:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Mengusir Kegelapan dengan Sapu
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh: Gede Prama

Seorang pengagum bintang sinetron Paramita Rusadi punya cara unik dalam mengekspresikan kekagumannya. Setiap kali bertemu wanita cantik—entah di jalan, di pasar, mal, kantor, di mana saja—ia selalu bergumam "paramita". Namun, begitu ia melihat istrinya di rumah yang tidak pernah merawat diri, ia bergumam, "parah banget".

Maaf. Lelucon itu hanya bunga canda yang membuat kehidupan menjadi indah, penuh tawa. Namun, inilah ciri kehidupan yang bergerak dari kegelapan menuju kegelapan. Terkait milik orang selalu penuh puji. Tetapi melihat milik sendiri selalu penuh caci. Ada saja alasan yang membuat hadiah-hadiah kehidupan yang sudah tergenggam tangan lalu terlihat tidak sempurna.

Ciri lain kegelapan adalah keseharian yang mudah marah dan tersinggung. Perhatikan di media. Semakin tinggi kadar marah publik, khususnya kepada pemerintah, semakin penting tempatnya di media. Lihat surat pembaca di media cetak, setengah lebih adalah ekspresi kemarahan. Juga tulisan atau komentar para pemuka, jika tidak marah, kecil kemungkinan mendapat perhatian publik sekaligus media.

Dalam bahasa hati, ini pertanda, banyak yang memerhatikan nasib bangsa. Masih ada yang rela berfungsi sebagai penjaga sejarah agar keburukan masa lalu tidak terulang. Tidak sedikit yang masih mencintai Indonesia sehingga tidak seluruh kemarahan sebenarnya berwajah negatif.

Dalam bahasa kejernihan, ketidakpuasan, kemarahan, ketersinggungan adalah tanda-tanda jika emosi terlalu mudah dicuri. Jangankan kejadian besar, hal sepele pun bisa membuat emosi tercuri. Sehingga dalam totalitas, kehidupan manusia seperti rumah besar yang setiap hari kecurian. Marah, tersinggung, tidak puas, protes hanya sebagian tanda-tanda emosi yang tercuri.

Pencuri di rumah kosong

Seperti dituturkan salah satu logika tua, kegelapan tidak bisa diusir dengan sapu, ia hanya bisa menghilang bila dihidupkan cahaya terang. Sehingga menimbulkan keingintahuan, apa cahaya penerang yang bisa membantu mengusir kegelapan kemarahan?

Kembali ke pengandaian ihwal rumah yang tercuri, ia mungkin terjadi jika rumahnya penuh barang, sekaligus tidak terjaga. Ada beberapa "barang" di dalam yang memungkinkan emosi mudah tercuri, yakni harga diri yang terlalu tinggi, kepintaran penuh kemelekatan, dan logika batu.

Memiliki harga diri merupakan pertanda kedewasaan, namun mengharap agar setiap hari diri dihargai tinggi, mudah sekali membuat emosi tercuri. Jangankan orang biasa, orang berpangkat serta bereputasi tinggi pun tidak bisa membuat dirinya selalu dihargai. Karena itu, banyak guru mengimbangi harga diri dengan sikap rendah hati. Dihargai adalah sumber motivasi. Dicaci adalah masukan berguna jika masih ada sejumlah hal dalam diri ini yang perlu diperbaiki.

Kepintaran memiliki perilaku unik yang tidak semua menyadari. Pertama-tama kepintaran membuat ukuran. Lalu menilai dan menghakimi semuanya sesuai ukuran itu. Bila kehidupan sesuai ukuran, senang, gembira, setuju hasil ikutannya. Namun, karena kehidupan berwajah jauh lebih besar, lebih rumit, lebih dalam dari ukuran mana pun, maka ukuran-ukuran ala kepintaran mudah membuat kehidupan bermuara pada kekecewaan.

Di sinilah kebijaksanaan bisa menjadi pengimbang kepintaran. Bila kepintaran penuh ukuran, lalu menolak banyak segi kehidupan, maka kebijaksanaan lebih banyak belajar untuk menerima semua apa adanya. Terutama karena kesadaran mendalam, kesempurnaan sudah ada dalam kehidupan sejak awal hingga akhir. Keinginan saja yang memerkosanya dengan tuntutan harus begini-begitu sehingga bahagia menjadi barang langka. Dalam bahasa kebijaksanaan, penerimaan adalah awal pembebasan.

