|
Memilih Hidup Sekali Lagi |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Oleh: Andrie Wongso
Dikisahkan, Tuhan setiap saat mendengar keluh kesah, ketidakpuasan, dan penderitaan dari manusia ataupun dari makhluk lain ciptaan-Nya. Pada suatu ketika, Tuhan ingin sekali tahu bagaimana jika semua makhluk tersebut diberi kesempatan memilih hidup sekali lagi, ingin menjadi apakah masing-masing dari mereka? Maka, Tuhan pun bertanya kepada semua makhluk ciptaan-Nya.
Saat itu, tikus dengan cepat menjawab, "Jika diberi kesempatan memilih, aku ingin menjadi kucing. Enak jadi kucing, dia bisa bebas merdeka berada di dapur, disediakan makanan, susu, dan dielus-elus oleh manusia."
Kucing pun dengan sigap menjawab, "Kalau bisa memilih, aku ingin jadi tikus. Kepandaian tikus mengelilingi lorong-lorong rumah membuat orang serumah kewalahan, dan tikus bahkan bisa mencuri makanan yang tidak bisa aku santap. Hebat sekali menjadi seekor tikus."
Saat pertanyaan yang sama disampaikan ke ayam, ayam menjawab, "Pasti aku ingin menjadi seekor elang. Lihatlah langit di atas sana, elang tampak begitu perkasa mengepakkan sayapnya yang indah di angkasa luas, membuat semua makhluk iri, ingin menjadi seperti dirinya. Tidak seperti diriku, setiap hari mengais makanan, terkurung dan tidak memiliki kebebasan sama sekali." Sebaliknya, si elang segera menjawab, "Aku mau menjadi seekor ayam. Ayam tidak perlu bersusah payah terbang kesana-kemari untuk mencari mangsa. Setiap hari sudah disediakan makanan oleh petani, diberi suntikan untuk mencegah penyakit, dan ayam begitu terlindung di dalam kandang yang nyaman, bebas dari hujan dan panas."
Saat pertanyaan yang sama diberikan pada manusia, ternyata perempuan dan lelaki pun memberikan jawaban yang beda. Si perempuan menjawab, "Saya ingin menjadi laki-laki. Pemimpin besar dan yang hebat-hebat adanya pasti di dunia laki-laki, Menjadi perempuan sangatlah menderita, harus selalu melayani, bertarung nyawa melahirkan anak, kemudian membesarkan mereka, ini adalah pekerjaan yang sangat melelahkan."
Kaum lelaki pun tak urung ikut menjawab, "Aku mau jadi perempuan. Halus budi bahasanya, tidak perlu bekerja keras menghidupi keluarga, selalu disayang, dilindungi dan dimanjakan. Ingat, tidak ada pahlawan yang lahir tanpa seorang perempuan, surga saja ada di bawah telapak kaki ibu atau perempuan."
Setelah mendengar semua jawaban para mahluk ciptaan-Nya, Tuhan pun memutuskan tidak memberi kesempatan untuk memilih lagi. Maka, setiap makhluk akan kembali menjadi makhluk yang sama.
Pembaca yang berbahagia, Ada pepatah yang mengatakan, "Rumput tetangga selalu lebih hijau dibandingkan dengan rumput di kebun sendiri." Hal tersebut sejalan dengan kisah di atas. Memang, tak bisa dimungkiri jika manusia kadang justru lebih sering memikirkan kelebihan, kebahagiaan, dan kesuksesan orang lain. Hal ini membuat orang acap kali mengabaikan apa yang sudah dimilikinya. Tak heran, jika pikiran selalu dipenuhi dengan perasaan tersebut, maka hidup akan selalu menderita akibat terbiasa selalu membanding-bandingkan. Padahal, tahukah kita jika orang yang kita pikirkan justru mungkin berpikir sebaliknya?
Maka, dengan mampu menerima dan bersyukur apa adanya atas apapun yang kita miliki adalah kebijaksanaan. Dan, bisa ikut berbahagia melihat kebahagiaan dan kesuksesan orang lain adalah kekayaaan mental.
Mari, cintai apa yang kita miliki, hidup pasti akan lebih berarti. Maka, kita akan bisa menyongsong kegembiraan dan kebahagiaan sejati. Labels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 8:23:00 PM
|
|
|
Penjudi Yang Sadar |
|
Oleh : Andrie Wongso
Beberapa waktu yang lalu, saya dikejutkan oleh sebuah telepon yang masuk. Orang di seberang telepon, mengaku berasal dari sebuah kota di Kalimantan. Yang mengejutkan adalah kisahnya yang dituturkan dengan penuh nada sesal.
Dari seberang telepon, saya mendengar orang tersebut seperti sedang memendam beban sangat berat. Suaranya setengah terbata-bata. Dan memang, ternyata ia sedang dalam kekalutan yang sangat hebat. Bahkan, kekalutannya itu sempat membutakan pikirannya.
Orang itu mengaku sudah dua kali hendak mengakhiri hidupnya. Namun, ia menyebutkan dirinya selalu terngiang sebuah seminar yang diikutinya beberapa tahun silam. Dalam seminar tersebut, ia mengaku teringat ucapan-ucapan saya yang membuatnya sempat "terbakar" sehingga punya letupan semangat untuk melanjutkan hidup.
Dalam dua kali percobaan bunuh dirinya itu, ia merasa ketakutan. Saat itu, ada satu hal yang saya katakan dengan tegas, "Apakah dengan mengakhiri hidup, masalahmu akan segera terselesaikan? Pasti tidak! Mungkin apa yang kamu rasakan sebagai masalah di dunia bisa saja akan hilang, tapi ‘kehidupan' sesudah kematian itu justru akan lebih menyakitkan karena perbuatanmu. Dengan bunuh diri, kamu akan mendapat siksa yang amat pedih di alam baka!"
Saya juga mengatakan, bahwa tidak ada yang bisa mengakhiri hidup kita kecuali Tuhan. Sebab, hanya Tuhanlah yang berhak mencabut nyawa seseorang. Di seberang, suaranya makin terbata-bata menahan tangis. Tak lama, ia lantas mengaku, bahwa dirinya terlahir di tengah keluarga yang berada. Namun, ia terjebak pada kebiasaan jelek, yakni bermain judi mesin. Ia kalah berkali-kali. Namun, kekalahan tak membuatnya jera, namun justru membuatnya makin penasaran. Itulah yang menjadikannya bangkrut dan makin terjauh dari keluarganya. Kegalauan akibat peristiwa itulah yang membuatnya merasa terpuruk hingga akhirnya sempat memutuskan hendak mengakhiri hidupnya.
Setelah sedikit reda emosinya, saya pun mengatakan, bahwa dirinya memang salah. Namun, tidak ada kesalahan yang tak bisa diperbaiki jika kita punya kesadaran untuk berubah. Saya katakan kepadanya, bahwa hal pertama yang harus dilakukannya adalah menghentikan kebiasaan negatifnya, yakni berjudi. Ia harus mampu benar-benar menjauh dan menahan diri dari setan judi mesin yang masih menggodanya.
Kemudian, saya anjurkan juga padanya untuk meminta maaf kepada orang terdekatnya yakni orangtuanya. Saya yakin, dengan permintaan maaf yang tulus, mereka akan menerimanya kembali dengan tangan terbuka.
Sebagai manusia yang beragama, saya katakan padanya untuk kembali mendekatkan diri pada Tuhan sesuai dengan kepercayaannya. Ditambah tindakan nyata untuk menghilangkan kebiasaan buruk, maka saya yakin ia akan bisa kembali bangkit. Apalagi, disertai dengan unsur think and action yang tepat, akan tumbuh kekuatan luar biasa yang menggantikan kekalutan dalam diri sehingga ia akan mampu mengatasi semua masalahnya.
