapat memiliki percaya diri yang baik apabila orang tersebut dapat menyampaikan pendapat kepada orang lain dan dapat menunjukkan suatu sikap yakin kepada orang lain. Percaya diri dikembangkan dengan memikirkan secara mendalam sewaktu menghadapi suatu, bertanya pada diri sendiri apakah yang harus dilakukan dan bagaimana menyampaikannya kepada orang lain. Percaya diri sangat bermanfaat dalam setiap keadaan. Percaya diri menyatakan seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya. Percaya diri diwujudkan dengan menatap mata orang lain sewaktu berbicara, tidak melipat kedua tangan seperti kedinginan sewaktu berbicara kepada orang lain, tidak mengalihkan pandangan kepada hal lain sewaktu berbicara kepada orang lain dan cepat mendengar daripada berbicara. Sikap percaya diri dibentuk dengan belajar terus, tidak takut untuk berbuat salah dan menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari.
Arogan adalah sikap yang menunjukkan keangkuhan. Merasa diri dapat melakukan segala hal tanpa bantuan siapa-siapa. Dalam kamus kepribadian, sikap arogan termasuk dalam kategori sikap percaya diri yang berlebihan (over self-confidence). Arogan dapat terlihat dari sikap seseorang yang menonjolkan diri lebih daripada orang lain, belum diminta sudah menawarkan diri, tidak berperasaan, tidak peduli pendapat orang lain, kurang sabar, panik, melakukan tugas dengan amarah.
Minder adalah sikap yang menunjukkan keangkuhan juga. Selalu merasa diri bodoh, merasa diri tidak memiliki pendidikan yang cukup, merasa didi tidak mampu melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain, rikuh, merasa diri tidak berguna, merasa diri selalu salah dan iri hati. Orang minder disebabkan karena orang tersebut tidak mendidik diri sendiri dengan membaca buku-buku, membaca media, menyampaikan pemikiran kepada orang lain. Hanya menunggu supaya orang lain melakukan sesuatu kepada dirinya. Orang minder dikatakan sebagai orang angkuh karena selalu menyalahkan orang lain. Padahal masalah timbul selalu dari diri sendiri.
Sewaktu kita menjalankan ibadah, sikap minder diperlukan, untuk menyadari adanya Yang Maha Kuasa, maka kita sadar bahwa kita adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi sikap minder TIDAK DIPERLUKAN dalam hubungan antar manusia. Karena pada dasarnya, setiap manusia selalu berbuat salah. Jika sikap minder dibawa dalam hubungan antar manusia, maka terjadilah konflik. Apalagi sangat berbahaya, jika sikap minder dibawa dalam urusan pekerjaan dan bisnis. Tidaklah mengherankan di Indonesia seringkali terjadi konflik karena setiap individu membawa sikap minder dalam hubungan antar manusia.
Maka tanyalah pada diri Anda sendiri sebagai berikut : Apakah saya termasuk orang yang memiliki percaya diri yang baik? Apakah saya termasuk orang yang arogan? Apakah saya termasuk orang yang minder? Saya anjurkan PILIHLAH menjadi orang yang memiliki percaya diri yang baik.
Oleh : Debbie Sianturi |
posted by .:: me ::. @ 12:24:00 PM
|
|
|
Sikap Tanggung Jawab |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Dikisahkan, sebuah keluarga mempunyai anak semata wayang. Ayah dan ibu sibuk bekerja dan cenderung memanjakan si anak dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut membuat si anak tumbuh menjadi anak yang manja, malas, dan pandai berdalih untuk menghindari segala macam tanggung jawab.
Setiap kali si ibu menyuruh membersihkan kamar atau sepatunya sendiri, ia dengan segera menjawab, "Aaaah Ibu. Kan ada si bibi yang bisa mengerjakan semua itu. Lagian, untuk apa dibersihkan, toh nanti kotor lagi." Demikian pula jika diminta untuk membantu membersihkan rumah atau tugas lain saat si pembantu pulang, anak itu selalu berdalih dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Ayah dan ibu sangat kecewa dan sedih melihat kelakuan anak tunggal mereka. Walaupun tahu bahwa seringnya memanjakan anaklah yang menjadi penyebab sang anak berbuat demikian. Mereka pun kemudian berpikir keras, bagaimana cara merubah sikap si anak? Mereka pun berniat memberi pelajaran kepada anak tersebut.
Suatu hari, atas kesepakatan bersama, uang saku yang rutin diterima setiap hari, pagi itu tidak diberikan. Si anak pun segera protes dengan kata-kata kasar, "Mengapa Papa tidak memberiku uang saku? Mau aku mati kelaparan di sekolah ya?" Sambil tersenyum si ayah menjawab, "Untuk apa uang saku, toh nanti habis lagi?"
Demikian pula saat sarapan pagi, dia duduk di meja makan tetapi tidak ada makanan yang tersedia. Anak itu pun kembali berteriak protes, "Ma, lapar nih. Mana makanannya? Aku buru-buru mau ke sekolah." "Untuk apa makan? Toh nanti lapar lagi?" jawab si ibu tenang.
Sambil kebingungan, si anak berangkat ke sekolah tanpa bekal uang dan perut kosong. Seharian di sekolah, dia merasa tersiksa, tidak bisa berkonsentrasi karena lapar dan jengkel. Dia merasa kalau orangtuanya sekarang sudah tidak lagi menyayanginya.