Logika batu

Lain lagi logika batu yang laku keras dalam peradaban modern. Seperti batu bertemu batu, ia selalu bertabrakan. Pemerintah bertemu legislatif, pekerja berjumpa pengusaha, lembaga sosial masyarakat bersentuhan dengan media, terjadilah tabrakan. Fundamental dalam logika batu, kebenaran ditemukan dengan jalan melawan. Makin banyak perlawanan, makin banyak kredit yang diperoleh dalam kehidupan.

Namun, setelah teroris dengan logika batunya berhadapan dengan Pemerintah AS bersama sekutunya dengan logika yang sama, lalu berputar dari satu kerumitan menuju kerumitan lain, mulai banyak orang yang haus logika air. Seperti pendapat Lao Tzu, the people who cultivate the Way should be more like water.

Perhatikan air yang mengalir di sungai, ia bisa melewati setiap penghalang karena lentur. Bandingkan tubuh manusia yang masih hidup dengan yang sudah mati, batang pohon yang masih hidup dengan yang telah mati. Yang masih hidup lebih lentur dibandingkan dengan yang sudah mati. Dari sini bisa ditarik pelajaran, kehidupan lebih dekat dengan kelenturan. Lebih dari itu, ia lebih mudah membahagiakan.

Sadar akan aneka benturan yang ditimbulkan kepintaran, logika batu, dan harga diri yang tinggi, sejumlah guru bahkan pergi lebih jauh. Tidak sedikit yang belajar menerangi kegelapan dengan keheningan. Sehebat apa pun harga diri, kepintaran, dan logika batu, semua berlalu bersama waktu. Keheningan membuat semuanya hening berlalu.

Keburukan berlalu, kebaikan juga berlalu. Kesucian berlalu, kekotoran juga berlalu. Keberhasilan berlalu, kegagalan juga berlalu. Bila ini acuan kehidupan, maka jiwa mulai mengalir. Rumah jiwa akan jadi rumah kosong yang dimasuki pencuri. Pertama, karena kosong sehingga tidak ada yang bisa dicuri. Kedua, rumah jiwa dijaga oleh kewaspadaan dan kesadaran.

Eksekutif boleh saja amat jarang akur dengan legislatif, pekerja kerap bertabrakan kepentingan dengan pengusaha, demokrasi berubah menjadi demo like crazy, tetapi tidak ada di dalam sini yang bisa dicuri. Di Tibet, ini disebut rigpa (pure presence), keadaan jiwa yang terang akibat praktik alert mindfulness yang panjang. Sebagai hasilnya, jiwa menerangi diri sendiri. Sehingga setiap jalan kehidupan seperti penuh sinar penerang.

Gede Prama Penulis Buku; Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara

Labels:

posted by .:: me ::. @ 6:56:00 AM   0 comments

Selamat Tinggal Kebencian
<$BlogDateHeaderDate$>
Pernahkan menyadari apa sesungguhnya salah satu kebodohan paling besar dalam hidup ini ?
Jawabanya adalah memelihara kebencian. Ya, kebenciaan adalah sebuah kebodohan hidup yang paling besar di dunia. Karena kebencian hanya akan membunuh waktu kehidupan dan mengorbankan benih cinta, sehingga tidak bisa berkembang dalam kehidupan. Orang yang menanam dan memelihara kebenciaan dalam hatinya, ia hanya akan menuai hasil ketidaknyamanan, sakit hati dan permusuhan. Sehingga harumnya wangi bunga cinta yang ada dalam dirinya tidak dirasakan dalam kehidupan.

Namun masih banyak orang yang tidak menyadarinya kalau hatinya dikuasai oleh benih kebenciaan. Manusia yang hatinya penuh kebenciaan pada hakekatnya adalah manusia yang gagal dalam hidup, karena tidak mampu mencintai dirinya sendiri. Maka ucapkan selamat tinggal kepada benci mulai saat ini juga. Tinggalkan jauh-jauh benih kebenciaan yang akan merusak benih cinta dan kebahagiaan dalam hati Anda.

Kalau ada yang membenci diri kita, berusahalah untuk tidak membalas kebencian itu dengan kebencian. Kalau kita membalas kebencian itu dengan kebencian, maka kitapun akan termasuk kedalam golongan orang yang membenci. Kalaupun harus membalas kebencian itu, berusahalan membalasnya dengan cinta, kasih sayang dan kebaikan. Mungkin kita akan mengatakan bahwa ini adalah hal yang mudah dituliskan, tetapi sangat sulit untuk dilakukan. Benar dan memang demikian adanya. Tetapi yakinlah kalau mampu mengendalikan emosi kemarahan yang ada dalam diri kita, maka ini bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Bahkan akan menjadi hal yang mudal dilakukan. kita akan mampu membalas kebencian dengan cinta, kasih sayang dan kebaikan.

Bagaimana cara meninggalkan kebencian ? Salah satu cara meninggalkan kebencian adalah dengan berusaha bertindak dengan tindakan orang-orang yang berjiwa besar dan agung. Mereka yang memiliki keagungan jiwa mampu mengendalikan emosi amarah dan sakit hati atas kebenciaan orang lain.

Bagaimana cara memulainya ?
Kita bisa memulainya dengan membiasakan diri selalu memuji keagungan dan kebesaran Allah SWT yang telah memberikan keagungan jiwa bagi kita.
Dengan sering memuji kebesaran dan keagungan Allah SWT, kita akan memiliki semangat jiwa yang luhur, tinggi dan mulia.
Semangat jiwa yang agung dan mulia inilah yang akan mampu mengendalikan emosi dari dalam diri, sehingga tidak membiarkan kebenciaan hidup dalam diri kita.
Dengan tidak membiarkan benih kebencian tumbuh dalam diri kita, maka benih ketulusan cinta akan semakin tumbuh subur dalam diri kita.

Disarikan dari “The Art of Life Revolution", Eko Jalu Santoso

Labels:

posted by .:: me ::. @ 10:01:00 PM   0 comments

Cerita Petani
<$BlogDateHeaderDate$>
Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani miskin yang hidup dengan seorang putera nya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari begitu saja dari kandang menuju hutan.

Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ."

Keesokan hari nya, ternyata kuda pak Tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera ladang pak Tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan yang gagah perkasa. Orang-orang dari kampung berbondong datang dan segera mengerumuni "koleksi" kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi, untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun menerima uang dalam jumlah banyak, dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tua nya.

Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ."

Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan penuh semangat berusaha menjinakan kuda barunya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat, sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya.

Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ."

Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kakinya. Perlu waktu lama hingga tulangnya yang patah akan baik kembali. Keesokan harinya, datanglah Panglima Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan seluruh pemuda untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat.

Orang-orang di kampung berurai air mata melepas putra-putra nya bertempur, dan berkata: "Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ."

Kisah di atas, mengungkapkan suatu sikap yang sering disebut: non-judgement. Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan untuk memahami rangkaian kejadian yang diskenariokan Sang Maha Sutradara. Apa-apa yang kita sebut hari ini sebagai "kesialan", barangkali di masa depan baru ketahuan adalah jalan menuju "keberuntungan" . Maka orang-orang seperti Pak Tani di atas, berhenti untuk "menghakimi" kejadian dengan label-label "beruntung", "sial", dan sebagainya.

Karena, siapalah kita ini menghakimi kejadian yang kita sunguh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya nanti. Seorang karyawan yang dipecat perusahaan nya, bisa jadi bukan suatu "kesialan", manakala ternyata status job-less nya telah memecut dan membuka jalan bagi diri nya untuk menjadi boss besar di perusahaan lain.

Maka berhentilah menghakimi apa -apa yang terjadi hari ini, kejadian -kejadian PHK , Paket Hengkang , Mutasi tugas dan apapun namanya . Yang selama ini kita sebut dengan "kesialan" , "musibah " dll , karena .. sungguh kita tidak tahu apa yang terjadi kemudian dibalik peristiwa itu.

"Hadapi badai kehidupan sebesar apapun. Tuhan takkan lupa akan kemampuan kita. Kapal hebat diciptakan bukan untuk dilabuhkan di dermaga saja."

posted by .:: me ::. @ 5:03:00 PM   0 comments
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog