:: Sponsored ::


:: Statistic ::


Web Page Counter
Since 25.01.2006
Since 17.Aug.2005

visitor online

:: MP3 Player ::
Tam's MP3 Player
:: Tam's IndoHitz ::
:: Quotation ::
:: Blog Map ::
My Location
:: The Story ::


Lukisan Indah Kebijaksanaan
<$BlogDateHeaderDate$>
Kompas, Sabtu, 15 November 2008
Oleh: Gede Prama

Terowongan gelap tidak berujung, mungkin itu metafora kehidupan zaman ini. Kekayaan kehidupan anak-anak biasanya harapannya akan masa depan. Dan, saat tua tidak sedikit yang membanggakan masa lalu.

Keadaannya mirip kucing yang mengejar bayangannya sendiri. Pada pagi hari (masa muda) bayangannya ada di barat dikejar dan tidak ketemu. Pada sore hari (umur tua) bayangannya ada di timur, lagi-lagi dikejar juga tidak ketemu. Sadar bahaya ini, ada yang memotong lingkaran kegelapan dengan meyakini kehidupan berawal pada masa sekarang dan berakhir pada masa sekarang.

Masa lalu telah berlalu, masa depan belum datang. Namun, melalui tindakan pada masa kini, keduanya bisa dibuat kian terang atau gelap. Sebutlah Ibu yang sudah meninggal, tetapi belum sempat dibahagiakan. Masa lalu membuat kehidupan kian suram jika masa kini diisi penyesalan, rasa bersalah, tidak bisa memaafkan diri sendiri. Sebaliknya ini bisa menjadi awal terang jika pengalaman tidak mengenakkan ini dijadikan titik awal untuk banyak membahagiakan orang.

Di Tibet, makhluk hidup diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi mother being. Terutama karena diyakini jika semua makhluk pernah menjadi Ibu kita pada masa lalu. Dengan demikian, bila rajin membahagiakan orang atau makhluk lain, kita juga sudah membahagiakan ibu. Selain itu, membahagiakan orang adalah salah satu persiapan terbaik menyongsong masa depan. Inilah transformasi spiritual, rasa bersalah akan masa lalu dan takut akan masa depan, diolah sekaligus dinikmati hari ini.

Guru sebagai cahaya

Inilah tanda-tanda manusia yang mulai terbimbing. Dalam setiap kejadian (menyenangkan maupun menjengkelkan) ada cahaya bimbingan. Di Timur, ia disebut munculnya guru simbolik. Tidak ada kebetulan, semua hanya bimbingan. Cuma, sebagian bisa dimengerti kini, sebagian dimengerti nanti.

Sayang, amat sedikit manusia yang lahir di zaman ini memiliki berkah spiritual berjumpa guru. Untuk itu, bagi orang-orang mengagumkan, seperti Jalalludin Rumi, perjumpaan dengan guru adalah berkah spiritual yang amat disyukuri. Segelintir sahabat yang berjumpa guru menyebutkan, hanya dengan mendengar namanya sebagian ketakutan akan neraka langsung sirna.

Karena itu, tidak sedikit pencari yang menghabiskan waktu, tenaga, dan dana untuk mencari guru. Idealnya, pencarian dimulai dengan berjumpa guru hidup. Lalu perintah-perintah guru hidup ini diperkaya guru dalam bentuk buku suci. Ia yang sudah memadukan guru hidup dengan buku suci lalu berjumpa guru simbolik dalam keseharian. Puncaknya tercapai saat ketiga guru ini menjelma menjadi guru dalam diri. Orang jenis ini seperti membawa lentera ke mana-mana. Tidak ada lagi kegelapan yang tersisa.

Kematian

Bagi mereka yang belum diberkahi perjumpaan dengan guru hidup, disarankan menjaga diri dengan etika. Praktik serius etika ini mungkin membimbing seseorang menjumpai guru simbolik. Di antara banyak guru simbolik, kematian adalah guru simbolik paling agung.

Perhatikan pendapat Dzogchen Ponlop dalam Mind beyond death: ”in order to die well, one must live well”. Agar matinya indah, belajarlah hidup secara indah (baca: hidup penuh cinta).

Maka, tidak sedikit guru meditasi yang menggunakan kematian sebagai sumber air perenungan yang tidak habis-habis. Pertama-tama meditator membayangkan tubuhnya mati. Badan kaku, membiru, orang-orang dekat menangis dan seterusnya.