Pada malam hari, sambil menyiapkan makan malam, sang ibu berkata, "Anakku. Saat akan makan, kita harus menyiapkan makanan di dapur. Setelah itu, ada tanggung jawab untuk membersihkan perlengkapan kotor. Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya dan akan terus begitu selama kita harus makan untuk kelangsungan hidup. Sekarang makan, besok juga makan lagi. Hari ini mandi, nanti kotor, dan harus juga mandi lagi. Hidup adalah rangkaian tanggung jawab, setiap hari harus mengulangi hal-hal baik. Jangan berdalih, tidak mau melakukan ini itu karena dorongan kemalasan kamu. Ibu harap kamu mengerti." Si anak menganggukkan kepala, "Ya Ayah-Ibu, saya mulai mengerti. Saya juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi."
Dalam kehidupan, kita selalu memikul tanggung jawab. Sedari kecil, remaja, dewasa, hingga tua, kita akan terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas kecil maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang kita emban. Dan, jika kita mengabaikannya, dampak negatif akan kita rasakan. Karena itu, hanya dengan selalu melakukan kebiasaan positif, dengan kesadaran penuh dan dilakukan secara terus menerus, maka sikap tanggung jawab akan menjadi ciri khas kita yang dapat membawa diri pada kehidupan yang lebih baik dan lebih bermutu.
Oleh: Andrie WongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 12:58:00 PM
|
|
|
Batu-Batu Berharga |
|
Alkisah, di sebuah sekolah perniagaan, seorang guru besar sedang menyampaikan mata pelajaran tentang ekonomi sosial. Di depan kelas, dengan hati-hati si guru meletakkan sebuah toples kaca di atas meja. Dengan diikuti tatapan mata para siswanya, dia mengeluarkan sekantong penuh batu dan memasukannya satu persatu ke dalam toples itu sampai tidak ada lagi batu yang bisa dimasukkan lagi. Setelah melakukan hal tersebut, si guru bertanya kepada para siswanya, "Anak-anak, apakah toples ini sudah penuh?" "Ya!" jawab mereka serempak.
Sambil tersenyum, sang guru meraih tas kedua dari bawah mejanya yang berisi batu kerikil. Dia kemudian menuangkan kerikil itu sambil menggoyang-goyangkan toples untuk mengisi celah-celah di antara batu-batu yang telah ada di dalam toples tadi. Untuk kedua kalinya, dia bertanya kepada para siswanya, "Sekarang, apakah toples ini sudah penuh?" "Belum!" jawab mereka setelah tahu arah pertanyaan si guru.
Kali ini jawaban mereka benar. Si guru mengambil kantong berisi pasir halus. Ia pun kemudian menuangkan pasir halus ke dalam toples untuk mengisi celah-celah di antara batu-batu besar dan kerikil-kerikil yang telah dimasukkan sebelumnya. Lagi-lagi dia bertanya, "Nah, apakah sekarang toples ini sudah penuh?" "Mungkin penuh, mungkin juga belum penuh Pak. Yang tahu jawabannya cuma bapak," jawab para siswa.
Jawaban itu membuat si guru tersenyum. Ia lantas mengeluarkan seteko air dan menuangkan ke dalam toples hingga air pun memenuhi permukaan toples. Dia meletakkan teko dan memandang ke seluruh kelas. "Lantas, dari hal-hal tadi, pelajaran apakah yang dapat kalian petik?" "Tak peduli seberapa padat jadwal kegiatan kita, selalu akan bisa ditambahkan sesuatu ke dalamnya," jawab seorang siswa karena merasa sedang mengikuti kelas perniagaan.
"Bukan sekadar itu! Yang ditunjukkan disini adalah dengan memasukkan batu-batu besar lebih dahulu, disusul batu kerikil lalu pasir, dan terakhir air, maka cara seperti itu bisa membuat toples terisi secara maksimal. Artinya, ini merupakan sebuah pelajaran tentang prioritas. Kalian mengerti?" sebut si guru. Serentak para murid pun mengangguk-anggukkan kepala, tanda mendapat jawaban dan pelajaran yang memuaskan.
Pengertian tentang prioritas sangatlah penting. Sebab, kadangkala kita melakukan pekerjaan dengan hasil yang tidak optimal, hanya karena kita tidak memperhitungkan dengan cermat mana pekerjaan yang penting dan mendesak untuk lebih dahulu dikerjakan.
Jikalau kita mampu memilih dan memilah pekerjaan dengan memprioritaskan atau mendahulukan pekerjaan yang penting dan mendesak, maka, apa yang kita lakukan akan bisa berjalan lebih efektif dan berdayaguna. Dengan begitu, hasil yang dicapai pun akan bisa lebih maksimal.
Itulah inti dari pengertian prioritas. Cukup sederhana, namun membutuhkan latihan demi latihan, dalam praktek pekerjaan atau kegiatan di kehidupan kita sehari-hari. Maka, mari kita raih kesuksesan dengan cara membangun kebiasaan menentukan skala prioritas dalam segala aktivitas yang kita lakukan.
oleh: Andrie WongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 12:45:00 PM
|
|
|
Cinta, Harta dan Sehat |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Suatu pagi datang 3 pemuda hendak bertemu dengan tuan rumah di sebuah rumah yang cukup besar di kawasan perumahan elite. Mereka disambut oleh satpam di depan karena tuan rumah sudah berangkat ke kantor pagi-pagi tadi. Di rumah hanya ada nyonya rumah yang sedang sibuk telpon mengatur acara arisan untuk minggu depan dan 3 orang pembantu yang sedang sibuk dengan pekerjaan masing2.
3 pemuda ini tetap menunggu di luar pagar walau sudah diberitahu bahwa tuan rumah baru akan pulang larut malam hari itu. Mereka juga menolak ketika dipersilakan masuk dan menunggu di dalam rumah.
Pak Lesmana, si pemilik rumah baru pulang sekitar jam 8 malam. Dengan tubuh lelah, beliau sama sekali tidak memperhatikan adanya 3 orang yang sedang duduk menunggu di depan pagar. Baru ketika beliau selesai mandi dan makan malam bersama istri, Irene, putri mereka menceritakan kehadiran 3 pemuda ini. Rupanya bahkan sang istri-pun tidak menyadari kehadiran mereka sepanjang hari ini.
Pak Lesmana terheran-heran, siapa gerangan mereka. Keheranan Pak Lesmana semakin bertambah ketika mereka menolak masuk sekaligus bersamaan. 3 pemuda ini mensyaratkan bahwa si pemilik rumah harus memilih salah satu dari mereka untuk masuk ke rumah karena mereka tidak bisa masuk bertiga sekaligus. Dan keheranan beliau semakin memuncak ketika diberitahu bahwa nama mereka masing-masing adalah cinta, harta dan sehat. Siapa mereka? Apa maunya mereka hingga rela menunggu dari pagi hingga larut malam begini? Siapa dari ketiga orang tersebut yang akan diundang duluan?
'Pilih harta!', ujar sang istri segera menangkap makna yang tersembunyi di balik 3 nama itu. 'Dengan harta kita bisa membeli segala-galanya. Tidak ada harta mana bisa sehat? Ayo, suruh harta masuk', tambahnya lagi buru-buru memberi perintah pada satpam yang sedang menunggu di depan mereka.
'Jangan!', sergah Pak Lesmana cepat, sebelum satpam tadi sempat bergerak. 'Buat apa harta kalau tidak sehat? Pilih sehat saja, soal harta nomor dua!! Apalagi cinta, kalau sakit mana bisa merasakan cinta. Ayo, suruh masuk si sehat!!', perintahnya.
'Eh, tunggu!!', kali ini Irene yang mencegah. Satpam yang baru mau mulai memutar tubuh lagi-lagi menahan gerakannya. 'Papa .. harta dan sehat tidak ada artinya tanpa cinta', urainya. 'Ah, itu karena kamu lagi jatuh cinta!', Ny. Lesmana segera menimpali sambil melirik suaminya. 'Iya'kan, Pa?', sang istri berusaha meyakinkan suaminya yang kelihatan mulai ragu. 'Dengan harta, kita bisa membeli segalanya. Semua akan bahagia, penuh cinta. Juga bisa ke dokter kalau sakit. Coba kalau tidak ada harta, mana bisa happy dan sehat?'.
Beberapa saat hening, semua mata melirik ke Pak Lesmana sebagai kepala keluarga yang mengambil keputusan. 'Suruh cinta masuk duluan', akhirnya beliau memutuskan. Satpam segera berlari keluar, takut kalau ada yang berubah pikiran lagi. Tapi kali ini tidak ada sergahan. Bahkan mereka bertiga mengikutinya berjalan ke teras depan ingin melihat siapa yang namanya cinta itu.
'Lho, kok tiga-tiganya masuk? Bukankah katamu mereka hanya bisa masuk satu per satu?!', seru Irene ketika melihat ke-3 tamu tadi masuk bersamaan.
'Betul, dik', ujar salah seorang dari mereka. 'Kalau anda memilih harta, maka yang masuk hanya harta. Anda akan kaya, kaya harta dan martabat. Hidup mewah dan penuh keduniawian. Semua kegiatan dan gelak tawa hanya bertolok ukur pada seberapa banyaknya harta, jumlah deret angka di atas kertas dan jumlah lembar kertas berderet angka. Padahal semuanya itu benda mati, tidak hidup. Lama kelamaan akan bosan sendiri, merasa monoton dan semu. Tidak ada perasaan, apalagi cinta. Kalau sudah begitu, bukankah yang sehat akan jadi sakit juga?'.
'Kalau anda memilih sehat, maka yang masuk hanya sehat. Anda akan sibuk memperhatikan kesehatan, supaya hidup sehat, supaya tampil sehat, supaya berpikiran sehat. Lagi-lagi, tolok ukur sehat yang demikian hanyalah berdasarkan ilmiah belaka. Ketika sakit, orang akan merasa tidak ada gunanya harta tanpa kesehatan yang baik. Sebenarnya, kalau tidak ada cinta dan perasaan - bagaimana anda tahu sehat itu membahagiakan?'.
'Kalau anda memilih cinta, maka sehat dan harta akan turut serta. Dimana ada cinta, di sana ada semangat untuk tetap bahagia. Cinta yang akan senantiasa memelihara semangat dan motivasi 'mencari harta' agar meringankan beban orang sekelilingnya. Ketika ada cinta, orang tidak akan banyak memperhitungkan berapa yang dia terima - yang penting membahagiakan. Cinta kasih inilah yang akan membuat kita tahu bahwa pada akhirnya, cinta adalah harta yang paling bernilai di dunia'.
Seringkali kita dihadapkan pada keadaan yang sama. Cinta, kekayaan dan kesehatan telah dengan sabar mengiringi setiap langkah kita, menunggu yang mana yang akan kita utamakan. Banyak orang mengira bahwa hidup ini untuk harta. Tapi ketika sudah punya banyak harta tetap saja tidak puas dan bingung karena tidak bahagia. Banyak pula orang yang mengira bahwa sehat merupakan tujuan utama. Tapi walau sehat bisa saja merasa tidak bahagia karena tidak tahu apa yang dicari.
Ketika anda mengutamakan cinta - harta dan kesehatan akan datang menyusul.
Oleh : MARIANI NG - Certified Meta-Masters Practitioner of NS-NLPLabels: Mariani |
posted by .:: me ::. @ 6:40:00 AM
|
|
|
Menyentuh Kedamaian (Gede Prama) |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Sejumlah wisatawan yang datang ke Bali heran membaca peringatan berbunyi "pemulung dilarang masuk" di mana-mana.
Bagi yang punya empati dan memahami psikolinguistik (ada cermin kejiwaan dalam pilihan kata yang digunakan dalam keseharian) akan bertanya, ada apa di pulau kedamaian Bali?
Persahabatan, pengertian, kesabaran, kebaikan adalah ciri tempat penuh kedamaian. Dengan banyaknya papan "pemulung dilarang masuk" di Bali, adakah kedamaian sudah pergi dari tempat yang kerap disebut the last paradise ini? Maafkanlah keingintahuan. Kalau boleh jujur, Bali tidak sendiri. Keseharian kehidupan di mana pun ditandai kian langkanya kedamaian.
Jangankan negara miskin seperti Botswana, Afrika, yang harapan hidupnya di bawah 40 tahun, sebagian manusia dewasanya positif terjangkit HIV. AS dan Jepang yang dikenal makmur harus menandai diri sebagai konsumen pil tidur per kapita terbesar di dunia dan angka bunuh diri yang tinggi.
Mungkin langkanya kedamaian ini yang ada di balik data cepatnya pertumbuhan pusat meditasi di Barat. Sebagian guru dari Timur disambut komunitas Barat dengan rasa amat lapar akan kedamaian.
Republik ini serupa. Setelah lebih dari enam dasawarsa merdeka, kedamaian tidak tambah dekat. Kemiskinan, bencana, bunuh diri, pengangguran hanya sebagian data yang memperkuat.
Kian menjauhnya kedamaian di luar inilah yang membuat banyak manusia memulai perjalanan ke dalam. Mencari cahaya penerang di dalam.
Pohon kedamaian Dalam perjalanan ke dalam, ada yang serupa antara pohon dan pencinta kedamaian. Pohon bertumbuh mendekati cahaya. Begitu pula pencinta kedamaian. Dengan serius berlatih, suatu saat hidupnya terang. Maka dalam bahasa Inggris, puncak perjalanan ke dalam disebut enlightenment (pencerahan), ada kata light (cahaya) di tengahnya. Untuk itu, perjalanan menyentuh kedamaian dalam tulisan ini dibuat menyerupai pohon.
Mari dimulai dengan bibit. Bibit jiwa saat berjalan ke dalam adalah tabungan perbuatan baik sekaligus buruk. Bukan baik–buruknya yang menjadi bibit, tetapi bagaimana ia diolah menjadi bibit. Kebaikan belum tentu menjadi bibit yang baik, terutama jika kebaikan diikuti kesombongan dan kecongkakan. Keburukan tidak otomatis menjadi bibit buruk, secara lebih khusus jika keburukan menjadi awal tobat mendalam serta komitmen kuat menjalani latihan keras.
Orang baik dengan bibit yang baik jumlahnya banyak. Namun, orang jahat dengan bibit yang baik juga ada. Milarepa contohnya. Setelah melakukan santet yang berbuntut matinya sejumlah keluarga paman dan tante yang menipunya, Milarepa dihinggapi rasa bersalah mendalam. Sekaligus kesediaan untuk membayar kesalahan dengan pengorbanan berharga berapa pun. Inilah bibit Milarepa berjalan ke dalam yang membuatnya menjadi salah satu orang suci yang amat dikagumi di Tibet.
Lahan-lahan pertumbuhan lain lagi. Meminjam kalimat Kahlil Gibran, keseharian adalah tempat ibadah yang sebenarnya. Maka suatu hari Guru Nanak, yang memiliki murid Islam sekaligus Hindu yang sama banyaknya di India, ditanya mana yang lebih agung, Islam atau Hindu. Dengan sejuk dan teduh, Guru Nanak menyebutkan, baik Islam maupun Hindu sama-sama kehilangan keagungan kalau umatnya tidak berbuat baik. Siapa saja yang mengisi hidupnya dengan kebaikan, ia sudah menyiapkan lahan subur.
Akar pohon kedamaian adalah pikiran yang bebas dari penghakiman. Sebagaimana ditulis Ajahn Munindo dalam The Gift of Well–Being: "until we enter this dimension, all our wise words will be mere imitation". Sebelum kita bebas dari penghakiman, kata-kata kita hanya barang tiruan hambar yang tidak bergetar. Maka, mereka yang berkarya dengan kualitas kenabian (prophetic), seperti Jalaluddin Rumi, Thich Nhat Hanh, Mikhail Naimy, dan Rabindranath Tagore, dengan kata-kata yang menggetarkan, semua sudah lewat dari kesukaan melakukan penghakiman. Dan siapa saja yang telah melewati ini tahu, betapa cepatnya pertumbuhan kemudian.
Teknik yang tepat adalah batang pohonnya. Bertemu teknik yang terlalu maju atau terlalu rendah daripada pertumbuhan hanya akan membuat perjalanan hambar. Jadi layak disarankan untuk mencoba berbagai teknik, lalu merasakan. Teknik mana pun yang menghadirkan rasa damai paling mendalam bisa jadi itulah teknik yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan kini.
Daun rimbun kedamaian muncul saat perjalanan ke dalam mulai menyatu dengan keseharian. Seperti mandi, ada yang kurang jika sehari tidak melakukan perjalanan ke dalam. Lebih dari itu, tiap kejadian dalam keseharian (yang menyenangkan sekaligus menjengkelkan) menghadirkan aneka bimbingan.
Bunga pohon kedamaian mulai bermekaran saat keseharian mulai menyentuh kedamaian. Hidup serupa berjalan ke puncak gunung, makin lama makin teduh dan sejuk. Ini baru bayangan bulan. Bila bayangannya saja begitu indah, betapa indahnya bulan kedamaian yang sebenarnya.
Siapa pun yang tekun dan terus menyentuh kedamaian, masalah waktu, akan melihat munculnya buah pohon kedamaian. Kedamaian yang berlawankan kesedihan memang menghilang, ia diganti batin tenang seimbang yang keluar dari segala dualitas.
Sejumlah sufi yang sampai di sini berhenti memuji surga, berhenti mencaci neraka. Di Jawa disebut suwung. Di Bali disebut embang (sunyi). Orang Zen menyebutnya attaining the non attainment. Mencapai keadaan tanpa pencapaian. Yang membuat cerita pohon kedamaian ini menjadi lebih utuh, Thomas Merton pernah mengungkapkan, pekerjaan manusia yang telah tercerahkan mirip pohon. Dalam hening, damai, pohon mengubah karbon dioksida menjadi oksigen yang dihirup makhluk. Peraih buah kedamaian juga serupa, ia tidak menikmati kedamaiannya sendiri. Dalam hening, dalam damai ia menghasilkan vibrasi kedamaian, serupa oksigen kendati tidak terlihat, tetapi amat dibutuhkan banyak makhluk.
Orang-orang tercerahkan cara bernapasnya berbeda. Saat menarik napas, ia bayangkan menarik masuk semua kekotoran. Saat mengembuskan napas, dibayangkan sedang membuang semua hal yang bersih dan jernih.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga kedamaian mengunjungi semuanya.
oleh: gede prama (kompas)Labels: Gede Prama |
posted by .:: me ::. @ 6:33:00 AM
|
|
|
Menyeberangi Sungai |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
“Guo He”
Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran, Pak Guru memberi sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya, “Anak-anak, jika suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat, di depan kita terbentang sebuah sungai kecil, walaupun tidak telalu lebar tetapi airnya sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut. Sedangkan satu-satunya jembatan yang ada untuk menyeberangi sungai, tampak di kejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat kita berdiri.”
“Pertanyaan saya adalah, apa yang akan kalian perbuat untuk menyeberangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? Pikirkan baik-baik, jangan sembarangan menjawab. Jawablah dengan memberi alasan kenapa kalian memilih jalan itu. Tuliskan jawaban kalian di selembar kertas. Kita akan diskusikan setelah ini.”
Seisi kelas segera ramai, masing-masing anak memberi jawaban yang beragam. Setelah beberapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, Pak Guru segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi.
Ada sekelompok anak pemberani yang menjawab: kumpulkan tenaga dan keberanian, ambil ancang-ancang dan lompat ke seberang sungai. Ada yang menjawab, kami akan langsung terjun ke sungai dan berenang sampai ke seberang.
Kelompok yang lain menjawab: Kami akan mencari sebatang tongkat panjang untuk membantu menyeberang dengan tenaga lontaran dari tongkat tersebut. Dan ada pula yang menjawab: Saya akan berlari secepatnya ke jembatan dan menyeberangi sungai, walaupun agak lama karena jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan menyeberang melalui jembatan adalah yang paling aman.
Setelah mendengar semua jawaban anak-anak, Pak Guru berkata, ”Bagus sekali jawaban kalian. Yang menjawab melompat ke seberang, berarti kalian mempunyai semangat berani mencoba. Yang menjawab turun ke air berarti kalian mengutamakan praktik. Yang memakai tongkat berarti kalian pintar memakai unsur dari luar untuk sampai ke tujuan. Sedangkan yang berlari ke jembatan untuk menyeberang berarti kalian lebih mengutamakan keamanan. Bapak senang kalian memiliki alasan atas jawaban itu. Semua jalan yang kalian tempuh adalah positif dan baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mau berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari gunung di kejar, pasti tujuan kalian akan tercapai. Pesan bapak, mulai dari sekarang dan sampai kapan pun, Kalian harus lebih rajin belajar dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai ke tempat tujuan.”
”Bu Yao Tao Bi Kun Nan” Jangan melarikan diri dari kesulitan.
Dalam kenyataan hidup, kita semua sebagai manusia selalu mempunyai masalah atau problem yang harus di hadapi, selama kita tidak melarikan diri dari masalah, dan sadar bahwa semua masalah dan rintangan itu harus diatasi, melalui pola pikir dan cara-cara yang positif serta keberanian kita menghadapi semua itu, tentu hasilnya akan maksimal. Hanya dengan action dan belajar, belajar, dan action lagi. Manusia baru bisa mencapai pertumbuhan mental yang sehat dan meraih kesuksesan seperti yang di idam idamkan!
Written by: Andrie WongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 12:21:00 AM
|
|
|
Sifat Kepiting |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Pang Xie De Xing Ge
Saat menjelang malam hari di tepi pantai, terlihat para nelayan melakukan kegiatan, yakni menangkap kepiting yang biasanya keluar dari sarang mereka di malam hari. Kepiting-kepiting yang ditangkap oleh nelayan, sebagian kecil akan menjadi lauk santapan sekeluarga, sebagian besar akan di bawa ke pengumpul atau langsung ke pasar untuk di jual.
Para nelayan itu memasukkan semua kepiting hasil tangkapan mereka ke dalam baskom terbuka. Menariknya, baskom tersebut tidak perlu diberi penutup untuk mencegah kepiting meloloskan diri dari situ. Ada yang menarik dari tingkah laku kepiting-kepiting yang tertangkap itu. Mereka sekuat tenaga selalu berusaha keluar dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat, tetapi jika ada seekor kepiting yang nyaris meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan berusaha keras menarik kembali ke dasar baskom. Begitulah seterusnya, sehingga akhirnya tidak ada seekor kepiting pun yang berhasil kabur dari baskom. Sebab itulah para nelayan tidak membutuhkan penutup untuk mencegah kepiting keluar dari baskom. Dan kemudian mati hidupnya si kepiting pun ditentukan keesokan harinya oleh si nelayan.
Sungguh menarik kisah dari sifat kepiting tadi, mengingatkan kita pada kehidupan manusia. Kadang tanpa disadari, manusia bertingkah laku seperti kepiting di dalam baskom. Saat ada seorang teman berhasil mendaki ke atas atau berhasil mencapai sebuah prestasi, yang seharusnya kita ikut berbahagia dengan keberhasilan itu, tetapi tanpa sadar, kita justru merasa iri, dengki, marah, tidak senang, atau malahan berusaha menarik atau menjatuhkan kembali ke bawah. Apalagi dalam bisnis atau bidang lain yang mengandung unsur kompetisi, sifat iri, tidak mau kalah akan semakin nyata dan bila tidak segera kita sadari, kita telah menjadi monster, mahluk yang menakutkan yang akhirnya akan membunuh hati nurani kita sendiri.
Gelagat manusia yang mempunyai sifat seperti halnya sifat kepiting yaitu : 1. Selalu sibuk merintangi orang lain yang akan menuju sukses sehingga lupa berusaha untuk memajukan diri sendiri. 2. selalu mencari dan menyalahkan pihak di luar dirinya
Pembaca yang berbahagia. Tidak perlu cemas dengan keberhasilan orang lain, tidak perlu ada menyimpan iri hati apalagi tindakan yang bermaksud menghalangi teman atau orang lain agar mereka tidak maju. Buang pikiran negatif seperti itu! Karena sesungguhnya, di dalam persaingan bisnis atau persaingan di bidang apa pun, tidak peduli berakhir dengan kemenangan atau kekalahan, masing-masing dari kita mempunyai hak untuk sukses!
Cheng Gong Shi Wo Men De Quan Li Success is our right! Jika kita bisa menyadari bahwa Success is our right, sukses adalah hak kita semua!, maka secara konsekuen kita bisa menghargai setiap keberhasilan orang lain, bahkan selalu siap membantu orang lain untuk mencapai kesuksesannya. Untuk itu, dari pada mempunyai niat menghalangi atau menjatuhkan orang lain, jauh lebih penting adalah kita siap berjuang dan sejauh mana kita sendiri mengembangkan kemampuan dan potensi kita seutuhnya. Sehingga hasil yang akan kita capaipun akan maksimal dan membanggakan!
written: andrie wongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 8:32:00 PM
|
|
|
Kisah Tukang Tempe |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Adalah seorang ibu setengah baya yang sehari-harinya berjualan tempe buatan sendiri di desanya. Suatu hari, seperti biasanya, pada saat ia akan pergi ke pasar untuk menjual tempenya, ternyata pagi itu, tempe yang terbuat dari kacang kedele masih belum jadi tempe alias masih setengah jadi.
Ibu ini sangat sedih hatinya, sebab jika tempe tersebut tidak jadi berarti ia tidak akan mendapatkan uang karena tempe yang belum jadi tentunya tidak laku dijual. Padahal mata pencaharian si ibu satu-satunya hanyalah dari menjual tempe saja agar ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dalam suasana hatinya yang sedih, si ibu yang memang aktif beribadah teringat akan Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan dapat melakukan perkara-perkara ajaib, bahwa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Lalu ia pun menumpangkan tangannya di atas tumpukan beberapa batangan kedele yang masih dibungkus dengan daun pisang tersebut."Tuhan, aku mohon kepadaMu agar kedele ini menjadi tempe.
"Amin". Demikian doa singkat si Ibu yang dipanjatkannya dengan sepenuh hati. Ia yakin dan percaya pasti Tuhan menjawab doanya. Lalu, dengan tenang ia menekan-nekan bungkusan bakal tempe tersebut dengan ujung jarinya. Dengan hati yang deg-deg-an, Ia mulai membuka sedikit bungkusannya untuk melihat mukjijat kedele jadi tempe terjadi.
Namun apa yang terjadi? Dengan kaget dia mendapati bahwa kedele tersebut masih tetap kedele! Si Ibu tidak kecewa . Ia berpikir bahwa mungkin doanya kurang jelas didengar Tuhan. Lalu kembali ia menumpangkan tangan di atas batangan kedele tersebut.
