:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Menyingkap Keindahan Bencana
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Gede Prama

Lihat kebunku penuh dengan bunga. Ada yang putih dan ada yang merah. Setiap hari kusiram semua. Mawar melati semuanya indah.

Bencana, bencana, bencana, bencana, mungkin itu kabut-kabut kehidupan yang berganti menyelimuti Indonesia beberapa tahun terakhir ini.

Belum sepenuhnya pulih dari banjir dahsyat Jakarta, tiba-tiba tanah longsor menggelegar, gempa bumi memakan nyawa, pesawat Garuda terbakar. Bencana seperti tidak bosan-bosannya menggoda jiwa Indonesia.

Seorang sahabat asli Jawa berulang-ulang menyebut kata miris. Seorang psikiater mengutip sebutan tua tentang zaman edan saat menyaksikan seorang Ibu membakar diri dan sejumlah putra-putrinya karena terimpit kesulitan kehidupan. Bahkan, Herald Tribune menulis Indonesia: Mass murder or natural disaster, terutama setelah menghitung ratusan ribu nyawa melayang akibat bencana.

Berduka, bersedih, tersentuh penderitaan sesama tentu salah satu tanda pertumbuhan jiwa. Di Timur telah lama diajarkan, untuk memasuki wilayah-wilayah kesucian, bahkan menginjak rumput pun, dilarang. Terutama karena setiap rasa sakit yang kita timpakan ke ciptaan lain akan kembali menyakiti diri. Karena itu, sungguh layak disyukuri jika Indonesia masih memiliki banyak hati yang punya empati.

Cahaya bencana

Dengan tetap menghormati banyak hati yang punya empati, banyak guru setuju jika jalan-jalan keindahan, apalagi kesucian, tidak ada yang lurus dan mulus. Semakin indah sebuah tujuan, semakin berat jalan yang harus dilalui. Bila ini cara memandangnya, mungkin Indonesia bisa menarik napas dalam-dalam, menghimpun energi untuk melewati dan menghadapi banyak tanjakan dan kelokan di depan.

Dalam jeda jiwa seperti ini, mungkin berguna jika merenung tentang cahaya-cahaya bencana. Bagi banyak jiwa, bencana identik dengan kematian, perpisahan, kesedihan, duka cita. Dan tentu saja ini teramat manusiawi.

Sedikit jiwa yang mau menggali lebih dalam jika di balik bencana ada sejumlah langit kehidupan yang tersingkap rahasianya. Ketakutan dan kesedihan adalah masukan berguna tentang keinginan yang demikian mencengkeram. Semakin mencengkeram keinginan, semakin menakutkan wajah bencana. Ada keinginan agar kehidupan hanya berwajah damai, keluarga hanya boleh bahagia, perpisahan yang identik dengan hukuman, kemiskinan sama dengan kutukan.

Melalui berbagai entakan bencana, manusia diingatkan, seberapa kuat pun keinginan mencengkeram, kehidupan tetap harus berputar. Bila saatnya matahari tenggelam, tenggelamlah ia. Ketika putaran bumi harus ditandai oleh gempa, gempalah yang menjadi sahabat kehidupan. Bila kematian sudah waktunya berkunjung, berkunjunglah ia menjadi sahabat kehidupan.

Maka, seorang ayah berpesan kepada anak-anaknya, kematian datang bukan karena penyakit, bukan karena dikerjain orang, juga bukan akibat bencana. Kematian datang karena waktunya sudah tiba. Penyakit atau bencana hanya pintu pembuka.

Bila ini cara meneropongnya, tidak saja keinginan mulai longgar cengkeramannya, tetapi cahaya-cahaya bencana juga terbuka. Ternyata bencana lebih dari sekadar hulu kesedihan, ketakutan, dan kutukan. Ia juga membukakan pengertian tentang wajah kehidupan yang lebih utuh.

Serupa taman

Serupa dengan lagu anak-anak di awal tulisan ini, hidup serupa dengan mengurus taman. Kendati yang ditanam rumput Jepang, ada rumput liar yang ikut tumbuh. Kendati sudah banyak berbuat baik, banyak berdoa, sering ke tempat ibadah, bila saatnya bencana menggoda, ia tetap menggoda. Bila rumput Jepang yang ditanam seratus meter, rumput liar hanya mengambil porsi sedikit sekali, tetap juga mengganggu. Demikian juga dengan kehidupan. Sehat berumur bertahun-tahun, tetapi kerap lupa disyukuri. Sakit hanya segelintir hari, sudah penuh caci maki. Indonesia sebentar lagi akan berumur 62 tahun, hanya segelintir hari yang digoda bencana.

Taman jadi indah karena penuh bunga dan warna. Kehidupan juga serupa. Kebahagiaan menjadi lebih indah jika pernah melewati kesedihan. Kehidupan bermakna amat dalam karena ada kematian. Kesuksesan berakarkan rasa syukur mendalam jika pernah dibanting kegagalan.

Taman terus tumbuh bila disirami, begitu juga pertumbuhan jiwa. Tidak saja kebahagiaan yang menyirami kehidupan, kesedihan juga menyirami, terutama karena kesedihan adalah gurunya sikap rendah hati dan mawas diri.

Tidak saja kedamaian yang memperkuat kehidupan, bencana pun memperkuatnya. Kedamaian memperkuat, seperti air bertemu kerongkongan yang dahaga. Bencana memperkuat, seperti ampelas keras dan kasar yang membuat berlian tambah bersinar. Sebagai catatan kontemplasi, Jepang dan Jerman yang kini menjadi salah satu pemimpin dunia kalah perang secara menyedihkan puluhan tahun lalu.

Di puncak semua perjalanan ini, tersisa bait indah kehidupan: "mawar melati semuanya indah!". Mawar yang berduri indah, melati yang wangi juga indah. Siapa saja bisa melihat keindahan dalam setiap unsur dualitas (bahagia-bencana, untung-rugi, suci-kotor, dipuji-dicaci), dia berada di depan gerbang pencerahan, kemudian hatinya bernyanyi: "semuanya indah!".

Dalam bahasa indah sejumlah sahabat penyair, keuntungan adalah hasil pelajaran dari banyak kerugian, kekotoran adalah kesucian yang sedang siap-siap menunjukkan rahasianya, kekayaan adalah sisi lain dari kemiskinan dalam mata uang kehidupan. Pada jiwa yang sedang bertumbuh, dualitas terus bergerak dari satu ujung bandul ke ujung bandul lain. Habis bahagia derita, setelah untung rugi, dan seterusnya. Dan lagu anak-anak ini mengajarkan, setelah semua segi kehidupan dicintai, disirami, diterima, kemudian dari dalam sini ada yang bernyanyi: "semuanya indah!".

Ini mungkin yang menyebabkan Robert Fulghum pernah menulis "Apa yang perlu dipelajari tentang kehidupan, sudah selengkapnya diajarkan di taman kanak-kanak". Sebuah masa di mana semuanya terasa indah. Guru dzogchen Chogyal Namkai Norbu menyebut primordial state (titik awal sekaligus titik akhir perjalanan ke dalam). Cirinya sederhana, tidak ada hal positif yang perlu diterima, tidak ada hal negatif yang perlu ditolak.

Gede Prama: Penulis Buku, Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara

Labels:

posted by .:: me ::. @ 6:42:00 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog