|
Nikmati Indahnya Kehidupan Setiap Hari |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
“Life is not be endured, but to be enjoyed. – Hidup tidak untuk dipikul, tetapi untuk dinikmati.” Hubert H. Humphrey, mantan wakil presiden & senator Amerika.
Setiap hari adalah hari yang sangat indah dan istimewa, di mana pun kita berada dan apa pun yang kita kerjakan. Kehidupan sehari-hari yang indah dan bisa kita nikmati tidak selalu terlihat cantik dan menyenangkan. Karena kehidupan kita ini adalah sebuah proses, yang penuh dengan dinamika, ketidakpastian, perubahan, dan pencobaan dalam bentuk suka maupun duka.
Dikisahkan tentang sebuah fenomena seorang wanita, sebut saja Susi. Wanita tersebut berlibur bersama suaminya, Hidayat, ke Australia. Susi sangat tertarik pada sebuah baju yang indah terbuat dari bulu biri-biri. Ia pun membeli baju tersebut dan merencanakan akan mengenakan baju itu bila putri sulungnya diwisuda tahun depan. Baju indah itu pun selalu terbalut plastik dan tergantung rapi di dalam lemari. Susi sangat bergairah menunggu saat menghadiri acara wisuda itu. Tetapi ternyata Ia mengalami kecelakaan 6 bulan sebelumnya. Susi terluka sangat parah, dan meninggal dunia saat itu juga. Baju indah itu pun tidak akan pernah dikenakan Susi, dan hari istimewa itu juga tidak akan pernah ada untuknya.
Kejadian tersebut adalah ilustrasi mengapa kita jangan berhenti dan memikirkan satu tujuan saja. Karena sebenarnya kita dapat menikmati setiap detik, menit atau setiap proses perjuangan sebelum berhasil mencapai tujuan. Saya mempunyai tiga tips sederhana supaya kita dapat menikmati indahnya kehidupan setiap hari. Langkah pertama adalah mengerahkan seluruh kemampuan dan kekuatan kita untuk memilih. Menciptakan pilihan itu sangat penting, karena apa yang kita hadapi saat ini merupakan hasil dari pilihan kita di masa yang lalu.
“The history of free men is never written by chance, but by choice. – Sejarah seorang manusia merdeka tidak pernah tercipta secara kebetulan, melainkan tercipta karena pilihan mereka sendiri,” kata Dwight D. Eisenhower.
Pilihan dan kemauan merupakan anugerah istimewa sebagai manusia. Bila kita sudah mampu menciptakan pilihan, berarti kita sudah memiliki kendali terhadap arah kehidupan dan menjadi tanggap akan apa yang harus kita kerjakan. Ketika kita memilih untuk selalu berpikir dan bersikap positif dalam memulai dan menyelesaikan tanggung jawab sehari-hari walau apa pun yang terjadi, berarti kita sudah memilih hari kita istimewa setiap hari. Langkah kedua adalah menempatkan prioritas. Untuk itu kita harus sering-sering bertanya kepada diri sendiri, “Apa yang paling penting saya kerjakan hari ini? Apa yang harus saya selesaikan hari ini?” Bila Anda selalu dapat menciptakan dan menjalankan prioritas dengan baik maka hal itu akan menjamin hari-hari Anda istimewa.
Setelah menempatkan prioritas, pastikan Anda fokus pada hari ini. Kita memang memerlukan target jangka panjang, tetapi kita harus berfokus pada hari ini. Selesaikan tugas hari ini hingga tuntas. Jika Anda berusaha menunda, maka tugas-tugas yang harus Anda selesaikan akan kian menumpuk dari hari ke hari. Penyelesaikan tugas pada hari ini maka akan berdampak pada penyelesaian tugas jangka panjang juga. Dengan melakukan apa yang terbaik pada hari ini, berarti Anda menjadikan hari ini istimewa. Selain menggunakan ketiga tips tersebut setiap hari, milikilah rasa syukur dan kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita temui setiap hari adalah hadiah (“present”) teristimewa dari Tuhan YME. Sebab tidak semua manusia mendapatkan anugerah kehidupan pada hari yang sedang kita rasakan saat ini. Lagipula, sebenarnya keindahan dan kenikmatan hidup hanya ada di dalam hati, tanpa harus dimengerti oleh pikiran kita. Bila Anda sudah memiliki rasa syukur dan kesadaran tersebut, maka hari-hari Anda akan jauh lebih menyenangkan. Bila kehidupan kita saat ini mungkin masih nampak sebagai sesuatu yang mengecewakan dan tidak sempurna, tidak pernah ada kata terlambat menjadikan hari-hari kita selalu istimewa dan menyenangkan. “Tidak pernah terlambat untuk menjadi apa yang mungkin Anda capai,” kata George Elliot.
Cobalah untuk melaksanakan langkah-langkah seperti yang saya uraikan di atas, sekedar untuk memastikan Anda pun bisa menikmati kehidupan ini setiap hari.
Sumber: Andrew Ho. Andrew Ho lahir di kampung Bukit Kangkar, Johor, Malasyia, pada 28 Agustus 1962. Pemegang gelar Bachelor of Art (economic) dari University of Malaya ini telah menulis sejumlah buku seperti, Highway To Success, A Cup of Coffee for Your Soul, One Daily, It’s My Life, dan One Minute Motivation. Andrew Ho dikenal sebagai motivator top di Thailand, China, Hongkong, Malaysia, dan Indonesia. Labels: Andrew Ho |
posted by .:: me ::. @ 6:42:00 AM
|
|
|
Hati yang Penuh Syukur-Kan En Tek Sin |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Sering kali saat kita bangun pagi begitu membuka mata pikiran kita sudah terbebani oleh berbagai masalah. Seperti; pekerjaan kantor yang masih tertunda, janji yang belum ditepati, target penjualan yang belum tercapai. Dan mungkin timbul perasaan kecewa, stres, marah pada diri sendiri atau orang lain yang masih tersimpan dalam hati. Atau mungkin juga masalah percintaan, keluarga, keuangan, penyakit dan berbagai macam problem lainnya. Jika begitu bangun pagi pikiran kita sudah terkondisikan oleh beban seperti itu maka besar kemungkinan sepanjang hari yang akan kita jalani terasa begitu berat, menderita, dan jauh dari perasaan senang dan bahagia. Alangkah bijak jika kita begitu bangun pagi menyongsong hari yang baru dengan membiasakan diri untuk sejenak bersyukur dan berdoa dengan menyingkirkan sementara semua masalah.
Melalui hati yang penuh syukur kita akan mendapatkan kesegaran dan kesehatan mental serta pikiran positif untuk menghadapi kehidupan hari ini dengan berani dan menyenangkan. Dari pengalaman, di setiap pagi bangun dari tidur, saya selalu sempatkan waktu untuk berdiam diri sejenak dengan hati penuh syukur memulai hari baru dengan doa dan meditasi. Menyadari dan selalu mengingatkan pada diri sendiri, bahwa apa pun yang telah saya peroleh sepanjang perjalanan hidup ini semuanya adalah titipan dari yang di Atas. Saya selalu mengingatkan pada diri sendiri untuk bersikap tidak manja, apalagi lupa diri dan tetap komitmen untuk mengembangkan diri dan menularkan semangat, membagi pengertian dan kebijaksanaan kepada banyak orang.
Kan en tek sin... Hati yang selalu bersyukur merupakan kekayaan jiwa. Seiring dengan rasa syukur secara alami akan menumbuhkan keyakinan, keyakinan bahwa : Setiap hari adalah hari baru hari yang indah dan hari yang penuh harapan”. Seperti pepatah dalam bahasa inggris: Everyday is good enough to begin e new life. Dengan keyakinan seperti itu, kita akan memiliki motivasi yang kuat dan memungkinkan menikmati sepanjang hari dengan semangat kerja penuh antusias, siap menghadapi setiap tantangan yang muncul, siap menciptakan peluang baru dan siap mengaktualisasikan diri demi masa depan yang lebih cemerlang.
Mari memelihara rasa syukur setiap hari dan mendapatkan kekuatannya!! Sekali lagi kan en tek sin... hati yang penuh syukur.
(oleh: Andrie Wongso, Success is My Right)
|
posted by .:: me ::. @ 7:15:00 AM
|
|
|
Orang Mengalah Itu Bijaksana |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
PREDIKAT miring banyak tertuju pada kita. Disebut, misalnya, bangsa yang sakit, pemalas, penjiplak, pengutang, penipu, pendusta, koruptor, teroris, peracun, tukang gontok-gontokan, dan predikat jelek lain. Stempel tak sedap itu muncul dari berbagai kalangan. Saya hanya bisa mengurut dada.
Jelas-jelas, misalnya, lampu di perempatan menyala merah, eh, nyelonong terus. Polisi di depan mata pun tak digubris, dan memang tak bisa berbuat apa-apa. Negeri ini seperti tak berhukum. Saat kendaraan dia kesenggol pengendara lain, mata dipelototkan liar sembari mulut mengumpat: ''Matamu ditaruh di mana?''
Ya, otak siapa sebenarnya yang perlu disekolahkan? Saat begitu, jangan tanya soal kebenaran. Bila tak ingin memanjangkan soal, lebih baik mengalah: ''Maaf.'' Wong ngalah iku luhur pungkasane, orang mengalah itu bijaksana. Pemaafan itu kemuliaan. Memang, sekali waktu mbudek terasa lebih mulia.
Predikat ''sakit'' ini sepertinya mendekati tepat. Simak pula; seorang mantan jawara yang telah lanjut usia masih petantang-petenteng membawa golok. Jalannya pun tidak tegak lagi. Tapi galaknya minta ampun. Pohon peneduh jalan ditebang, walau bukan dia yang menanam. Ketika ditanya siapa yang bertangan usil? Jawab dia: ''Mau dibabat sekalian?'' Elok tenan!
Ya, otak siapa sebenarnya yang perlu dididik? Persis saat si pengutang ditagih, dan jawaban dia jauh lebih galak dari yang ngutangin. Menagih hak, kok, harus merengek-rengek kayak pengemis. Ada pula yang pura-pura lupa. Makan hati! Lebih celaka jika si pengutang membalik omongan: ''Mana bukti utang saya.''
Ngutangi yang berbasis kekeluargaan pun tererosi pelan-pelan. Padahal, orang yang melalaikan umurnya --walau cuma satu tarikan napas-- terancam penyesalan yang tiada akhir dan kerugian yang tiada habis. Maka, kata Imam Al-Ghazali, ''Penuhilah seluruh siang dan malam dengan ketaatan.'' Tentunya, terhadap apa saja untuk dunia dan akhirat.
Kepusingan otak saya makin kompleks jika mengamati koran. Musibah gempa, tsunami, longsor, banjir, dan lain-lain silih berganti menimpa bangsa ini, dan diperparah oleh kenaikan harga-harga. Bahkan sebentar lagi tarif dasar listrik naik. Industri bakal kolaps. Nelayan pun megap-megap karena harga es (pengawet ikan) ikut melonjak.
Gelombang PHK bakal tak terelakkan. Pendapatan makin minim. Penggajian di negeri ini juga tak proporsional, dan perlu penataan ulang. Jaraknya kayak bumi dan langit, hingga memperdalam jurang kemiskinan. Sementara itu, di mal dan supermarket dipertontonkan orang berlomba menghabiskan uang. Juga ada pejabat yang mantu menghabiskan milyaran rupiah.
Gerak ''akar rumput'' itulah yang mengkhawatirkan Kiai Syarif Hidayatullah, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Sragen, Jawa Tengah. ''Jika rumput grinting mulai nyerimpet, rumput lawatan mulai nggubet dan kena upas rumput teki, pemerintah bakal repot. Kasihan pemerintah,'' katanya.
Rakyat yang tidak punya apa-apa (makanan, pekerjaan, dan harapan) lagi pasti bakal frustrasi. Sebagai ''rumput'', mereka hanya diinjak-injak, tanpa dipedulikan. Orang zalim --yang punya otoritas-- malah menggusur orang-orang baik. Zaman pun terbolak-balik. Untuk itu, Kiai Syarif melakukan ruwatan, melarungkan tiga jenis rumput tadi ke Bengawan Solo, didahului zikir dan mujadahan.
Itulah harapan Kiai Syarif dan kita, tentunya. Persis harapan yang ditulis Paulus Winarto dalam Reach Your Maximum Potential. Adalah kisah empat lilin, yang satu per satu mulai meleleh dan padam. Lilin pertama berkata, ''Aku adalah damai, namun manusia tidak mampu menjaganya. Jadi, lebih baik aku matikan diriku.'' Pet!
Lilin kedua mulai berkata, ''Aku adalah iman. Sayang, aku tidak berguna lagi. Manusia tidak mau mengenalku. Tidak ada gunanya kalau aku tetap menyala.'' Tiupan angin pun mematikannya dalam sekejap. Ruangan mulai agak gelap.
Lilin ketiga gantian berbicara: ''Aku adalah cinta. Aku tidak lagi mampu untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci pada mereka yang mencintai. Membenci keluarga sendiri.'' Lilin ketiga pun padam.
Tiba-tiba, masuk seorang bocah ke ruangan itu. Perasaan takutnya menyergap. Dia pun menangis, takut pada gelap. Tangisan itu tak lama, karena dihentikan oleh lilin keempat. ''Jangan takut dan jangan menangis. Selama aku masih ada dan menyala, kita akan selalu dapat menyalakan ketiga lilin lainnya,'' kata lilin keempat. Itulah lilin ''harapan''.
Dan, bocah itu pun menyalakan ketiga lilin yang telah padam. Jadi? Aku, juga Anda mestinya, tidak perlu mbudek menghadapi keterpurukan bangsa ini. Kita masih punya titik terang. Kita tak boleh tergoyahkan oleh hal-hal yang menyesatkan. Orang-orang sukses selalu melawan kakalahan dan kesengsaraan, tanpa pernah mengenal menyerah dan kecewa. Juga kita, tentunya!
(Sumber: Gatra oleh Widi Y.) |
posted by .:: me ::. @ 7:07:00 AM
|
|
|
Hidup Ini Indah |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Dulu, ketika Robin Williams membintangi film Dead Poet Society yang inspiratif itu, dan juga Tom Hanks membintangi film Forrest Gump yang menarik itu, saya fikir tidak akan ada lagi film inspirasi kehidupan yang seinspiratif ini. Akan tetapi, begitu menyaksikan film dengan judul Life Is Beautiful, lagi-lagi fikiran saya disentak oleh pilosopi kehidupan yang lain dari biasanya. Bagaimana tidak tersentak, hidup yang senantiasa ditandai oleh siklus naik turun, diikuti oleh mood, emosi dan rasa syukur yang juga naik turun, tiba-tiba saja ada orang yang menikmati baik siklus naik maupun turun kehidupan.
Itulah kira-kira pesan dasar film Life Is Beautiful. Lebih menyentuh lagi,pesan tadi disampaikan lewat tokoh seorang ayah yang mengajak anaknya untuk selalu melihat sisi menyenangkan dari kehidupan. Sebagai ayah yang teramat sibuk meniti karir, tiba-tiba saja saya merasa berutang banyak kepada ketiga anak saya. Sebab, film ini menghadirkan figur seorang ayah yang tidak hanya mencintai anaknya, tetapi senantiasa menyediakan waktu dan tenaga untuk membuat sang anak menikmati dan mensyukuri kehidupan. Hebat bukan ?
Saya memang masih jauh dari kualitas ayah yang sehebat itu, namun amat dan teramat penting untuk senantiasa menikmati dan mensyukuri kehidupan. Sebab dengan lebih banyak melihat sisi menyenangkan kehidupan, kita tidak saja sedang memproduksi tubuh dan jiwa yang sehat, namun juga menarik kehidupan untuk bergerak ke tempat indah tadi. Persis seperti film Life Is Beautiful,di mana sang ayah selalu bertutur kalau di akhir permainan anaknya menang akan mendapat hadiah tank, ternyata di luar dugaan sang anak betul-betul naik tank di akhir cerita.
Meminjam argumen David Weeks dan Jamie James dalam artikelnya yang berjudul Secrets of the Super Young di majalah Reader?s Digest, orang-orang yang amat awet muda dalam hidupnya, umumnya datang dari mereka yang selalu melihat kehidupan dalam aspeknya yang menyenangkan.
Coba perhatikan penemuan Weeks dan James setelah melakukan studi ilmiah yang amat intensif selama sepuluh tahun. Dibandingkan orang kebanyakan, manusia-manusia awet muda memiliki ciri-ciri unik. Dari memiliki hubungan yang lebih romantis dengan pasangan hidup, bersahabat dengan banyak kalangan, tidur cukup, banyak melakukan perjalanan, sampai dengan memiliki tekanan darah rendah hingga normal.
Yang jelas, fikiran dan cara kita menyimpulkan kehidupan memiliki peran yang tidak kecil dalam hal ini. Sebut saja hubungan romantis dengan pasangan hidup sebagai faktor pertamanya Weeks dan James. Ia tentu amat sangat dipengaruhi oleh seberapa bersyukur kita pada rezeki Tuhan yang satu ini. Orang boleh saja menyebutkan banyak ciri bagi pasangan hidup ideal. Dari harus mampu jadi teman, kekasih, ibu/bapak, pelacur sampai dengan manajer rumah tangga, namun tanpa kesediaan sengaja untuk menerima secara tulus pasangan hidup kita, kemanapun ia dicari di bawah kaki langit ini, tidak akan kita menemukan kehidupan yang romantis. Yang ada hanyalah pencaharian yang berulang-ulang, dan sering ditandai oleh kekecewaan dan frustrasi.
Lihat saja pengalaman banyak artis yang sudah bergelimang uang ketika berumur muda. Atau pengalaman orang yang sudah kaya sejak lahir. Atau juga orang yang hidupnya hanya mencari kenikmatan. Dalam mencari pasangan hidup, mereka menentukan standar setinggi-tingginga. Makanya, jangan heran kalau rasio kegagalan pernikahan paling banyak datang dari segmen masyarakat ini. Demikian juga frustrasi hidup.
Kembali ke cerita awal tentang hidup ini yang indah, saya amat terusik dengan pilosopi hidup seorang ayah dalam film Life Is Beautiful. Yang mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk melihat aspek menyenangkan dari hidup dan kehidupan. Pertanyaan yang muncul berulang-ulang setelah menonton film ini, bisakah kita hidup stabil menyenangkan dalam siklus hidup yang mengenal gelombang ?
Saya pribadi memang belum menjawab positif maupun negatif terhadap pertanyaan ini. Namun, bukankah misi hidup adalah mendidik sang aku ? Bukankah ukurannya tidak apa yang kita capai, melainkan seberapa banyak kita berhasil memperbaiki sang aku lewat perjalanan waktu ?
Kalau ini ukurannya, maka saya tidak menyandang iri yang dalam ke film indah di atas. Demikian juga dengan Anda saya kira. Anda dan saya sama-sama menyandang kelemahan dan kekurangan. Namun seberapa negatifpun kekurangan kita, Tuhan masih memberikan kesempatan ke kita untuk mulai belajar melihat aspek menyenangkan dari kehidupan.
Coba perhatikan sekeliling Anda. Sebenarnya ada banyak sekali sumber yang membuat hidup ini indah dan menyenangkan. Ketika tulisan ini saya buat, burung gereja sedang ribut-ributnya memakan nasi yang diletakkan di pinggir kali, gemercik air kali berbunyi tidak henti-hentinya, anak saya yang terkecil yang baru berumur tiga tahun tidak henti-hentinya meminta ikut menekan key board komputer, bunga teratai sedang mengembang secara amat indahnya, demikian juga dengan bunga kamboja.
Anda boleh menyimpulkan lingkungan seperti ini dengan kesimpulan apapun, namun belajar dari film Life is Beautiful saya sedang mendidik diri untuk melihat hidup ini secara menyenangkan. Terserah Anda !
(Sumber: Gede Prama) |
posted by .:: me ::. @ 5:18:00 AM
|
|
|
Tujuh Langkah Kesabaran |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Ada sebuah cerita yang patut kita renungkan, cerita ini diambil dari bukunya Andrie Wongso (Success is My Right)- salah seorang motivator yang banyak mengambil dari falsafah china.