"Tuhan, aku tahu bahwa bagiMu tiada yang mustahil. Tolonglah aku supaya hari ini aku bisa berdagang tempe karena itulah mata pencaharianku. Aku mohon jadilah ini menjadi tempe. Amin." Iapun kembali membuka sedikit bungkusan tersebut. Lalu apa yang terjadi? Dengan kaget ia melihat bahwa kacang kedele tersebut???......... ........masih tetap begitu !
Sementara hari semakin siang dimana pasar tentunya akan semakin ramai. Si ibu dengan tidak merasa kecewa atas doanya yang belum terkabul, merasa bahwa bagaimanapun ia akan tetap pergi ke pasar membawa keranjang berisi barang dagangannya itu. Ia berpikir mungkin mujijat Tuhan akan terjadi ditengah perjalanan ia pergi ke pasar. Lalu ibu itu pun bersiap-siap untuk berangkat ke pasar. Semua keperluannya untuk berjualan tempe seperti biasanya sudah disiapkannya.
Sebelum beranjak dari rumahnya, ia sempatkan untuk menumpangkan tangan sekali lagi. "Tuhan, aku percaya Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan menuju pasar, Engkau akan mengadakan mukjijat buatku. Amin." Lalu ia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan ia tidak henti-hentinya berdoa. Tidak lama kemudian sampailah ia di pasar. Dan seperti biasanya ia mengambil tempat untuk menggelar barang dagangannya.
Ia yakin bahwa tempenya sekarang pasti sudah jadi. Lalu iapun membuka keranjangnya dan pelan-pelan menekan-nekan dengan jarinya bungkusan tiap bungkusan yang ada. Perlahan ia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya.Apa yang terjadi? Ternyata ..... ......... ...tempenya benar benar............ . ......... belum jadi !
Si Ibu menelan ludahnya. Ia tarik napas dalam-dalam. Ia mulai kecewa pada Tuhan karena doanya tidak dikabulkan. Ia merasa Tuhan tidak adil. Tuhan tidak kasihan kepadanya. Ia hidup hanya mengandalkan hasil menjual tempe saja.
Selanjutnya, ia hanya duduk saja tanpa menggelar dagangannya karena ia tahu bahwa mana ada orang mau membeli tempe yang masih setengah jadi. Sementara hari semakin siang dan pasar sudah mulaisepi dengan pembeli. Ia melihat dagangan teman-temannya sesama penjual tempe yang tempenya sudah hampir habis. Rata-rata tinggal sedikit lagi tersisa.
Si ibu tertunduk lesuh. Ia seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan hidupnya hari itu. Ia hanya bisa termenung dengan rasa kecewa yang dalam. Yang ia tahu bahwa hari itu ia tidak akan mengantongi uang sepeserpun.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sapaan seorang wanita."Bu?! Maaf ya, saya mau tanya. Apakah ibu menjual tempe yang belum jadi? Soalnya dari tadi saya sudah keliling pasar mencarinya." Seketika si ibu tadi terperangah. Ia kaget. Sebelum ia menjawab sapaan wanita di depannya itu, dalam hati cepat-cepat ia berdoa "Tuhan? saat ini aku tidak butuh tempe lagi. Aku tidak butuh lagi. Biarlah daganganku ini tetap seperti semula, Amin." Tapi kemudian, ia tidak berani menjawab wanita itu.
Ia berpikir jangan-jangan selagi ia duduk-duduk termenung tadi, tempenya sudah jadi. Jadi ia sendiri saat itu dalam posisi ragu-ragu untuk menjawab ya kepada wanita itu. "Bagaimana nih?" ia pikir. "Kalau aku katakan iya, jangan-jangan tempenya sudah jadi. Siapa tahu tadi sudah terjadi mukjijat Tuhan?"
Ia kembali berdoa dalam hatinya, "Ya Tuhan, biarlah tempeku ini tidak usah jadi tempe lagi. Sudah ada orang yang kelihatannya mau beli. Tuhan, tolonglah aku kali ini. Tuhan dengarkanlah doaku ini.." ujarnya berkali-kali. Lalu, sebelum ia menjawab wanita itu, ia pun membuka sedikit daun penutupnya. Lalu ? apa yang dilihatnya??? Ternyata?? ternyata? memang benar tempenya belum jadi! Ia bersorak senang dalam hatinya. Singkat cerita wanita tersebut memborong semua dagangan si Ibu itu.
Sebelum wanita itu pergi, ia penasaran kenapa ada orang yang mau beli tempe yang belum jadi. Ia bertanya kepada si wanita. Dan wanita itu mengatakan bahwa anaknya di Yogya mau tempe yang berasal dari desa itu. Berhubung tempenya akan dikirim ke Yogya jadi ia harus membeli tempe yang belum jadi, supaya agar setibanya di sana tempenya sudah jadi. Kalau tempe yang sudah jadi yang dikirim maka setibanya di sana nanti tempe tersebut sudah tidak bagus lagi dan rasanya sudah tidak enak.
source: NN |
posted by .:: me ::. @ 4:52:00 PM
|
|
|
Kisah Si Penebang Pohon |
|
“Kan Shu De Gu Shi”
Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon. Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon.
Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu.”
Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan.
Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.
Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi. Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?” “Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata si penebang.
“Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan.
Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.
“Xiu Xi Bu Shi Zou Deng Yu Chang De Lu” Istirahat bukan berarti berhenti.
”Er Shi Yao Zou Geng Chang De Lu” Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi.
Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!
source: andrie wongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 4:43:00 PM
|
|
|
Aktualisasi Diri |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
"Zi wo cheng zhang”
Seorang pemuda karyawan sebuah kantor sering mengeluhkan tentang kariernya. Ia merasakan bahwa setiap kali bekerja, tidak mendapatkan kepuasan. Karirnya sulit naik. Gaji yang didapat pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena itu ia pun sering berpindah-pindah tempat kerja. Ia berharap, dengan cara itu ia bisa memperoleh pekerjaan yang memberikannnya kepuasan, dari segi karier, maupun gaji.
Setelah sekian lama ia berganti pekerjaan, bukannya kepuasan yang ia dapat, namun justru sering muncul penyesalan. Setiap kali pindah pekerjaan, ia merasa menjumpai banyak kendala. Dan, begitu seterusnya.
Suatu ketika, pemuda itu berjumpa dengan kawan lamanya. Kawan lama itu sudah menduduki posisi direktur muda di sebuah perusahaan. Pemuda itu pun lantas bertanya, bagaimana caranya si kawan bisa memperoleh kedudukan yang tinggi dengan waktu yang relatif cepat.
"Kamu dekat dengan bosmu ya?" tanya si pemuda penasaran. Kawan lamanya itu hanya tersenyum. Ia tahu, si pemuda curiga padanya bahwa posisi saat ini dikarenakan faktor koneksi. "Memang, aku dekat dengan bos aku," jawab kawan itu. "Tapi aku juga dekat dengan semua orang di kantorku. Bahkan, sebenarnya aku berhubungan dekat dengan semua orang, baik dari yang paling bawah sampai paling atas. Kamu curiga ya? Aku bernepotisme karena bisa menduduki posisi tinggi dalam waktu cepat?"
Dengan malu, pemuda itu segera meminta maaf, "Bukan itu maksud aku. Aku sebenarnya kagum dengan kamu. Masih seusia aku, tapi punya prestasi yang luar biasa sehingga bisa jadi direktur muda." Setelah menceritakan keadaannya sendiri, si pemuda kembali bertanya, “Kawan, apa sih sebenarnya rahasia sukses kamu?”
Dengan tersenyum bijak si kawan menjawab, "Aku tak punya rahasia apa pun. Yang kulakukan adalah mengaktualisasikan diriku atau fokus pada kekuatan yang aku punyai, dan berusaha mengurangi kelemahan-kelemahan yang aku miliki. Itu saja yang kulakukan. Mudahkan?"
"Maksudmu bagaimana?"
"Aku pun sebenarnya pernah mengalami hal yang sama denganmu, merasa jenuh dengan pekerjaan yang ada dan juga tak bisa naik jabatan. Namun, suatu ketika, aku menemukan bahwa ternyata aku punya kemampuan lebih di bidang pemasaran. Maka, aku pun mencoba untuk fokus di bidang pemasaran. Aku menikmati bertemu dengan banyak orang. Selain itu, aku pun mencoba terus belajar untuk mengusir kejenuhan pada pekerjaan. Dan, inilah yang aku dapatkan.”
Pembaca yang berbahagia, Jangan kita memilih pindah tempat kerja hanya karena ingin “melarikan diri” dari masalah. Seringkali kita merasakan sudah berjuang maksimal tetapi belum mendapatkan yang kita inginkan. Jangan pernah putus asa! Kita belum berhasil bukan karena kita tidak mampu, namun, kita belum memaksimalkan semua kekuatan yang kita miliki.
Jika kita mau mengaktualisasikan diri dengan menggali kemampuan dalam diri terus menerus, niscaya, karir kita pasti akan meningkat lebih pesat dan kesuksesan menanti kita di sana.
written by: andrie wongsoLabels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 5:06:00 PM
|
|
|
Life is Beautiful or Not? |
|
Do you think life is beautiful or ugly? I think life is beautiful as long as we know where to look and how to react to the environment. Of course, we are not perfect and it is rather hard to find beautiful things in life when our surroundings are negative.
I did not and still do not live in a perfect environment where everyone is so happy, cheerful, positive, and bright. Especially when we are in a relationship, any kind of relationship, whatever the other person feels and thinks would affect how we feel and think.
We may not have any control over our external environment, but we can definitely have something to say and do with our internal environment. Yes, our heart and mind.
One of the best ways to flip over negative feelings or thoughts is through giving. Dalai Lama once said in Ancient Wisdom, Modern World,
To the extent that we are able to open this inner door, we experience a sense of liberation from our habitual preoocupation with self. Paradoxically, we find this gives rise to strong feelings of confidence.
It simply translates that we can even boost confidence through giving, which opens our inner door. What a great thing to receive in return through this simple act.
As a human being, my life is not perfect. My close friends know exactly about my anguish and despair, but hey the show must go on and we are responsible for our own happiness. I won’t let anybody or anything ruining my inner peace, whatever the definition is.
written by Jennie S. BevLabels: Jennie S. Bev |
posted by .:: me ::. @ 4:59:00 PM
|
|
|
|
:: My Profile :: |
... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...
Join me on
Friendster!
|
:: Wisdom :: |
|
:: Recent Post :: |
|
:: Archives :: |
|
:: Menu :: |
|
:: LETTO Fans Blog :: |
|
:: NIDJIholic Blog :: |
Click Slide Show
|
:: Friends :: |
|
:: Games :: |
| |