Diterangi cahaya keikhlasan, kematian terlihat sebagai kembalinya unsur badan ke rumah aslinya. Unsur tanah kembali ke tanah, unsur air kembali ke air, unsur api kembali ke api, unsur udara kembali ke udara, unsur ruang kembali ke ruang. Dalam bahasa tetua Bali, kematian disebut mulih ke desa wayah (pulang ke rumah sesungguhnya).

Ia yang merenungkan kematian menjadi lebih tenang, santun, baik, dan rendah hati. Bukankah ketenangan dan kebajikan adalah teman paling berguna dalam kematian? Selain itu, kematian juga berubah wajah menjadi guru simbolik yang membimbing menapaki tangga kemuliaan. Mungkin ini sebabnya Santo Paulus mengemukakan l die every day.

Bila boleh jujur, tiap hari kita mengalami kematian. Seusai sarapan, kita berpisah dengan rasa enak (matinya rasa enak di mulut). Berangkat ke kantor, manusia berpisah dengan rasa nyaman di rumah (matinya rasa nyaman tinggal di rumah). Mengakhiri meditasi, meditator berpisah dengan keindahan konsentrasi (matinya kedamaian meditasi). Dalam wajahnya yang mendasar, kematian menakutkan karena ada perpisahan. Bila terbiasa dengan perpisahan sehari-hari, perpisahan melalui kematian akan menjadi suatu yang biasa.

Meminjam ajaran Tibetan book of the dead, wajah kematian terindah bertemu saat semua tahapan antara kematian dan kehidupan berikutnya (bardo) terlewati secara tenang-seimbang. Maka, disarankan untuk memperlakukan semua kejadian dalam hidup (dipuji-dicaci, sukses-gagal, meditasi sampai mimpi) sebagai bardo. Tidak ada apa- apa, yang menyenangkan maupun menakutkan hanya pancaran kesadaran murni. Sebagaimana dinyanyikan berulang-ulang oleh pertapa Milarepa: ”death is not a death for a yogi; it is a little enlightenment”. Dalam kehidupan pertapa, kematian muncul tanpa ditemani ketakutan, ia hanya sebuah pengalaman kecil pencerahan.

Inilah ujung terowongan kegelapan. Lalu muncul cahaya bimbingan. Kegagalan, ketakutan, bahkan kematian pun memancarkan sinar terang pengertian. Karena ketakutan akan kematian adalah ibu semua ketakutan, maka begitu ia lenyap, ketakutan lain pun sirna. Sebagai hasilnya, batin menjadi bersih dan jernih sempurna. Cirinya cara memandang, niat, kata-kata, perbuatan, sumber penghasilan, daya upaya, perhatian dan konsentrasi semua menjadi serba bijaksana. Kehidupan lalu berubah wajah menjadi lukisan indah kebijaksanaan. Gambarnya cinta, bingkainya keikhlasan.

Di Ubud Bali ada wanita bule yang tidak lagi muda tekun memelihara anjing-anjing liar tak bertuan. Kendati pengertiannya akan cinta tidak mendalam, dengan tekun ia melakukannya dalam waktu lama. Pengertian yang disertai keraguan kadang menjadi penghalang keikhlasan. Kehidupan wanita bule ini sedang menggoreskan tinta keindahan: cinta dan keikhlasan melukis kebijaksanaan.

Gede Prama Bekerja di Jakarta, tinggal di Desa Tajun Bali Utara

Labels:

posted by .:: me ::. @ 7:24:00 AM   0 comments

Impian Menjadi Selebritis Ternama
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh : Andrew Ho

Gadis kecil Lucille menceritakan tentang impiannya menjadi seorang artis terkenal kepada semua saudara maupun teman-temannya. Hampir semua orang yang mendengar impian gadis tersebut selalu menertawakannya. Sebaliknya, gadis itu tetap konsisten dengan impian yang sama sampai usianya menginjak 18 tahun. Melanjutkan pendidikan ke akademi seni drama di New York adalah salah satu upaya Lucill untuk dapat mewujudkan impian tersebut.

