Oleh : Arvan Pradiansyah
Dua astronot mendapatkan tugas melakukan penelitian di bulan. Ketika kembali ke bumi, salah seorang di antaranya menceritakan bagaimana ia harus menekan naluri seninya ketika sampai di sana.
Ia ingat ketika ia melihat kembali ke bumi dan tertegun oleh pemandangan itu. Beberapa saat ia berdiri terpaku dan berpikir, “Bukan main, sungguh indah!”
Namun, kawannya segera menyadarkannya dan berkata, “Jangan buang-buang waktu. Mari segera mengumpulkan batu!”
Cerita tadi sebenarnya menggambarkan apa yang kita alami sebagai manusia modern. Kita harus berpikir cepat dan bergerak cepat, bahkan kadang kita bergerak tanpa banyak berpikir. Moto kita adalah “lebih cepat, lebih murah, lebih baik”. Karena itu, berpikir, belajar, merenung, berkontemplasi dan rekreasi sering dianggap sebagai kegiatan yang menghabiskan waktu dan tidak produktif.
Hal ini akan menjadi berlipat ganda bagi para pengusaha, mereka yang terlibat dalam bisnis inti serta mereka yang menangani penjualan. Bisnis memang sering membuat kita berorientasi pada kegiatan. Kita berusaha sedapat mungkin supaya jangan ada sedikit pun waktu terbuang tanpa melakukan kegiatan. Kita terus berjalan, bergerak, mencari peluang, menembus pasar, mengalahkan pesaing dengan kecepatan yang bertambah dari hari ke hari.
Apakah semua itu memberikan hasil yang kita inginkan? Secara jangka pendek, mungkin ya. Namun, secara jangka panjang, Anda harus membayar harganya sangat mahal. Beberapa di antara Anda barangkali akan membantah keras pernyataan saya ini. Namun tunggu dulu, saya jelaskan apa yang saya maksud.
Harga pertama yang harus kita bayar adalah berkurangnya kemampuan kreativitas dan inovasi. Ini risiko yang terkait langsung dengan kegiatan bisnis itu sendiri. Kegiatan bisnis yang bertubi-tubi telah menyandera pemikiran kita. Kita jadi lupa meluangkan waktu sejenak untuk berpikir dan merefleksikan tindakan kita. Kita akhirnya hanya menjadi robot dari target-target kita. Kita hanya melakukan business as usual. Benar, kita menjadi sangat tangguh, disiplin dan memiliki motivasi yang tinggi. Akan tetapi, lama- kelamaan produk kita menjadi aus dan ketinggalan zaman. Makin cepat tidaklah akan menjadi makin baik kalau kita bergerak ke arah yang salah. Bisnis sering hanya memikirkan jam dan lupa memikirkan kompas.
Harga kedua yang harus Anda bayar adalah berkurangnya kebahagiaan dan kenikmatan dalam hidup Anda. Padahal, apa yang Anda cari di dunia ini: pekerjaan ataukah kebahagiaan? Di sini juga ada rumus menarik. Sementara bisnis identik dengan kecepatan, kebahagiaan justru identik dengan kelambatan. Jangan salah, yang dimaksud bukanlah kelambatan yang berarti lamban, lelet atau telmi. Kelambatan di sini adalah sikap hidup yang mantap, penuh dan tidak tergesa-gesa. Kelambatan adalah sesuatu yang sangat bermakna spiritual dan berkaitan dengan kebahagiaan hidup.
Agar bisa berbahagia, yang harus kita lakukan sebenarnya bukanlah berjalan lebih cepat, tapi justru berjalan lebih lambat. Di kantor-kantor yang sangat sibuk sekarang sudah ada kebiasaan melakukan lunch meeting, yaitu makan siang sambil rapat. Pertanyaannya, dapatkah mereka menikmati makan siang? Boleh saja Anda mengatakan bahwa yang penting perut Anda sudah terisi, tapi sebetulnya Anda kehilangan kenikmatannya. Yang Anda lakukan bukanlah menikmati makan siang, melainkan hanya menelan makanan. source: swa
Labels: Arvan Pradiansyah |