Sebuah rumah gubuk kecil berdiri anggun di tanah pegunungan yang indah dan hijau. Di gubuk yang terpencil itu, tinggallah seorang kakek tua yang sangat terkenal karena kebijakasanaannya. Banyak orang dari berbagai tempat datang kepadanya untuk meminta nasehat si kakek tua itu. Suatu hari, datanglah seorang pria yang telah tiga hari lamanya menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Sesampai di hadapan si kakek tua, pria itu memohon nasehat tentang bagaimana cara mengendalikan emosi yang tidak terkendali. Setelah sejenak memandang pria tersebut, sang kakek tua nan bijak itu pun berkata, ”Anak muda, setiap kali engkau tersinggung atau terpancing untuk marah-marah, ingatlah ren 7 pu. Tujuh langkah kesabaran. Untuk itu, lakukanlah twee 7 pu, cai cuo 7 pu, yaitu melangkah mundur tujuh langkah, lalu maju tujuh langkah, dan lakukan hal tersebut tujuh kali kali berturut-turut. Lakukan dengan langkah mantap sambil berhitung. Setelah itu, barulah engkau ambil keputusan bertindak."
Merasa mendapatkan nasihat bijak, pria itu pulang kembali ke desanya. Ia yakin sekali masalah emosi yang dideritanya pasti bisa terpecahkan. Tiga hari perjalanan kembali harus dia tempuh. Hari telah larut ketika ia sampai di rumah. Dengan pakaian yang lusuh, badan letih dan pegal-pegal, serta perut sangat lapar, ia masuk ke dalam kamar istrinya. Di kepalanya, ia hendak meminta istrinya supaya menyediakan makan malam dan air hangat untuk mandi. Tetapi seperti disambar geledek, pria itu mendapati istrinya sedang tertidur lelap di balik selimut dengan orang lain. Demi melihat pemandangan menjijikkan itu, langsung amarahnya meluap tak tertahankan lagi. ”Kurang ajar! Baru ditinggal sebentar saja sudah berani menyeleweng...!” Tanpa berpikir panjang, pria itu mencabut belati dan hendak menghabisi keduanya. Tetapi, seketika itu juga dirinya teringat dengan nasehat si kakek tua yang bijak; twee 7 pu, cai cuo 7 pu. Sambil tetap mengangkat tangan menghunus belati, pria itu mulai menjalankan nasihat si kakek. Ia melangkah sambil menghitung, dwee 7 pu, mundur tujuh langkah, cai cuo 7 pu, maju tujuh langkah. Kembali lagi, dwee 7 pu cai cuo 7 pu, sampai akhirnya suara hitungan dan hentakan kakinya membangunkan sang istri.
Ketika istrinya menyingkap selimut, kagetlah pria itu karena mendapati orang yang tidur di samping istrinya ternyata adalah ibunya sendiri. Detik itu juga rasa syukur terucap dari mulutnya yang bergetar. Ia telah berhasil mencegah satu tindakan emosional dan bodoh. Seandainya saja kesabarannya tidak muncul di saat-saat yang genting tadi, mungkin orang-orang yang paling dicintainya itu telah mati di tangannya sendiri, dan hidupnya akan dirundung penyesalan sepanjang hayat.
Kesabaran adalah mutiara kehidupan yang pantas dan harus kita miliki! Saat kita berjuang tetapi belum berhasil, kita membutuhkan ren atau kesabaran. Kesabaran dalam perjuangan bisa pula diartikan sebagai suatu keuletan, ketekunan, atau mental tahan banting. Ketika menghadapi orang lain yang sedang emosi, kita pun butuh kesabaran. Saat kita sendiri sedang marah, kita pun perlu rem berupa kesabaran. Kesabaran dalam konteks tersebut berarti suatu kematangan mental untuk mampu menahan diri dan mengendalikan sikap-sikap kita supaya tidak terjerumus pada tindakan-tindakan irasional yang merugikan. Kesabaran merupakan ilmu hidup yang harus kita miliki jika kita ingin meraih sukses sejati. Tanpa kesabaran, kita akan mudah terjebak dalam komunikasi negatif dan sulit menjalin hubungan sosial yang konstruktif. Tanpa kesabaran kita cenderung mudah melakukan tindakan-tindakan tak terkendali yang mengundang penyesalan di kemudian hari. Sebaliknya, melatih kesabaran berarti memperkecil kemungkinan penyesalan. Jadi, saat emosi menguasai kita, ingatlah ren 7 pu , tujuh langkah kesabaran. |
posted by .:: me ::. @ 7:22:00 AM
|
|
|
Merendah Itu Indah |
|
Di satu kesempatan, ada turis asing yang meninggal di Indonesia. Demikian baiknya turis ini ketika masih hidup, sampai-sampai Tuhan memberikan kesempatan untuk memilih : surga atau neraka. Tahu bahwa dirinya meninggal di Indonesia, dan sudah teramat sering ditipu orang, maka iapun meminta untuk melihat dulu baik surga maupun neraka. Ketika memasuki surga, ia bertemu dengan pendeta, kiai dan orang-orang baik lainnya yang semuanya duduk sepi sambil membaca kitab suci. Di neraka lain lagi, ada banyak sekali hiburan di sana. Ada penyanyi cantik dan seksi lagi bernyanyi. Ada lapangan golf yang teramat indah. Singkat cerita, neraka jauh lebih dipenuhi hiburan dibandingkan surga.
Yakin dengan penglihatan matanya, maka turis tadi memohon ke Tuhan untuk tinggal di neraka saja. Esok harinya, betapa terkejutnya dia ketika sampai di neraka. Ada orang dibakar, digantung, disiksa dan kegiatan-kegiatan mengerikan lainnya. Maka proteslah dia pada petugas neraka yang asli Indonesia ini. Dengan tenang petugas terakhir menjawab : 'kemaren kan hari terakhir pekan kampanye pemilu". Dengan jengkel turis tadi bergumam : 'dasar Indonesia, jangankan pemimpinnya, Tuhannya saja tidak bisa dipercaya!'.
Anda memang tidak dilarang tersenyum asal jangan tersinggung karena ini hanya lelucon. Namun cerita ini menunjukkan, betapa kepercayaan (trust) telah menjadi komoditi yang demikian langka dan mahalnya di negeri tercinta ini. Dan sebagaimana kita tahu bersama, di masyarakat manapun di mana kepercayaan itu mahal dan langka, maka usaha-usaha mencari jalan keluar amat dan teramat sulit.
Jangankan dalam komunitas besar seperti bangsa dan perusahaan dengan ribuan tenaga kerja, dalam komunitas kecil berupa keluarga saja, kalau kepercayaan tidak ada, maka semuanya jadi runyam. Pulang malam sedikit, berujung dengan adu mulut. Berpakaian agak dandy sedikit mengundang cemburu.
Di perusahaan malah lebih parah lagi. Ketidakpercayaan sudah menjadi kanker yang demikian berbahaya. Krisis ekonomi dan konglomerasi bermula dari sini. Buruh yang mogok dan mengambil jarak di mana-mana, juga diawali dari sini. Apa lagi krisis perbankan yang memang secara institusional bertumpu pada satu-satunya modal : trust capital.
Bila Anda rajin membaca berita-berita politik, kita dihadapkan pada siklus ketidakpercayaan yang lebih hebat lagi. Polan tidak percaya pada Bambang. Bambang membenci Ani. Ani kemudian berkelahi dengan Polan. Inilah lingkaranketidakpercayaan yang sedang memperpanjang dan memperparah krisis.
Dalam lingkungan seperti itu, kalau kemudian muncul kasus-kasus perburuhan seperti kasus hotel Shangrila di Jakarta yang tidak berujung pangkal, ini tidaklah diproduksi oleh manajemen dan tenaga kerja Shangrila saja. Kita semua sedang memproduksi diri seperti itu.
Andaikan di suatu pagi Anda bangun di pagi hari, membuka pintu depan rumah, eh ternyata di depan pintu ada sekantong tahi sapi. Lengkap dengan pengirimnya : tetangga depan rumah. Pertanyaan saya sederhana saja : bagaimanakah reaksi Anda? Saya sudah menanyakan pertanyaan ini ke ribuan orang. Dan jawabannyapun amat beragam.
Yang jelas, mereka yang pikirannya negatif, 'seperti sentimen, benci, dan sejenisnya ', menempatkan tahi sapi tadi sebagai awal dari permusuhan (bahkan mungkin peperangan) dengan tetangga depan rumah. Sebaliknya, mereka yang melengkapi diri dengan pikiran-pikiran positif 'sabar, tenang dan melihat segala sesuatunya dari segi baiknya' menempatkannya sebagai awal persahabatan dengan tetangga depan rumah. Bedanya amatlah sederhana, yang negatif melihat tahi sapi sebagai kotoran yang menjengkelkan. Pemikir positif meletakkannya sebagai hadiah pupuk untuk tanaman halaman rumah yang memerlukannya.
Kehidupan serupa dengan tahi sapi. Ia tidak hadir lengkap dengan dimensi positif dan negatifnya. Tapi pikiranlah yang memproduksinya jadi demikian. Penyelesaian persoalan manapun 'termasuk persoalan perburuhan ala Shangrila' bisa cepat bisa lambat. Amat tergantung pada seberapa banyak energi-energi positif hadir dan berkuasa dalam pikiran kita.
Cerita tentang tahi sapi ini terdengar mudah dan indah, namun perkara menjadi lain, setelah berhadapan dengan kenyataan lapangan yang teramat berbeda. Bahkan pikiran sayapun tidak seratus persen dijamin positif, kekuatan negatif kadang muncul di luar kesadaran.
Ini mengingatkan saya akan pengandaian manusia yang mirip dengan sepeda motor yang stang-nya hanya berbelok ke kiri. Wanita yang terlalu sering disakiti laki-laki, stang-nya hanya akan melihat laki-laki dari perspektif kebencian. Mereka yang lama bekerja di perusahaan yang sering membohongi pekerjanya, selamanya melihat wajah pengusaha sebagai penipu. Ini yang oleh banyak rekan psikolog disebut sebagai pengkondisian yang mematikan.
Peperangan melawan keterkondisian, mungkin itulah jenis peperangan yang paling menentukan dalam memproduksi masa depan. Entah bagaimana pengalaman Anda, namun pengalaman saya hidup bertahun-tahun di pinggir sungai mengajak saya untuk merenung. Air laut jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan air sungai. Dan satu-satunya sebab yang membuatnya demikian, karena laut berani merendah.
Demikian juga kehidupan saya bertutur. Dengan penuh rasa syukur ke Tuhan, saya telah mencapai banyak sekali hal dalam kehidupan. Kalau uang dan jabatan ukurannya, saya memang bukan orang hebat. Namun, kalau rasa syukur ukurannya, Tuhan tahu dalam klasifikasi manusia mana saya ini hidup. Dan semua ini saya peroleh, lebih banyak karena keberanian untuk merendah.
Ada yang menyebut kehidupan demikian seperti kaos kaki yang diinjak-injak orang. Orang yang menyebut demikian hidupnya maju, dan sayapun melaju dengan kehidupan saya. Entah kebetulan entah tidak. Entah paham entah tidak tentang pilosopi hidup saya seperti ini. Seorang mengutip Rabin Dranath Tagore : 'kita bertemu yang maha tinggi, ketika kita rendah hati'.
Oleh: Gede Prama |
posted by .:: me ::. @ 6:41:00 AM
|
|
|
Powerful Beyond Measure |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
"Our deepest fear is not that we are inadequate. Our deepest fear is that we are powerful beyond measure. It is our light, not our darkness that most frightens us. We ask ourselves, `Who am I to be brilliant, gorgeous, talented, and fabulous?' Actually, who are you not to be? You are a child of God. Your playing small does not serve the world. There is nothing enlightened about shrinking so that other people won't feel insecure around you. We were born to manifest the glory that is within us. And as we let our light shine we unconsciously give other people permission to do the same. As we are liberated from our own fear, our presence automatically liberates others."
~Sebagaimana dikutip dari Marianne Williamson oleh Nelson Mandela dalam inaugurasinya sebagai presiden Afrika Selatan
Kutipan dari Nobel Laureate Nelson Mandela ini sangat mengusik kalbu. Bagaimana tidak? Selama ini banyak orang yang menilai saya "overconfident". "Kamu tuh kok yakin banget sama kemampuanmu, sih?", "Ah, kalau ngomong sama Jennie, saya kok jadi merasa mantap sekali, ya?", dan "Kamu memangnya tidak pernah gagal?", adalah pernyataan dan pertanyaan yang sangat sering saya jumpai.
Bagi mereka yang mengenal saya secara pribadi, banyak yang merasa saya terlalu percaya diri dan seakan-akan tidak pernah mengalami kegagalan. Sebenarnya, malah sebaliknya. Kegagalan sudah merupakan makanan saya sehari-hari. Sejak masa kanak-kanak sampai sekarang, mungkin sudah ribuan kali saya gagal dalam kehidupan personal, dunia kerja dan, apalagi sekarang, dunia bisnis.
Namun mungkin kalau dibandingkan dengan orang lain yang sedih tidak karuan juntrungnya jika mengalami kegagalan, saya menanggapinya hanya sebagai konsekuensi kehidupan biasa. Gagal dan sukses sebenarnya sama saja, hanyalah dua sisi dari sebuah koin saja. Dengan mindset seperti ini, masa-masa susah dan masa-masa senang tidaklah banyak berbeda.
Lantas, apa yang menyebabkan saya punya mindset seperti itu? Sebagaimana Nelson Mandela utarakan di atas, keyakinan akan kemampuan diri sendiri dan "what I think about myself is more important than what people think about me" adalah kuncinya. Saya yakin akan kemampuan saya untuk bangkit kembali setiap kali mengalami kegagalan.
Juga, I don't play myself small. Banyak orang yang "mengatasnamakan kultur timur yang modest" berusaha tidak kelihatan pandai di mata orang lain, juga berusaha untuk "menutupi" kelebihan-kelebihannya dengan "mengecilkan" prestasi-prestasinya. Saya tidak demikian. Saya lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangan yang selalu saya bawa ke mana-mana. Di sinilah konflik kultural kadang-kadang terjadi.
Di negara-negara barat yang terbuka seperti Amerika Serikat, "not playing yourself small" adalah hal yang biasa. Para coach terkemuka, seperti Anthony Robbins dan rekan-rekannya selalu mengajarkan bahwa dirimu adalah "lebih" daripada yang kau ketahui saat ini (ini yang diajarkannya ketika para coachee-nya diajak untuk berjalan di atasbatu bara yang membara). Yang muncul ke permukaan sekarang hanyalah ujung dari gunung es. Dirimu sebenarnya mempunyai potensi yang luar biasa, yang kebanyakan masih "tidur" di dalam diri sendiri.
Dirimu mempunyai potensi besar luar biasa yang kalau pintunya dibuka akan "menyilaukan" mata.
Intinya hanya satu; menjadi coach bagi diri sendiri dalam usaha membangkitkan diri yang masih "tidur." Dalam NLP (Neuro Linguistic Programming), mungkin inilah yang dikenal sebagai tapping into your subconcious (alam bawah sadar). Alam bawah sadar sangatlah luas dan dalam, sehingga jika pintunya kita buka dengan cara yang tepat, maka potensinya akan ke luar dengan kedahsyatan luar biasa.
Apakah anda perlu menjadi seorang "the chosen one" untuk bisa menggunakan potensi luar biasa ini? Tentu saja. Namun, jika Anda mengira hanya satu dua orang saja yang "the chosen one", Anda salah besar. Karena, sebenarnya Andalah THE CHOSEN ONE. Anda itu spesial dan unik serta mempunyai kemampuan luar biasa dalam menggunakan potensi diri sendiri yang masih "tidur".
Coba dengan keberanian (courage) untuk berubah. Jangan terjebak oleh pola-pola lama. Mengubah kebiasaan negatif dengan kebiasaan baru yang diyakini lebih positif dari yang lama tersebut adalah suatu tindakan dalam membangunkan diri yang masih tidur.
Barengi usaha ini dengan mindset "I am the chosen one", karena bukankah Anda tercipta dengan demikian sempurna oleh Kekuatan Besar? Manifestasikan kelebihan Anda dengan menjadi diri sendiri secara utuh, tanpa ada rasa "takut" akan pendapat orang lain.
Memang pada awalnya akan sangat sulit karena kita sering mengkritik diri sendiri, "Ah, saya mana bisa? Kan saya bukan Anda?" Segala pikiran negatif yang berusaha menyabotase pikiran dan perbuatan hendaknya tidak didengarkan sama sekali. Dan ini jelas memerlukan usaha yang tidak sedikit.
Saya sendiri telah membuktikan hal "tapping into my subconcious" untuk mengeluarkan diri yang "magnificent" ini. Caranya ya itu tadi, "use correct mindset" dan "be courageous". Biarkan sungai besar yang mengalir deras itu ke luar dengan leluasa tanpa ada hambatan dari diri Anda (sebaiknya tidak "disabotase" dengan pikiran-pikiran negatif seperti "saya tidak bisa").
Menjadi orang yang berbeda di antara peer Anda adalah suatu kehormatan (privilege). Ingatlah ini selalu dan bersyukur akan segala kelebihan Anda yang demikian magnificent.
Sumber: Powerful Beyond Measure (Jennie S. Bev) Jennie S. Bev adalah penulis perantauan yang bermukim di Kalifornia Utara. Ia telah menerbitkan lebih dari 30 buku dan 900 artikel di manca negara. |
posted by .:: me ::. @ 6:47:00 AM
|
|
|
Menjauhi Dendam |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Dalam kehidupan kita ini, ada orang-orang yang merasa hidupnya hanyalah akan berarti apabila mereka mampu membalas dendam. Bagi orang-orang yang memendam dendam ini, tidak ada kehormatan atau makna lain selain terbalasnya dendam kesumat tersebut.
Dendam sebenarnya juga merupakan sebuah cita-cita, namun biasanya lebih bermakna negatif. Cita-cita itu memang penting dimiliki oleh siapa pun. Cita-citalah yang bisa memberi kekuatan atau dorongan yang sangat besar. Cita-citalah yang men-drive seseorang menuju impiannya. Tetapi sekali lagi, dendam adalah sebentuk cita-cita yang negatif.
Memang dendam itu memberikan energi yang luar biasa besar, tetapi juga membutakan mata, mematikan perasaan, dan melenyapkan akal sehat. Dendam selalu mendorong orang untuk menyakiti, melecehkan, meruntuhkan moral, menghancurkan, bahkan memusnahkan pihak lain. Tanpa pandang bulu dan bila perlu melawan siapa pun yang menghalangi terbalasnya dendam itu. Petaka dendam semacam ini dapat kita lihat dalam kisah-kisah kerajaan di masa lalu, tapi juga masih ada di kehidupan kita sehari-hari hingga saat ini.
Orang bisa saja memiliki dendam yang sangat kuat, ada pula yang bersifat ringan. Namun dendam tetaplah dendam yang apabila dibalaskan akan menimbulkan masalah baru. Yang sangat-sangat berbahaya dari dendam adalah kemampuannya untuk menciptakan dendam balasan. Dendam yang terlampiaskan akan melahirkan dendam kesumat baru di pihak yang dihancurkan. Anak keturunan atau siapa pun yang terkait akan melanjutkan dendam dan bersumpah membalaskan dendam tersebut. Seperti lingkaran setan yang tak berujung pangkal.
Satu-satunya buah dendam hanyalah samudera keperihan yang tak bertepi. Tetapi hingga detik ini, kita saksikan tindakan-tindakan brutal tak berperikemanusiaan yang melahirkan dendam-dendam baru. Kita lihat bagaimana perang yang terjadi di Timur Tengah atau belahan bumi lainnya, di mana tindakan saling bunuh dan saling menghancurkan telah menimbulkan dendam kolektif yang luar biasa destruktif.
Dalam benak saya, alangkah indahnya jika keseluruhan energi dan pikiran kita difokuskan bukan untuk melampiaskan dendam, tetapi dicurahkan untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat baik untuk diri pribadi kita maupun orang lain. Alangkah damainya republik ini jika setiap dari kita ikut serta dalam berlomba-lomba melakukan kebaikan demi kebahagiaan orang-orang di sekitar kita, serta mereka yang membutuhkan pertolongan kita. Hilangkan dendam antar golongan, suku, agama, ras, ideologi atau keyakinan politik. Sesungguhnya kita dipersatukan dalam tindakan kebaikan.
Sumber: Menjauhi Dendam oleh Andrie Wongso |
posted by .:: me ::. @ 6:53:00 AM
|
|
|
Life By Design |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Anda dapat mengerti tentang kehidupan, dengan mempelajari masa lalu Anda; tetapi Anda hanya akan mampu mempengaruhi bentuk dari kehidupan Anda di masa depan, dengan merancang cara-cara Anda hidup hari ini. Maka rancang lah pikiran Anda, perasaan Anda, sikap Anda, dan rancang lah cara-cara Anda. Kemudian, pilih lah pekerjaan Anda dengan hati-hati, sehingga Anda dapat merefleksikan kualitas dari pikiran, perasaan, sikap, dan cara-cara Anda dengan sebaik-baiknya. Kualitas dari hidup Anda ditentukan oleh hubungan harmonis antara yang Anda kerjakan dan dampak dari pekerjaan Anda itu untuk orang lain. Bila Anda merancang pekerjaanAnda, beserta cara-cara baik untuk mengerjakannya; Anda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menghasilkan nilai yang baik bagi orang lain; yang menentukan sebagaimana baiknyaAnda dihargai.
Ukuran keberanian yang sesungguhnya, bukan berada pada keberanian kita untuk mati, tetapi pada keberanian kita untuk hidup dengan penuh menyambut apa pun yang datang menghampiri kita, dan menjadikan itu semua kebaikan bagi kita dan orang lain. Kehidupan dari seorang bintang adalah kehidupan yang bergerak maju dengan kesungguhan penuh, dan dengan kesetiaan pada cara-cara baik untuk mencapai impian-impiannya. Dia mengerti bahwa dia harus sadar dan berada pada setiap penggal perjalanannya, dia sadar mengenai kecepatan maju-nya, dia mengerti nilai dari kualitas rancangan pribadi-nya, dan dia sadar sekali mengenai keterbatasan waktu dalam hidup-nya. Dia tidak selalu merasa puas, tetapi dia pasti merasa bersyukur dengan apa pun yang telah dicapainya. Dia menggunakan ketidakpuasannya untuk bekerja keras mencapai hasil lebih yang akan membuatnya lebih bersyukur. Dia, pribadi bintang yang berani bukan - karena berani mati, tetapi karena berani hidup.
Gunakanlah pikiran Anda dengan positif. Pikiran adalah sebuah mekanisme yang sangat kuat, dan tidak peduli apakah Anda menggunakan kekuatan itu untuk memuliakan Anda, atau merendahkan Anda. Pikiran Anda tidak membedakan, apakah yang Anda isikan padanya adalah kenyataan atau hanya bayangan-bayangan yang tidak bernilai. Ia menerima apa pun yang Anda pilih, tanpa pertanyaan; lalu bekerja dengan kekuatan yang mengagumkan untuk menjadikan keseluruhan pribadiAnda – pemberani yang mudah melihat keajaiban, atau penakut yang selalu berhasil melihat penderitaan bahkan pada hal-hal yang seharusnya membahagiakan. Pikiran Anda memiliki keyakinan-keyakinannya sendiri. Bila yang lebih sering Anda pikirkan adalah hal-hal yang buruk, suram, dan lemah; maka tidak penting apakah keyakinan yang Anda sadari itu baik atau tidak, pikiran Anda akan menggunakan keyakinannya sendiri untuk menjadikan Anda seorang yang pengeluh, yang melihat kehidupan ini suram, dan yang berkubang dalam kelemahan.
Mulai lah hidup sekarang. Hari ini, esok pagi - kenakan lah pakaian terindah Anda, yang selama iniAnda simpan untuk saat-saat penting yang belum datang itu. Malam ini, gunakan lah piring-piring porselen cantik yang Anda simpan untuk jamuan-jamuan penting yang belum tentu terjadi itu. Mulai lah hidup dengan sepenuhnya sekarang. Setiap hari dalam kehidupan Anda adalah saat yang penting, dan makan malam Anda dengan keluarga adalah jamuan yang seharusnya terindah. Jangan lagi Anda menakar dan mencukupkan kasih sayang Anda kepada pasangan Anda sekarang, karena Anda mungkin masih menyimpan yang terbaik untuk kekasih impianAnda nanti. Hidup lah setiap hari seperti setiap hari Anda adalah perayaan yang penting dan meriah. Cara terbaik untuk mengubah impian Anda menjadi sebuah kenyataan, adalah menjadikan kenyataan hidup Anda sebagai impianAnda.
Tahun-tahun penutup dari kehidupan kita persis seperti akhir dari sebuah pesta topeng, ketika kita semua harus menanggalkan topeng kita. Perhatikanlah bagaimana kehidupan ini mempunyai keteraturan yang jeli dan cara-cara yang kreatif untuk menanggalkan topeng yang selama ini dikenakan oleh orang orang yang tidak jujur kepada keluarga, sahabat, dan yang tidak adil kepada pelanggan dan mereka yang dipimpinnya - justru pada puncak ketenaran mereka, atau pada saat seharusnya mereka beristirahat tenang di hari tua. Awal dari kehidupan kita – bukan lah rencana kita, dan saat berakhirnya pun - bukan keputusan kita; tetapi telah semakin jelas bagi kita bahwa tugas kita adalah menjadikan waktu antara awal dan akhir itu, sebagai sebuah perjalanan yang ter-indah yang bisa kita capai dengan upaya kita, dan dengan bantuan penuh kasih dari Tangan Yang Tak Terlihat itu.
Sebetulnya - kita semua sedang menunggu. Maka pastikan lah bahwa kita hidup dalam sebuah rancangan yang baik, agar akhir yang pasti datang itu - datang untuk merayakan kemenangan hidup kita.
Diambil dari: Mario Teguh -SUPERTALK- at Ramako FM Edisi Jumat 17 Feb 2006 |
posted by .:: me ::. @ 6:55:00 AM
|
|
|
Sehelai Rambut Memisahkan Salah dari Benar |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
NIAT itu punya kekuatan luar biasa. Jika niat itu lurus, sering membuahkan di luar dugaan. Bekerja, bertetangga, dan berteman pun tak lepas dari niat. Niat untuk mengabdi, menjalin persaudaraan, atau apa pun.
Memang, kita cenderung nikmat untuk berilusi, puas pada diri sendiri. Kita mungkin sadar memasuki api yang menyala, tapi belum menyadari akibatnya. Seringkali kesadaran itu muncul belakangan, setelah langkah terbentur kiri-kanan, setelah kayu berubah arang.
Kita pasti pernah mengalami bahwa marah itu tidak nyaman. Nafsu itu hanya akan membuat napas tersendat di leher, dan badan serasa dilolosi. Tubuh jadi lungkrah, energi terkuras. "Minumlah biar marahmu hilang," kata orang tua.
Orang bijak mampu mengatasi pertentangan antara terang dan gelap, baik dan buruk, kenikmatan dan rasa sakit, penghormatan dan penghinaan, dari dalam diri sendiri. Dia menyadari bahwa hidup yang disebut-sebut sebagai penderitaan--terdengar pesimistis, walau itu realitas—diubah menjadi sebuah kenikmatan.
Sesungguhnya, kehidupan itu dipenuhi oleh refleksi. Jika bertemu dengan orang yang dipenuhi cinta, maka hati kita pun terefleksikan oleh cinta. Pertemuan dengan orang-orang gelisah hanya melahirkan kegelisahan. Maka, kepada sesama, yang terbaik adalah memberikan cinta, bukan kebencian. Kesucian pikiran itu akan menular --dalam tempo lama atau sepintas.
Seorang rekan yang bertemu orang bersih --paling tidak di mata saya--mengangguk-angguk menerima petuahnya. Ia mengungkapkan rasa bersalah lantaran cintanya mendua. "Bapak pasti bisa. Buatlah rumah Bapak nyaman, dan jadikanlah ranjang itu sehangat awal-awal pernikahan," kata orang itu. Ternyata kesadaran itu hanya satu-dua hari, lalu kembali seperti sediakala.
Memang hidup ini warna-warni. Hazrat Inayat Khan menulis, "Kadang-kadang orang yang sibuk mengembangkan mental dengan penyucian mental, harus melakukan pengorbanan-pengorbanan kecil, kegagalan-kegagalan kecil. Namun semua itu hanyalah proses menuju sesuatu yang substansial, yang sangat berharga."
Irama hidup itu pula yang mewujud dalam diri Mbah Setro, warga Bantul,Yogyakarta. Ia berjualan arang sejak zaman Belanda hingga era internet. Pria buta huruf ini hidup jujur kendati menyadari bahwa kehausan –tepatnya keserakahan-- manusia itu tidak terbatas. Ia tak mau mengambil milik orang lain.
Dan, jangankan mengambil, menyumbang tetangga hajatan pun perlu kememperan. Sehari jualan arang, dia untung Rp 2.000-Rp 5.000. Tapi sekali diundang hajatan, keluarga miskin ini menyumbang Rp 20.000-Rp 25.000. "Masak, kalau kami diberi bingkisan yang ada ikan ayam-nya, kami tega memakannya begitu saja," kata Setro. Dengan arang di kepala, Setro bisa berjalan berkilo-kilometer. Doa yang dirapalkan saat mau berjualan adalah: Kakang kawah adi ari-ari, dongakno aku slamet, aku arep mlaku, dongakno payu. Ia percaya, kakang kawah adi ari-ari adalah saudara kandungnya yang tidak kelihatan, yang selalu menemani dan tidak pernah membuatnya sepi dan sendirian.
Kebudayaan Jawa yang ideal senantiasa berakar dari kesucian moral yang dibangun melalui laku prihatin dan menjaga diri dari nafsu. Hidup penuh tepa selira. Hidup adalah realitas, tapi kebersihan hati yang utama. Dan, bagi mereka,kepribadian tidak akan hilang setelah kematian. Itu yang akan menyertai di akhirat kelak.
"Pikiran adalah kawan yang paling baik bagi orang yang sudah menaklukkan pikiran; tetapi bagi orang yang gagal menaklukkan pikiran, maka pikirannya akan tetap sebagai musuh yang paling besar," tulis Bhagavad-gita. Tujuan hidup bisa rusak karena melayani perintah nafsu, marah, serakah, khayalan, dan sebagainya.
Sebuah pepatah mengatakan, pikiran orang suci seringkali tampak terlalu bagus untuk hidup dan --karena itu-- diremehkan manusia. Akibatnya, seringkali ia tampak bukan bagian dari dunia ini. Ungkapan, "Kamu sok suci!" sering terngiang di telinga. Dituding bodoh karena menampik sogokan atau tak mau berkongkalikong.
Yang elok, seringkali, ketidakjujuran dan pikiran kotor itu justru membawa sukses besar seseorang. Misalnya menjadi elite politik, konglomerat, pejabat daerah, atau sak apes-apesnya jadi CEO ternama. Tentu, semua ini bukan salah orang suci tersebut, melainkan kesalahan dunia yang busuk. Semua orang seakan terobsesi bahwa keberhasilan materi adalah segalanya.
Maka, orang yang berpikir jernih pun mengangkat tangan: "Saya kalah, saya ngalah, karena tidak berdaya." Adilkah? Pertanyaan itu sulit dijawab. "Allah punya skenario yang tidak kita ketahui," itu jawaban paling aman.
Apalagi jika ukurannya terletak pada dua kata: "salah dan benar". Umar Kayam pernah menulis, "Sehelai rambut memisahkan salah dari benar." Mari kita kembalikan ke titik awal: niatnya seperti apa?
(sumber: Unknown) |
posted by .:: me ::. @ 7:00:00 AM
|
|
|
Heart Intelligence |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
HATI memang sebuah teka-teki yang abadi, demikian seorang sahabat seniman pernah bertutur jernih. Sebagaimana sifat teka-teki, ia mengundang keingintahuan.
Dalam sebuah perjalanan perenungan ke dalam, pernah terdengar lagu kanak-kanak yang liriknya berbunyi begini: cangkul, cangkul, cangkul yang dalam. Seperti sedang menasihati, mencangkullah yang dalam. Diterangi oleh inspirasi seperti inilah, tidak sedikit sahabat menghabiskan seluruh waktunya mencangkul yang dalam.
Oleh karena di dalam ini serupa dengan hutan belantara, yang luasnya belum ada yang bisa menghitungnya secara persis, batas-batasnya masih problematik sampai sekarang, maka praktis kegiatan mencangkul ke dalam bukanlah sebuah persoalan mudah. Namun setidak mudah apapun bentuknya, sejumlah orang sedikit sekali berdebat namun langsung mulai berjalan. Secara lebih khusus karena tidak selamanya perdebatan membawa manusia bergerak ke depan.
Dan mulai berjalan, entah lurus atau berputar, senantiasa memberikan tambahan inspirasi di dalam sini. Dibekali keberanian seperti ini, ada yang memulai kegiatan mencangkul dengan mencangkul tubuh, mencangkul pikiran, dan kemudian baru mencangkul di ladang-ladang hati. Mari kita mulai dengan mencangkul tubuh. Tubuh sebagai sekumpulan daging yang berinteraksi cerdas satu sama lain, sudah lama menjadi wilayah pembahasan biologi. Ilmu kedokteran bahkan tidak saja menguasainya, melainkan juga meramu penyembuhan dari sana. Banyak yang sepakat, kalau ada sebuah kecerdasan mengagumkan yang mengatur interaksi daging di dalam tubuh. Sebagaimana ciri pengetahuan manusia umumnya yang hipotesis dan spekulatif sifatnya, kecerdasan pengatur tubuh ini juga hipotesis dan spekulatif. Masih dalam tanda tanya besar, apa dan siapa manusia ketika siap-siap memasuki kandungan ibu? Biologi berusaha menerangkannya dengan bertemunya sprema positif dan negatif sebagai titik awal pertumbuhan. Dan masih bisa diperdebatkan, betulkah kehidupan manusia dimulai ketika sperma positif bertemu negatif? Kalau benar demikian, apa atau siapa kekuatan yang menentukan pasangan sperma ini ketemu dan menjadi manusia, sedangkan jutaan pasang lain tidak ketemu, atau ketemu tetapi tidak jadi manusia? Sama spekulatif dan hipotesisnya, sejumlah penekun kearifan timur ada yang berani berspekulasi: kehidupan mulai dari ketiadaan (baca: Tao yang bisa dijelaskan bukanlah Tao), dan berakhir dengan ketiadaan yang sama. Agak sulit menerangkan ketiadaan ini dalam bahasa pengetahuan manusia. Satu-satunya bahasa manusia yang agak bisa mendekatinya adalah energi. Energi ini kemudian menyebar menjadi semacam kecerdasan yang berumah di dalam tubuh manusia. Penggalian akan tubuh, sebagai pintu pembuka pada penggalian-penggalian berikutnya, bisa banyak membantu manusia tatkala sudah sampai pada tingkatan energi ini. Ada yang menekuninya dengan fisika, ada juga yang menekuninya dengan meditasi.
Penggalian Pikiran Penggalian kedua menuju penggalian hati adalah penggalian pikiran. Serupa dengan tubuh, pikiran bisa jadi teman bisa juga jadi lawan. Bagi manusia yang sudah sampai di tingkatan tubuh sebagai serangkaian energi, tubuh jadi kawan. Dan yang masih didikte oleh dagingnya, tubuh jadi lawan. Pikiran juga serupa, terlalu banyak manusia yang dikuasai dan dikendalikan pikiran. Seolah-olah tidak ada kecerdasan yang lebih tinggi dari pikiran.
Makanya ada yang menulis, evolusi manusia selanjutnya adalah menjadi lebih besar dari pikiran. Penggalian akan pikiran lebih mudah dilakukan oleh setiap sahabat yang berani lebih besar dari pikirannya. Awalnya, belajar berjarak terhadap pilihan-pilihan pikiran. Tatkala senang, berbisiklah ke diri sendiri: habis senang sedih. Setelah berjarak dengan pikiran, kemudian belajar menjadi saksi alias pengamat pikiran. Persis seperti menjadi penonton sepak bola, ada jarak dengan permainan (baca: pikiran), bisa netral tanpa memihak, dan semuanya (menang atau kalah sama saja) berlalu membawa makna. Hanya mereka yang tekun jadi saksi, menyelami lapisan-lapisan makna, kemudian berhasil menggali pikiran secara mengagumkan. Bermodalkan pengetahuan tubuh sebagai energi, pikiran yang hanya pembantu, baru kemudian perjalanan penggalian hati bisa dilaksanakan secara memadai. Demikian beratnya syarat bisa melakukan penggalian hati ini, sampai-sampai ada yang menyebut hati dengan sebutan the beyond.
Yang tidak terjangkau, itulah sebutan banyak sahabat terutama yang masih diperkuda tubuh dan pikirannya. Salah seorang yang sudah sampai di sini pernah menulis: giving transforming having into being. Sedikit berpikir banyak memberi, itulah nasihatnya. Terutama karena pemberian adalah bahasa hati. Following your bliss, demikian nasihat sahabat yang lain. Mengikuti suka cita yang mendalam sekaligus menggetarkan. Kemana suka cita ini memberi petunjuk jalan, ke sanalah kaki dilangkahkan.
Paula M. Reeves yang menulis Heart Sense pernah menunjuk sebuah tempat di mana hati bermukim: heart lives in a spiritual realm deeply connected to caverns and chambers and labyrinths of which ego knows nothing. Hati, setidaknya menurut Reeves yang menyebutnya dengan indera yang ketujuh, bermukim di wilayah spiritual yang terhubung dengan ruang-ruang, gua-gua yang tersusun membingungkan, di mana ego tidak banyak bisa membantu.
Jauh dan melelahkan memang, melakukan penggalian hati. Ada yang tertarik menggali di sana? ***
(Oleh: Gede Prama) |
posted by .:: me ::. @ 6:40:00 AM
|
|
|
Hidup Adalah Pilihan |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dgn seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya ", ujar pak tua. "Pahit, pahit sekali ", jawab pemuda itu sambil meludah ke samping. Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya.
Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yg tenang itu. Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dgn sepotong kayu ia mengaduknya.
"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah." Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya, "Bagaimana rasanya ?" "Segar ", sahut si pemuda. "Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?" tanya pak tua. "Tidak, " sahut pemuda itu.
Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata: "Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.? Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya." "Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yg kamu dapat lakukan; lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak tua itu lalu kembali menasehatkan: "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.? Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian."
Karena Hidup adalah sebuah pilihan..mampukah kita jalani kehidupan dengan baik sampai ajal kita menjelang..?
Belajar bersabar menerima kenyataan adalah yang terbaik. Labels: Unknown |
posted by .:: me ::. @ 5:46:00 PM
|
|
|
Penjara Hati |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Seekor belalang telah lama terkurung di dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain, namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran dia menghampiri belalang lain itu dan bertanya, "Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?". Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan, "Di manakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan." Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.
Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, tradisi, dan kebiasaan bisa membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam-dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dengan seutas tali yang terikat pada sebilah pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada "sesuatu" yang mengikat kakinya, padahal "sesuatu" itu bisa jadi hanya seutas tali kecil...
Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri bahwa Anda bisa "melompat lebih tinggi dan lebih jauh" kalau Anda mau menyingkirkan "penjara" itu? Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap di luar batas kemampuan dan pemikiran Anda? Sebagai manusia kita berkemampuan untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami.
Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin Anda capai. Sakit memang, lelah memang, tapi jika Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan Anda akan lebih baik kalau Anda hidup dengan cara hidup pilihan Anda sendiri, bukan dengan cara yang dipilihkan orang lain untuk Anda.
(Sumber: Anonim)Labels: Unknown |
posted by .:: me ::. @ 1:44:00 PM
|
|
|
Membawa Masa Depan ke Hari ini |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Bab 19 dari Buku Becoming A Star ini mengenai tugas seorang pemimpin adalah mendatangkan masa depan ke masa kini, lebih cepat daripada yang mungkin bisa dicapai oleh organisasinya tanpa kepemimpinannya.
Untuk memperbesar kesempatan kita dalam upaya mendatangkan masa depan ke dalam kehidupan profesional dan pribadi kita sedini mungkin, marilah kita menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:
“Apakah anda orang masa lalu atau orang masa depan?”
1. Orang masa depan adalah ahli kemungkinan, bila sesuatu belum dicapainya, tetapi pernah dicapai oleh orang lain, maka baginya itu mungkin.
2. Orang masa depan memang pejalan jauh, bila yang diimpikannya itu belum pernah dicapai atau dicoba orang lain, dia justru lebih bersemangat.
3. Orang masa depan melihat dengan jelas apa yang bisa dicapainya dalam gambar mental di pikirannya, itulah yang kita sebut visi.
4. Orang masa lalu adalah orang yang memiliki ingatan yang kuat mengenai kegagalan dan kesulitan di masa lalu, dan menilai kesempatan yang tersedia baginya terlalu sulit, terlalu beresiko, atau tidak mungkin.
5. Orang masa lalu berprinsip biar lambat asal selamat, dan meyakini dan menjalankan pepatah itu tanpa menyadari banyak sekali orang di sekitarnya yang melaju sangat cepat melampauinya dan selamat.
Keselamatan perjalanan hari ini tidak ditentukan oleh cepat atau lambatnya sebuat perjalanan, tetapi terutama disebabkan oleh ketepatan cara yang kita gunakan.
Para bintang di sekitar kita adalah orang orang masa depan yang mempraktekkan masa depan itu, hari ini. Dengan kesadaran penuh menjadi lebih sederhana, lebih efisien, dan pasti lebih efektif.
Dan tugasnya sebagai pemimpin adalah menyederhanakan kompleksitas dalam proses usahanya saat ini melalui pemikiran sistem dan tindakan teratur, untuk mencapai hasil maksimal dalam batasan-batasan sumberdayanya.
Dia yang lebih tau, selalu lebih siap (dan lebih sabar..!). OK Boss?
(Sumber: Becoming A Star (Mario Teguh), part 19: Bring the Future into Today)Labels: Mario Teguh |
posted by .:: me ::. @ 7:15:00 AM
|
|
|
Kaca Yang Kotor |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Dari ruang kerjanya, di sebuah gedung perkantoran yang megah, seorang pengusaha menertawakan kaca jendela pesaingnya yang berada di seberang kantornya. Katanya, "Jendelanya pasti adalah jendela yang paling kotor di kota ini," ejeknya pada setiap orang yang datang menemuinya.
Suatu hari seorang bijak mampir ke kantornya. Seperti biasa, pengusaha ini menunjuk ke seberang kantornya, ke arah kantor pesainngnya, dan berkata, "Lihat betapa kotor jendela pesaingku itu."
Orang bijak ini tersenyum lalu menyarankan pada pengusaha ini untuk membersihkan kaca jendelanya terlebih dahulu. Pengusaha ini pun memenuhi saran dari si orang bijak.
Sesaat setelah kaca jendelanya dibersihkan ia berkomentar, "Betapa mengherankan, begitu aku membersihkan kaca jendelaku, pesaingku ternyata juga membersihkan kaca jendelanya. Kaca jendelanya kini tampak bersih."
Sesuatu yang tampak kotor mungkin disebabkan oleh pandangan kita sendiri yang buram. Labels: Unknown |
posted by .:: me ::. @ 6:45:00 AM
|
|
|
Racun |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
SEMUA kejadian pasti bermakna, tak peduli bikin sedih atau sakit hati. Maka, nasihat arif yang acap kita dengar adalah: ''Petik manfaatnya, ambil hikmahnya.'' Ubahlah cara pandang! Istilah kerennya, reframing. Yaitu upaya membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah sudut pandang secara positif.
Maka, jadilah sebuah kebencian bersulih cinta. Ketakutan mewujud ketenteraman batin. Dan, yang tampak ''tidak adil'' terlihat sebagai anugerah yang perlu disyukuri.
Apalagi jika mampu melihat secara polos, alami tanpa ego, maka akan tergambar cinta kasih yang hidup dalam setiap renik penciptaan-Nya. Hidup pun benar-benar tenteram tanpa dibayangi ketakutan.
Pelukis, pemusik, dan sastrawan besar India, Rabindranath Tagore (1816-1941), menulis begini: ''Di belakangku ada kekuatan tak terbatas, di depanku ada kemungkinan tak berakhir, di sekelilingku ada kesempatan tak terhitung. Dan, semua itu ada Yang Mengatur. Kenapa mesti takut?''
Ya, kenapa mesti takut? Sunan Bonang alias Makhdum Ibrahim, yang lahir pada pertengahan abad ke-15 dan meninggal pada abad ke-16, menulis sajak begini:
Jangan terlalu jauh mencari keindahan Keindahan ada di dalam diri malah seluruh dunia ada di dalam diri Jadikan dirimu cinta Supaya dapat memandang dunia Pusatkan pikiran heningkan cipta Siang malam, berjagalah! Segala yang ada di sekelilingmuAdalah buah amal perbuatanmu Jadikan dirimu cinta supaya dapat memandang dunia!
Kalimat yang bermakna dalam. Dr. Deepak Chopra, ahli psikospiritual India, menulis dalam The Way of the Wizard, Rahasia Jurus Sang Empu, cinta adalah ''yang meluluhkan segala ketidakmurnian, sehingga yang masih ada hanya yang sejati dan yang riil.''
Selama kaupunya takut, kaupunya kemarahan, kau punya ego yang mementingkan diri sendiri, kau tidak bisa benar-benar mencintai. Dan, tidak ada orang yang tanpa cinta. Yang ada hanya orang yang tidak bisa merasakan kekuatan cinta. Cinta itu lebih dari suatu emosi atau suatu perasaan. Cinta lebih dari kegairahan. Cinta adalah udara yang kita hirup sebagai napas... dan beredar dalam tiap sel.' Cinta adalah kekuatan tertinggi karena tiada paksaan.
Cinta itu pula yang menggerakkan saya membagi kisah dari e-mail seorang rekan. Ceritanya, di zaman Cina kuno, seorang wanita muda yang baru menikah, Li-Li, tinggal di rumah ''mertua indah''.
Setelah berhari-hari berkumpul, dia menyimpulkan tidak cocok dengan si ibu mertua. Tiada hari tanpa debat dan tengkar.Li-Li tambah kesal karena adat Cina kuno mengatakan: ''Harus selalu menundukkan kepala untuk menghormati mertua dan menaati semua kemauannya.'' Suami Li-Li, seorang yang berjiwa sederhana, sedih menghadapi keributan yang tiada pernah henti itu.
Akhirnya, Li-Li tak tahan lagi, dan bertekad melakukan sesuatu. Ia pun pergi ke rumah sahabat ayahnya, Sinshe Wang, yang memiliki toko obat. Ia ceritakan kekeruhan di rumah dan mohon agar dibuatkan racun bagi si ibu mertua.
Sinshe Wang berpikir keras sejenak, lalu berkata: ''Li-Li, saya mau membantu menyelesaikan masalahmu, tapi kamu harus mendengarkan saya dan menaati apa yang saya sarankan.'' Jawab Li-Li: ''Baik, Pak Wang. Saya akan mengikuti yang Bapak katakan.''
Wang mengambil ramuan dan berpesan: ''Kamu tidak bisa memakai racun keras yang mematikan seketika untuk menyingkirkan ibu mertuamu, karena itu akan membuat orang jadi curiga. Saya memberimu ramuan beberapa jenis tanaman obat yang secara perlahan-lahan akan jadi racun dalam tubuhnya.''
Untuk itu, ''Setiap hari sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini ke dalamnya. Lalu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati dan bersikaplah sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, taati semua kehendaknya, dan perlakukan dia seperti seorang ratu,'' kata Wang.
Li-Li sangat senang dan berterima kasih pada Wang. Buru-buru dia pulang untuk memulai rencana membunuh ibu mertua. Minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu, Li-Li melayani mertuanya secara manusiawi. Disuguhkannya makanan lezat yang sudah ''dibumbui''. Pokoknya, sesuai petunjuk agar tak menimbulkan kecurigaan. Ia mulai belajar mengendalikan amarah, menaati perintah ibu mertua, dan memperlakukannya seperti ibu sendiri.
Enam bulan berlalu, dan suasana berubah drastis. Li-Li sudah mampu menguasai diri. Ia tak pernah kesal atau marah lagi. Ia juga tak pernah berdebat dengan ibu mertua. Begitu pula si ibu mertua. Jauh lebih ramah. Li-Li dianggap sebagai putri sendiri. Tak hanya itu, diceritakan pada kawan dan sanak famili bahwa Li-Li menantu paling baik yang ia peroleh.
Suatu hari, Li-Li menemui Sinshe Wang. ''Pak Wang, tolong saya untuk mencegah supaya racun yang saya berikan pada ibu mertua tidak sampai membunuhnya. Ia telah berubah jadi wanita sangat baik sehingga saya mencintainya, seperti ibu sendiri. Saya tidak mau ia mati karena racun yang saya berikan kepadanya,'' kata dia.Wang tersenyum.
Ia mengangguk-angguk, lalu berkata: ''Li-Li, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu itu hanyalah penguat badan untuk menjaga kesehatan.... Satu-satunya racun yang ada adalah yang terdapat dalam pikiranmu sendiri dan di dalam sikapmu terhadapnya. Tapi semua itu telah disapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya.'' Cinta memang dahsyat. Pepatah Cina kuno mengatakan: ''Orang yang mencintai orang lain akan dicintai juga sebagai balasannya.'' Dan, itu sudah dibuktikan Li-Li, walau pada awalnya karena keterpaksaan.
(taken from: TamtomoVision)
Labels: Unknown |
posted by .:: me ::. @ 12:03:00 PM
|
|
|
Be Yourself: Kisah Pandawa Lima |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Pernah dengar yang namanya "Pendawa Lima" atau orang Jawa biasa menyebut "Pendowo Limo". Bagi yang tahu banyak maupun sedikit soal wayang, pasti tahu (agak maksa nich), dan bagi yang kurang begitu tahu bisa tanya ortunya masing-masing.
Kata "lima" di belakangnya sebenarnya cuma penegas, karena sebenarnya "pendawa" itu berarti "anak lima lelaki semua" , jadi pasti jumlahnya lima. Seperti juga "Sendang Kapit Pancuran" (bahasa Indonesianya = sendang yang di apit oleh pancuran) berarti anaknya tiga yang nomer dua perempuan (sendang/ lingga) dan yang mengapit lelaki (pancuran/ yoni).
Kembali ke Pendawa Lima, walaupun saya tidak akan membahas wayang itu sendiri, tapi kata itu mempunyai makna yang sangat dalam bagi diriku, dimana makna yang terkandung di dalamnya sangat erat dengan diri kita sendiri, dan kenapa harus "Pendawa Lima" yang menjadi tokoh sentral dari cerita Mahabarata itu sendiri, dan mengapa "Kurawa" yang menjadi musuh utamanya....
Cerita wayang yang sudah melegenda ribuan tahun ini tidak asal dibikin dinegeri asalnya, India. Saya juga yakin ketika Sunan Kalijaga sedikit berimprovisasi (disesuaikan budaya Jawa) juga penuh kehati - hatian dengan makna yang terkandung didalamnya. Cerita yang kudapat, kata empunya cerita, itu juga berasal dari Sunan Kalijaga waktu beliau membedah hakikat hidup itu sendiri, dimana sang sunan dalam masa mudanya pernah menjadi seorang "Brandal" (tokoh perampok) dengan gelar Brandal Lokajaya, sebelum akhirnya dibimbing oleh Sunan Bonang.
Pendawa lima. Tokoh didalamnya adalah lima bersaudara putra dari Prabu Pandu Dewanata dengan Dewi Kunti & Dewi Madrim. Yang terbuang dari tahtanya, menderita, berjuang kembali mendapat tahtanya dalam perang besar "Barata Yudha" dengan melawan saudara sendiri Kurawa (jumlahnya seratus).
Dari kelimanya mempunyai sifat/karakter sendiri - sendiri, yang mungkin kita anggap biasa - biasa saja. Tapi ternyata, seperti saya bilang diawal, semua itu ada makna yang terkandung di dalamnya.
Pendawa lima adalah penggambaran dari Manusia itu sendiri, diri kita sendiri, coba kita ulas :
Puntadewa, tertua pendawa. Diceritakan sebagai orang jujur dan pintar, itu identik dengan mulut dan kepala manusia itu sendiri, dimana letak dari pintar berpusat di kepala itu sendiri, dan kata-kata di mulut.
Bima, kedua dari pendawa. berbadan raksasa, selalu berdiri tegak, lurus dan kokoh, walaupun di "paseban" (pertemuan dengan raja dan para pembesar) sekalipun, itu diibaratkan sebagai badan (dada/punggung.red), yang dimana akan lurus tanpa bisa ditekuk...(khan ngga ada kata - kata, menekuk dada, yang ada khan mengelus dada)
Arjuna, penengah pendawa. diceritakan dalam wayang dia beristri 999 cuman gagal sekali dalam kisah "Palguna dan Palgunadi", menggambarkan nafsu kejantanan dari lelaki.
Nakula dan Sadewa, Si Kembar. Selain dari kepala, mulut dan badan, semua bagian manusia normal selalu dua alias kembar (contohnya kaki, tangan, telinga, mata dll)
Jadi bisa dikatakan bahwa, Pendawa Lima adalah hakikat manusia (lelaki) itu sendiri (secara badani), dimana mereka satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, jadi harus sinkron, tidak boleh bertentangan.
Pada ceritanya, disaat perang "Barata Yudha", Pendawa Lima mengalami tekanan dari orang terdekat mereka, dan karena kemulian mereka "Sri Kresna" harus memberi wejangan kepada mereka tentang darma seorang satria akan kebenaran. (diceritakan dalam kidung "Bhagawagita").
Lawan Pandawa Lima adalah :
Kurawa, Yang berjumlah 100, merupakan saudara sepupu mereka sendiri, yang pada hakikatnya angka "seratus" adalah penggambaran dari banyaknya godaan - godaan duniawi itu sendiri, diceritakan kurawa adalah kumpulan orang - orang dengan variasi kesesatan. Ini bisa di atasi oleh mereka, setelah mental mereka terbentuk lewat kidung "Bhagawagita" yang diceritakan oleh Sri Kresna
Karna, kakak Pandawa lain ayah, Dialah lawan terberat Pendawa, setelah kakek Bisma, tidak hanya kesaktiannya, tapi yang lebih penting disini, Karna adalah citra (gambaran) dari Pendawa itu sendiri, melawan Karna adalah melawan diri sendiri. Dan, disaat kebingungan itu munculah pahlawan besar, putra Bima dengan Arimbi, satria gagah perkasa, otot kawat, tulang besi dan mampu terbang ke angkasa dengan kotang Ontokusumonya, dia adalah Gatotkaca. Di saat Pandawa, khususnya Arjuna sangat gelisah ketika akan menghadapi Karna, maka Sri Kresna segera mengutus Gatotkaca untuk melawannya, akaibatnya Gatotkaca gugur di tangan Karna, tapi setelah itu, Karna menjadi tidak berdaya tanpa Kunta-wijayadanu yang telah lenyap diperut gatotkaca. Setelah gugurnya Karna, jalan Pendawa meraih kemenangan semakin lapang.
Inspirasi dari cerita di atas:
Cerita itu mungkin banyak yang pernah mendengarnya, tapi banyak yang dari kita tidak sadar bahwa banyak hikmah dari cerita itu.
Pendawa Lima: Adalah diri kita sendiri, secara badani maupun rohani.
Kurawa : Dia adalah saudara sepupu Pandawa, dibesarkan bersama dan tumbuh bersama, mempunyai sifat-sifat kesesatan. Jumlahnya yang seratus adalah wujud dari hawa nafsu kita yang sedemikian banyaknya, dimana itu tidak bisa kita hilangkan karena, nafsu itu lahir, dan tumbuh kembang bersama kita.
Baratayudha : Adalah perang (besar) saudara antar darah Barata, Pendawa melawan Kurawa. Perang ini harus terjadi karena tidak akan ada yang bisa mencegah, dan baru berakhir dalam kematian. Ini artinya adalah perang pada diri kita melawan hawa nafsu kita sendiri.
Sri Kresna : Tokoh yang selalu mendampingi Pandawa (tanpa ikut berperang). Dia adalah wujud dari Hati Nurani, yang selalu mengingatkan kita akan kebaikan, ketika kita dibimbangkan oleh hawa nafsu. Di perang Baratayudha, Kurawa tidak memperbolehkan Kresna ikut berperang, karena Kresna pasti menang. Demikian juga dengan kenyataannya, hati nurani pasti akan mengalahkan hawa nafsu.
Bhagawatgita : Sebuah kidung/ kitab, disaat Pandawa (kita) sedang gelisah untuk menghadapi Kurawa (Nafsu), Kresna (Hati nurani) mengingatkan kita untuk bersandar pada Bhagawatgita, yang bisa kita artikan adalah sebuah kitab suci. Memberi perintah pada kita untuk membaca apapun kitab suci kita masing-masing sesuai agamanya, bila sedang gelisah/ bimbang diantara kebenaran dan kebatilan.
Karna : Adalah bayang - bayang ketakutan diri kita sendiri dalam menghadapi hidup, ketakutan yang terbesar dari kita seringnya adalah bayangan - bayangan menakutkan yang sebenarnya kita ciptakan sendiri.
Gatotkaca : Dari itu semua, tokoh Gatotkaca, adalah tokoh sentral dari semua itu. Ketika diri kita (Pandawa) dalam kondisi klimak untuk menentukan siapa pemenang perang Baratayudha (perang hawa nafsu), ditambah lawannya adalah bayang-bayang ketakutan diri sendiri (Karna), maka Kresna (hati nurani) mengutus Gatotkaca untuk mengatasinya, dan berhasil, sehingga Pandawa memenangkan perang tersebut. Gatotkaca / Gatotkoco ---> kalau dipisah menjadi Gatot & Koco, atau dalam bahasa jawa : "Gatokno karo Koco", artinya Hadapkan dengan Kaca.
Kalau Pandawa itu diri kita sendiri, dan ketika mengadapi segala kegelisahan/kesukaran hidup, maka pahlawan diri kita sendiri adalah "Gatotkoco", atau Hadapkan dengan Kaca, siapa berdiri didepan kita bila kita hadapkan ke kaca , ..ya diri kita sendiri.
Jadi ketika kita dalam kebimbangan/kesusahan jangan lari kemana-kemana, karena pahlawan diri kita adalah diri kita sendiri
So, be yourself, Jadilah dirimu sendiri, ketika engkau akan melangkah kemanapun, jangan banyak mendengarkan orang lain, karena ini hidupmu, dirimu adalah guru terbaik bagi dirimu.
(Cerita ini dirangkum dari berbagai sumber) Labels: Unknown |
posted by .:: me ::. @ 5:07:00 PM
|
|
|
Kembalikan Keranjang Itu |
<$BlogDateHeaderDate$>
|
Suatu saat ada sepasang suami istri yang hidup serumah dengan ayah sang suami. Orang tua ini sangat rewel, cepat tersinggung, dan tak pernah berhenti mengeluh. Akhirnya suami istri itu memutuskan untuk mengenyahkannya. Sang suami memasukkan ayahnya ke dalam keranjang yang dipanggul di bahunya.
Ketika ia akan meninggalkan rumah, anak lelakinya yang baru berusia sepuluh tahun muncul dan bertanya, "Ayah, kakek hendak dibawa kemana?" Sang ayah menjawab bahwa ia bermaksud membawa kakek ke gunung agar ia bisa belajar hidup sendiri. Anak itu terdiam.
Tapi pada waktu ayahnya sudah berlalu, ia berteriak, "Ayah, jangan lupa membawa pulang keranjangnya." Ayahnya merasa aneh, sehingga ia berhenti dan bertanya mengapa. Anak itu menjawab, "Aku memerlukannya untuk membawa ayah nanti kalau ayah sudah tua."
Sang ayah segera membawa kembali sang kakek. Sejak saat itu mereka memperhatikan kakek itu dengan penuh perhatian dan memenuhi semua kebutuhannya.
"Hukuman" yang kita berikan pada orang lain, mungkin akan berbalik pada diri kita sendiri. (Anthony de Mello) Labels: Unknown |
posted by .:: me ::. @ 12:14:00 AM
|
|
|
|
:: My Profile :: |
... m.y.z.t.e.r.i.o.u.z ...
... click my profile ...
... please don't click ...
Join me on
Friendster!
|
:: Wisdom :: |
|
:: Recent Post :: |
|
:: Archives :: |
|
:: Menu :: |
|
:: LETTO Fans Blog :: |
|
:: NIDJIholic Blog :: |
Click Slide Show
|
:: Friends :: |
|
:: Games :: |
| |