Lucille sepenuh hati menjalani pendidikan, berharap impiannya akan segera terwujud. Tetapi 3 bulan kemudian ibu Lucille justru menerima surat pemecatan anaknya dari akademi seni itu. Demikian isi surat tersebut;

"Sekolah kami selalu melahirkan artis terkenal di Amerika. Tetapi sekolah kami tidak pernah menerima seorang murid yang tidak memiliki bakat sedikitpun seperti anakmu. Kami telah memutuskan untuk mengeluarkan dia dari akademi kami."

Lucille tidak gentar menghadapi tantangan separah itu. Sebaliknya ia berjuang lebih keras dengan cara melamar menjadi artis. Tetapi perjuangannya selalu kandas pada tahap wawancara. Bukan hanya itu, ia harus dirawat intensif selama 2 tahun karena sakit parah.

Bukan Lucille jika menyerah menghadapi tantangan yang teramat berat dalam proses mencapai impian. Berkat perjuangan yang terus menerus dan tak kenal lelah, di usia 40 tahun, sekitar tahun 1953, Lucille dipercaya membawakan sebuah acara di sebuah stasiun televisi. Acara yang ia bawakan bernama I Love Lucy itu sangat digemari oleh para pemirsa televisi di Amerika Serikat. Nama Lucille Ball pun melambung, benar-benar menjadi selebritis ternama. Program "I Love Lucy" mendapat 4 kali EmmyAward (1953, 1956, 1967, 1968) dan Lucille Ball dinobatkan sebagai "Queen of Comedy."

Otak manusia merupakan organ tercanggih, karena dapat mengendalikan 100 tugas dalam tubuh kita secara bersamaan. Masing-masing manusia mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Tetapi keyakinan yang tertanam dalam otak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan masing-masing individu dalam meraih keberhasilan.

Lucille Ball,tokoh dalam cerita diatas merupakan salah seorang yang telah membuktikan bahwa seorang manusia dapat mencapai hal-hal terbaik dalam kehidupannya bila ia mempunyai keyakinan yang besar. Sedangkan untuk mewujudkan keyakinan tersebut kita harus mempunyai kesadaran untuk berupaya sekeras mungkin, yaitu menciptakan kemajuan hingga impian itu benar-benar terwujud. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan untuk menilai mana yang benar dan salah berdasarkan prinsip-prinsip yang dianut.

Walaupun agak terlambat, tetapi Lucille Ball berhasil mewujudkan impiannya ditunjang oleh usaha keras, tekun dan dengan cara yang benar. Karena itu, jangan pernah takut untuk memimpikan hal-hal terindah dan terbaik bagi diri kita maupun orang lain. Impian menjadikan kehidupan kita jauh lebih baik dan terarah. "Dream big and dare to fail. - Bermimpilah besar dan jangan takut gagal," cetus Norman Vaughn memberi tips.

*Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.

Labels:

posted by .:: me ::. @ 11:51:00 PM   0 comments

Kisah Si Tikus Desa
<$BlogDateHeaderDate$>
Oleh : Andrie Wongso

Alkisah, ada dua ekor tikus bersahabat. Karena keadaan, yang satu tinggal di desa sedangkan yang lain tinggal di kota. Suatu hari, tikus kota berkunjung ke desa sahabatnya. Oleh tikus desa, tikus kota dibawa keliling desanya, disuguhi makanan terbaik ala desa sambil bercerita, "Sahabat, desaku memang sepi tetapi hawanya begitu sejuk dan suasananya damai. Makanan pun tersedia dimana-mana di sepanjang lumbung pak tani. Bagaimana menurut pendapatmu?"

Dengan gaya perkotaannya tikus kota menjawab, "Jujur saja sobat, aku sungguh tidak mengerti kenapa kamu betah tinggal di tempat seperti ini. Begitu sepi, dingin, dan seakan-akan tidak ada kehidupan yang berarti. Makanan terbaikmu, rasanya pun juga terlalu hambar bagi lidahku. Sekali waktu datanglah ke kota. Aku akan tunjukkan kepadamu kehidupan yang layak, nikmat, mewah, dan megah. Engkau akan tahu betapa jelek, kotor, dan tidak layaknya tempat tinggalmu ini."

Mendengar cerita tentang kota yang begitu menawan, si tikus desa tertarik untuk ikut ke sana. Setibanya mereka di kota, dengan bangga dibawanya tikus serta berkeliling menikmati indahnya gedung-gedung tinggi, lampu-lampu yang menghiasi sepanjang jalan, keramaian manusia dan kendaraan yang berlalu lalang. Hingga akhirnya mereka sampai ke liang lubang di sebuah rumah mewah kediaman manusia.

"Ayo masuklah. Memang rumah majikanku besar, indah, dan selalu hangat di dalamnya, berbeda sekali dengan rumah desamu kan?" Setelah berkeliling, perut pun terasa lapar. Sambil bercakap-cakap, mereka mengendap-endap memasuki ruang makan. Sungguh hebat makanan di atas meja, banyak dan beragam serta memancarkan aroma yang begitu mengundang selera.

Saat hendak menyantap makanan. Tiba-tiba, "gubrak!" terdengar suara daun pintu dibuka dengan kasar disusul dengan teriakan menggelegar dari orang yang datang itu. Tikus kota spontan berbalik arah dan berteriak "Cepat lari, cepat !" sesegera mungkin mereka pun berlari menyelamatkan diri ke lubang pengaman menghindari caci maki dan kemarahan si penghuni rumah.

Dengan jantung yang masih berdegup kencang karena kaget dan ketakutan, si tikus desa berkata tegas, "Aku mau pulang. Seindah dan semegah apapun di kota, di sini bukanlah tempatku. Ternyata desaku yang sepi dan tenang jauh lebih enak untuk tempat tinggalku. Selamat tinggal sahabat."

Pembaca yang budiman,
Pepatah mengatakan "Rumput tetangga lebih hijau dibanding rumput di halaman sendiri." Kadang kita hidup selalu dengan perbandingkan! Melihat orang lain serasa lebih enak, lebih hebat, lebih kaya, lebih indah dibandingkan diri sendiri. Jika kehebatan orang lain menjadi acuan kita, maka tentulah perasaan tidak bahagia yang senantiasa menyelimuti kita.

Seperti saat ini, setelah berlebaran di kampung halaman, biasanya terjadi urbanisasi besar-besaran. Kembali ke kota dan banyak yang membawa serta sanak saudara dan teman untuk mengais rejeki di kota. Sesungguhnya, jika kaum muda mau menggali potensi yang ada di kampung halaman mereka masing-masing, maka banyak masalah yang akan terpecahkan. Dan banyak prestasi yang bisa diciptakan, desa menjadi maju dan kota tidak perlu pengap karena bertambahnya penduduk yang tidak sesuai dengan perencanaan kota. Sehingga pemerataan pun terjadi. Dengan demikian kehidupan akan selaras penuh keharmonisan.

Labels:

posted by .:: me ::. @ 8:58:00 PM   0 comments
:: My Profile ::

... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...




Join me on Friendster!

Chat 

With Me
:: Wisdom ::

When we succeed, we are thankful. When we fail, we are also thankful.
The happiness and wealth are in the thankful attitude itself.
[Saat sukses kita bersyukur. Saat gagalpun kita bersyukur.
Sesungguhnya kebagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur.]"

Love and attention is power! If all us are willing to share love and attention towards people arounds us, then life will be happier and more meaningfull.
(Cinta dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan cinta dan perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita hidup akan lebih bermakna).

Terkadang manusia terlebih dahulu tenggelam dalam keputusasaannya.
Dengan emosinya mereka mengatakan bahwa masalah yang mereka hadapi sangatlah berat.
Sesungguhnya jika mereka yakin dengan usaha mereka, niscaya Tuhan pasti menjawabnya.

Salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan mengingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Karena mungkin saja kesempitan yang dialami saat ini adalah buah dari kesalahan masa lalu dan kita belum memohonkan ampun kepada Allah.

The future is not a result of choices among alternative paths offered by the present, but a place that is created – created first in the mind and will, created next in activity.
The future is not some place we are going to, but one we are creating. The paths are not to be found, but made, and the activity of making them, changes both the maker and the destination.[John Schaar].
:: Recent Post ::
:: Archives ::
:: Menu ::
:: LETTO Fans Blog ::
:: NIDJIholic Blog ::

Click Slide Show
:: Friends ::
:: Games ::
:: Powered By ::

BLOGGER
2006, Ver. 4.0, Design by: Tamtomo~ Email: TamtomoMail~ Please Send Your Comment About Our Blog