Mendengar semua perkataan tersebut, dari seberang telepon, terdengar suara tangis yang makin terisak. Namun, kali ini tangisnya mengandung aura yang berbeda. Sebab, tak lama kemudian, ia mengucap kalimat yang pendek namun tegas, "Saya pasti berubah, Pak."
Pembaca yang budiman, Memang, dalam hidup ini kita kadang membuat kesalahan. Tapi, dengan sikap yang benar disertai mental yang kaya dan pikiran positif, adanya kesalahan justru akan membuat kita belajar banyak hal.
Maka, jangan beri kesempatan atau memberi kompromi pada hal yang negatif dan merusak. Jangan sampai kita terjebak pada hal-hal negatif seperti pergaulan bebas, narkoba, judi, hingga sikap miskin mental seperti iri, dengki, benci, malas, dan berbagai pengaruh buruk lainnya.
Mari tingkatkan kekayaan mental dengan mendekatkan diri pada Tuhan. Sebab, sebagai insan beragama, kita harusnya sadar bahwa apapun yang terjadi pada kita, tak kan terjadi tanpa peran kita sendiri yang menentukan. Hal ini dikarenakan Tuhan tak kan merubah nasib seseorang, tanpa ia berusaha sendiri untuk mengubahnya.
Jaga sikap dan mental positif, pupuk semangat kerja disertai perjuangan nyata, maka kita akan jadi insan yang luar biasa. Dengan think and action, kita tunjukkan bahwa kita mampu terbebas dari belenggu tantangan dan hambatan sesulit apapun, hingga dapat mewujudkan sukses sejati, karena "Success is My Right"!!! Labels: Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 8:14:00 PM
|
|
|
Dalam Terang Cahaya Keheningan |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Oleh: Gede Prama
Sebuah peradaban yang riuh, demikian sebuah komentar mencoba menyimpulkan kehidupan di awal abad ke-21.
Lebih-lebih saat menghampar bencana di mana-mana. Perang, bencana alam, dan krisis (energi, pangan). Terkait krisis energi dan pangan, banyak yang sepakat, sedang terjadi kepanikan global.
Ada yang menelaah wajah peradaban ini tidak dengan analisis, tetapi dengan lelucon. Suatu hari seorang pemuda kebingungan memilih istri. Datanglah dia kepada seorang sesepuh dan diberi tahu syarat-syarat calon istri yang baik. Dari berwajah cantik, kaya, bekerja, berkinerja dahsyat di tempat tidur, sampai bisa diminta mengepel lantai.
Setelah dicari-cari, ternyata tidak ada wanita ideal seperti itu. Bila cantik, putri orang kaya, wanita karier, maka suaminya terpaksa mengisi keseharian dengan mengepel lantai sambil bernyanyi sendu lirik lagu ”diriku tak pernah lepas dari penderitaan”.
Semakin panas
Peradaban manusia serupa. Setiap kelebihan meminta ongkos berupa kekurangan. Keserakahan hanya mau kelebihan, dan berharap kelebihan tidak berubah menjadi kekurangan. Itulah awal kehidupan yang riuh dan penuh penderitaan.
Dulu saat dunia dibuat takut oleh potensi perang bintang di antara dua negara adikuasa, tidak ada tanda-tanda ketakutan akan bom teroris. Kini, ketika ketakutan perang global berhenti, bahkan memasuki hotel pun harus diperiksa petugas keamanan.
Nasib bangsa ini setali tiga uang. Ia terlihat berputar dari satu ketidakpuasan menuju ketidakpuasan lain karena manusianya menolak semua kekurangan. Di zaman Orde Baru, sebagian hak-hak politik dikekang, tetapi di zaman itu harga pangan, papan, dan minyak terjangkau. Di zaman reformasi, kebebasan politik berkibar, siapa pun boleh dikritik, tetapi harus dibayar dengan harga pangan, papan, dan minyak yang kian jauh dari jangkauan. Persis seperti lelucon pemuda yang bingung mencari istri, setiap kelebihan harus dibayar dengan kekurangan.
Di tengah pengapnya peradaban oleh banyak ketidakpuasan, tak terhitung jumlah rapat, konferensi, wacana, seminar, hingga kuliah tingkat tinggi di perguruan tinggi yang mau mencoba mengurai situasi. Dan ternyata, kian diperdebatkan peradaban jadi semakin panas.
Bila ada hasilnya, peradaban akan tambah sejuk. Namun, seperti dirasakan bersama, bumi tambah panas secara fisik, psikologis, dan spiritual. Jika kehidupan manusia ditelusuri, ia ditandai kelahiran dengan tangisan bayi yang riuh, serta kematian plus tangisan orang yang ditinggalkan juga riuh. Bila di tengahnya juga riuh perdebatan dan perkelahian, menimbulkan pertanyaan, kapan manusia sempat berjumpa keheningan?
Menjadi satu dengan alam
Alam sebagai guru bertutur, semua berubah, semua membawa kelebihan-kekurangan. Siang berganti malam, malam berganti siang. Diperdebatkan atau tidak, tetap seperti ini. Memahami dalam-dalam sifat alami inilah yang membukakan keheningan.
Seorang guru yang punya banyak murid di Barat agak terang dalam hal ini. Tahapan memasuki pintu keheningan sebenarnya sederhana. Pertama-tama, belajar dari alam. lalu hidup sesuai prinsip-prinsip alami. Hasilnya, manusia bisa melihat kebenaran di balik alam. Ujung-ujungnya baru bisa menjadi satu dengan alam. Sebelumnya, manusia akan terus berputar dari satu penderitaan ke penderitaan lain.
Ia yang bersatu dengan alam tahu, ada bimbingan, ada kesempurnaan, ada keindahan di sana. Laut, misalnya, ia membawa aneka bimbingan. Sama dengan hidup manusia, ada gelombang tinggi (baca: kaya, dikagumi), ada gelombang rendah (kehidupan orang biasa). Namun, tanpa memandang tinggi-rendah, gelombang mana pun ikhlas dan rendah hati pada bibir pantai. Ikhlas dan rendah hatilah ini yang membuat kematian berhenti berwajah menakutkan.
Siapa yang mengisi kesehariannya dengan keikhlasan dan kerendahhatian akan menemukan alam sebenarnya sebuah perpustakaan agung. Berlimpah pengetahuan dan kebijaksanaan yang disimpan di sana. Perhatikan laut lebih dalam lagi. Di permukaan ia senantiasa bergelombang. Sama dengan hidup manusia. Di kedalaman, tidak ada gerakan, apalagi gelombang. Hanya hening yang melukis keindahan dan kesempurnaan.
Cermati apa yang ditulis Zenkei Shibayama dalam A Flower does not talk: silently a flower blooms, in silence it falls away ... pure and fresh are the flowers with dew ... calmly l read the True Word of no letters. Bunga mekar tanpa suara, berguguran juga tanpa suara. Tanpa keluhan tanpa perdebatan. Ada kesucian yang menggetarkan dalam bunga yang berhiaskan embun pagi. Dalam bimbingan hening, tiba-tiba terbaca makna tanpa kata-kata. Zenkei Shibayama menyebutnya Scripture of no letters. Tanpa kata-kata. Hanya sebuah hati yang berkelimpahan dalam dirinya!.
Kembali ke cerita awal tentang peradaban yang riuh, dunia sedang dibelit krisis. Namun, saat kata-kata, perseteruan memperpanas suhu panas peradaban yang sudah panas mungkin ini saatnya membaca Scripture of no letters. Ada yang menyebut pengetahuan di dalam hanya membuka diri di puncak keheningan.
Untuk melangkah ke sana, mulailah hidup sesuai hukum alam. Ia yang mengalir bersama alam, tersenyum pada setiap putaran alam tahu sebenarnya tidak ada hukuman. Apa yang kerap disebut sebagai bencana sebenarnya hanya undangan laut untuk menyelam kian dalam. Memasuki wilayah-wilayah tanpa gelombang (baca: tanpa perdebatan) tetapi penuh keheningan.
Sebagaimana ditulis rapi oleh kehidupan para Mahasidha (manusia yang menjadi agung karena melewati banyak rintangan, seperti Jalaludin Rumi, Bunda Theresa, Milarepa, Mahatma Gandhi), awalnya bencana terlihat sebagai cobaan. Namun, begitu dialami, ia memperkuat otot kehidupan. Persis seperti otot fisik yang kuat karena banyak dilatih. Bila begini cara memandangnya, bencana bukannya membawa kegelapan kemarahan, ia membawa cahaya penerang.
Berbekal ketekunan, bencana membuat batin kebal dengan penderitaan. Kekebalan ini lalu membuat manusia bisa menyambut semua dualitas (baik-buruk, sukses-gagal, hidup-mati) dengan senyuman yang menawan. Inilah secercah cahaya keheningan. Ia menyisakan hanya satu hal, compassion is the only nourishment. Dualitas memang lenyap, kasih sayang kemudian membuat kehidupan berputar.
Penulis: Gede Prama Bekerja di Jakarta, Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara Sumber: KompasLabels: Gede Prama |
posted by .:: me ::. @ 5:04:00 PM
|
|
|
Sesuatu Tidak Selalu Kelihatan Sebagaimana Adanya |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Ada sebuah kisah tentang dua malaikat yang sedang menyamar menjadi manusia biasa. Yang satu menyamar sebagai seorang lelaki muda dan satunya lagi menjadi lelaki yang lebih tua. Suatu hari ia berkunjung ke sebuah keluarga kaya raya yang tinggal di suatu kota dan mengutarakan niatnya untuk menginap satu malam di rumah ini sebelum melanjutkan perjalananya. Tuan rumah yang kaya raya ini menyambut kedua tamunya dengan kurang ramah dan penuh curiga. Kemudian keduanya ditempatkan menginap di sebuah kamar yang sempit yang letaknya di belakang rumah. Ketika hendak tidur, malaikat yang menyamar menjadi orang yang lebih tua melihat dinding kamar yang retak dan berlubang, kemudian ia memperbaikinya. Dalam sekejap dinding itu menjadi nampak rapi dan tidak ada retakan lagi.
Ketika malaikat yang menyamar menjadi orang muda bertanya kepada yang lebih tua, “mengapa engkau memperbaiki dinding yang retak ini ?”. Orang yang lebih tua menjawab, “Sesuatu Tidak Selalu Nampak Sebagaimana Adanya”.
Esok harinya keduanya melanjutkan perjalanan dan berkunjung ke sebuah keluarga petani miskin yang tinggal di sebuah desa. Mengetahui kedua orang tamunya sedang dalam perjalanan dan membutuhkan tempat untuk menginap, kedua suami istri petani miskin ini menyambutnya dengan ramah. Kemudian sang istri menyiapkan makanan dan berbagi sedikit makanan yang dimilikinya dengan kedua orang tamunya. Ketika hendak tidur, kedua petani miskin ini mempersilahkan kedua orang tamunya untuk tidur di atas ranjangnya dan ia sendiri memilih tidur di tikar di tempat lainnya. Ketika bangun pagi, malaikat yang menyamar menjadi lelaki muda melihat kedua orang suami istri petani ini sedang menangis sedih, karena mendapati seekor sapi miliknya terbujur mati dikandangnya. Sapi ini adalah satu-satunya harta yang sangat berharga bagi petani ini.
Malaikat yang menyamar menjadi orang yang lebih muda bertanya kepada yang lebih tua, “mengapa engkau tidak membantu kedua petani ini dan membiarkan sapinya mati ?. Ketika berada di keluarga kaya raya yang kurang ramah dan tidak mau berbagi, engkau membantu menutup dinding rumahnya yang retak. Tetapi kini dengan dua orang petani yang miskin, tetapi sangat ramah dan mau berbagi meskipun kekurangan, engkau malah tidak membantu agar sapinya tidak mati ?”. Malaikat yang menjadi lelaki lebih tua sekali lagi menjawab, “Sesuatu Tidak Selalu Kelihatan Sebagaimana Adanya”.
Kemudian malaikat yang menyamar menjadi lelaki tua menjelaskan kepada yang muda, “ketika berada di rumah keluarga kaya raya tetapi tidak ramah dan tidak mau berbagi, aku melihat di dalam dinding yang retak itu ada tersimpan harta emas. Maka aku menutupnya dengan rapi agar ia tidak dapat menemukannya. Sedangkan tadi malam ketika kita tidur di ranjang kedua petani miskin ini, malaikat maut datang dan hendak mencabut nyawa istri petani ini. Lalu aku memohon kepaa Allah, agar tidak mencabut nyawa istri petani yang ramah dan sedang berbagi ini, kemudian sebagai gantinya ditukarlah dengan nyawa seeokor sapi miliknya.”
Sahabat yang baik, sesuatu tidak selalu kelihatan sebagaimana adanya. Seringkali kita menerima keadaan yang datang kepada kita, sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka banyaklah bersyukurlah kepada Tuhan. Namun tidak jarang kita menerima keadaan yang datang kepada kita, tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kalau demikian adanya, maka janganlah berprasangka negatif atau berprasangka tidak baik lebih dahulu. Kadangkala apa yang kita harapkan dan apa yang kitainginkan, belum tentu yang terbaik menurut Tuhan. Kadangkala apa yang tidak baik menurut kita, belum tentu tidak baik menurut Tuhan. Maka serahkanlah segala sesuatunya hanya kepada Tuhan, karena kita tidak selalu dapat melihat sesuatu sebagaimana kelihatannya.
Berlakulah baik, senanglah berbagi dengan sesama dan banyaklah bersyukur atas rahmat-Nya. Ketika kita sudah merasa melakukan sesuatu dengan benar, melakukan usaha dengan keras, melakukan ikhtiar dengan cerdas, senang berbagi dengan sesama dan memaksimalkan potensi yang ada dalam diri kita untuk meraih apa yang kita cita-citakan, maka sisanya serahkanlah kepada Tuhan. Percayakanlah segala hasil akhir dari usaha yang kita lakukan hanya kepada Tuhan. Yakinlah bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik kepada kita. Ketika keadaan yang datang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka yakinlah bahwa sesuatu tidak selalu nampak sebagaimana adanya. Temukanlah himah dibalik setiap keadan yang datang kepada kita.
Salam Motivasi Sukses Mulia,
Oleh: Eko Jalu Santoso Labels: Eko Jalu Santoso |
posted by .:: me ::. @ 1:01:00 PM
|
|
|
Keyakinan |
|
Memilih karier dan profesi untuk ditekuni memerlukan suatu belief bahwa pilihan itu memberikan harapan ke arah peningkatan kualitas hidup di masa depan. Sama halnya ketika seorang lulusan sekolah menengah memilih fakultas tertentu untuk melanjutkan studinya di universitas. Belief seseorang itu mengarahkan sikap dan kemudian perilakunya terhadap hal atau objek tertentu.
Semua orang, sadar ataupun tidak, memilih karier dan profesi atas dasar belief yang dianutnya. Profesi-profesi favorit di masa lalu –– dokter, insinyur, akuntan, atau lainnya–– diyakini banyak orang akan mampu membuat mereka sejahtera lahir dan batin. Sebaliknya, sebagian pilihan lain seperti wirausaha, wiraniaga, penulis, dan seniman, dianggap kurang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Semua itu karena belief yang dimilikinya.
Kata "belief" dalam kamus Echols dan Sadhily diterjemahkan sebagai kepercayaan atau keyakinan. Umumnya hal ini dikaitkan dengan agama (believer), tetapi tidak cuma itu. Sementara Anthony Robbins, dalam bukunya Unlimited Power, menjelaskan bahwa, "Belief is nothing but a state, an intenal representation that governs behaviors." Ia dapat bersifat memberdayakan (empowering belief), tapi juga dapat `memperlemah' (disempowering belief). Dan, seorang bernama Robert Danton Jr, pernah menegaskan bahwa, "Sebuah keyakinan adalah apa yang secara personal kita ketahui atau kita anggap benar, sekalipun orang lain tidak menyetujuinya." Hal terakhir ini menunjukkan sifat subjektif dari belief seseorang.
Dalam kaitannya dengan pilihan karier dan profesi, sebuah keyakinan dapat bersifat memberdayakan bila ia menuntun kita untuk melihat kemungkinan (possibility) untuk dapat berhasil atau mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, ia juga dapat `memperlemah' jika kita tidak yakin terhadap kemungkinan bahwa karier dan profesi yang sedang kita tekuni akan membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
Artinya, bila kita yakin bahwa kita tidak akan bisa berhasil, maka disempowering belief ini membuat kita enggan berusaha lebih serius atau bekerja lebih keras. Sebaliknya, jika kita yakin bahwa keberhasilan bisa dicapai lewat karier dan profesi yang kita tekuni, maka empowering belief ini akan menjadi semacam sumber energi luar biasa yang membuat kita mampu bertekun dan bekerja keras untuk mencapai apapun tujuan yang telah kita tetapkan dalam hati.
Darimana sebuah keyakinan muncul? Robbins menyebutkan lima sumber, yakni: lingkungan sekitar (environment), peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita (events), pengetahuan (knowledge), hasil-hasil masa lalu (our past results), dan creating in your mind of the experience you desire in the future as if it were here now (semacam `visi" –pen).
Dalam pengertian di atas, sebuah belief ikut membentuk sikap atau attitude, yakni suatu pola berpikir (kognitif) dan pola berperasaan (afektif) yang kemudian dinyatakan dalam perilaku tertentu (behavior). Dan dalam arti yang dijelaskan Robbins bahwa belief memiliki kesamaan pengertian dengan apa yang disebut Stephen Covey, pengarang The 7 Habits of Highly Effective People, sebagai paradigma atau peta mental.
Baik Robbins maupun Covey sepakat bahwa belief atau paradigma yang kita anut/miliki, dapat kita ubah, kita geser, atau kita perbaiki agar lebih berkesesuaian dengan fakta kehidupan (`kebenaran'). Akan tetapi hal itu tidaklah mudah dilakukan. Kebanyakan kita enggan atau bahkan takut menerobos batas-batas keyakinan yang kita miliki, apalagi bila keyakinan itu juga dianut oleh sebagian besar orang di lingkungan kita (keluarga, sekolah, masyarakat, dsb).[aha]
Sumber: Keyakinan oleh Andrias Harefa. Andrias Harefa adalah seorang writer, trainer, speaker.Labels: Andrias Harefa |
posted by .:: me ::. @ 12:59:00 PM
|
|
|
|
:: My Profile :: |
... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...
Join me on
Friendster!
|
:: Wisdom :: |
|
:: Recent Post :: |
|
:: Archives :: |
|
:: Menu :: |
|
:: LETTO Fans Blog :: |
|
:: NIDJIholic Blog :: |
Click Slide Show
|
:: Friends :: |
|
:: Games :: |
| |